Mohon tunggu...
Jamalludin Rahmat
Jamalludin Rahmat Mohon Tunggu... Penjahit - HA HU HUM

JuNu_Just Nulis_

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Puisi (Masih) Ditulis?

22 Maret 2021   15:53 Diperbarui: 22 Maret 2021   16:15 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by Istockphoto.com

Atau puisi Sapardi Djoko Damono merupakan bunyi yang sederhana tentang pengalaman dan kehidupan manusia.

Simaklah puisi Hujan Bulan Juni Sapardi Djoko Damono, "tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni/dirahasiakan rintik rindunya kepada pohon berbunga itu/tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni/dihapusnya jejajk-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu...".

Puisi terus hadir, tumbuh dan berkembang. Kematian seseorang pemuisi tak membuat puisi hilang dari semesta manusia, seperti petitih, "Mati satu, tumbuh seribu".

Kehadiran pemuisi pada setiap zaman akan memunculkan gaya, diksi dan estetika yang berbeda-beda. Sebab, pemuisi hidup di masa dan tantangan yang berbeda-beda. Pun, "selera pasar" kadang jadi pertimbangan namun tak mutlak.

Illustrated by Istockphoto.com
Illustrated by Istockphoto.com
Puisi Yang Diuji Waktu

Pemuisi dan puisi diuji waktu untuk berkarya dan berterima dengan masyarakat. Ketahanan proses kreativitas dan penemuan gaya baru terus digali sebab kerja-kerja kreatif dituntut dalam puisi.

Pemuisi Joko Pinurbo, yang dipengaruhi oleh Sapardi Djoko Damono dan Goenawan Muhammad melakukan kerja-kerja kreatif sehingga puisi yang dihasilkan merupakan ciri khas Joko Pinurbo.

Puisi Joko Pinurbo penuh guyon dari kegiatan manusia yang ia lihat namun hasil dari permenungan. Puisi Joko Pinurbo dapat dianggap  sebagai  puisi permenungan dalam balutan humor yang dekat dalam keseharian hidup manusia.

Puisi "Telepon Genggam" Joko Pinurbo, "...Pulang dari pesta, ia mulai memperlihatkan tanda-tanda sakit jiwa/jas yang seharusnya dilepas malah dirapikan/celana yang seharusnya dicopot malah dikencangkan/ingin ke kamar tidur, tahu-tahu sudah di kamar mandi/mau bilang jauh di mata, eh keliru dekat di hati..."

Gaya puisi, diksi dan estetika itu pilihan pribadi si pemuisi yang tak bisa dipaksakan seragam sebab proses kreativitas yang berujung karya setiap pemuisi berbeda-beda.

Namun, pemuisi tidak bermukim di kehampaan ruang dan berjarak dari kenyataan hidup. Selalu ada pesan yang ingin disampaikan. Kata-kata yang dibuat pemuisi merupakan respon atas apa yang direnungi dan dialami dari kejadian sekitar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun