Warung Pangsit Ayam Basmallah
Setiap hari simpang segitiga di depan Masjid Al Jihad, Curup, ramai dengan lalu lalang kendaraan dan orang-orang berjalan ke tempat tujuan berbeda dan melakukan bermacam aktifitas.
Di keramaian itu beberapa orang sarapan mie ayam dan minum kopi di warung Kak Fen dan beberapa orang itu termasuk saya, teman-teman dan abang-abang.
Ngopi pagi hari dengan becumpuk atau berkumpul di warung Kak Fen menjadi kebiasaan teman-teman dan abang-abang sembari bercerita tentang apa saja.
Warung ini menyediakan makanan mie pangsit ayam, minuman kopi dan teh dibuka mulai pukul tujuh pagi dan tutup pukul sebelas. Kak Fen menamai warung ini dengan "Warung Pangsit Ayam Basmallah".
Warung ini bertempat di pinggir simpang segitiga depan Masjid Al Jihad, Curup. Di samping kanan Warung Kak Fen ada yang berjualan pempek panggang sedangkan di sebelah kiri tempat pangkas rambut dan pangkalan ojek.
Di depan warung Kak Fen, ada tambal ban dan warung Uni Ita yang menyediakan sarapan pagi berupa lontong, nasi uduk, dan ketan plus goreng pisang.
Selain itu, Kak Fen ngojek dan kerja serabutan sesuai dengan permintaan tolong dari orang-orang seperti mengecat pagar dan rumah, membuat sumur, atau apapun yang diminta tolong.
Roda kehidupan dan rezeki manusia berputar naik dan turun, di atas dan di bawah. Untung dan buntung. Tak ada yang menduga nasib dan rezeki seseorang akan seperti apa.
Namun, selagi seseorang itu mau berusaha dengan sekuat daya maka Tuhan membukakan pintu rezeki dari tempat yang tak di duga-duga. Berusaha sekuat tenaga mendapatkan rezeki dengan melakukan pekerjaan apapun yang penting halal dan berkah.
Kak Fen ---sapaan akrab--- yang biasa kami panggil ketika berkumpul di warungnya. Panggilan "Kak" di Curup, Rejang Lebong, ditujukan kepada kakak laki-laki yang lebih tua sama seperti panggilan abang.
Effendi merupakan nama lengkap Kak Fen yang berusia 52 tahun dengan satu orang isteri bernama Lediya Hariyani (43 tahun) dan enam orang anak.
Pandemi Korona yang menyerang Indonesia bulan Maret 2019 sampai kini memorak-porandakan perekonomian dan usaha orang-orang yang berjualan.
Usaha jualan dalam skala besar, menengah dan kecil terimbas pandemi korona. Usaha menengah dan kecil yang paling menjerit karena modal yang dimiliki terbatas dan jenis usaha hanya satu saja.
Usaha warung mie ayam Kak Fen pun merasakan itu dengan modal terbatas yang bersumber dari untung jualan mie ayam itu.
Usaha jualan mie ayam Kak Fen dimulai sejak tahun 2006 dengan omzet 200 ribu bersih dan kotor. Namun, sejak pandemi korona, omzet menurun karena pembeli berkurang.
Di tahun 2016, sang istri membantu perekonomian keluarga dengan berjualan ayam geprek di tempat yang sama.
Jika mie ayam buka dari pukul tujuh sampai pukul sebelas pagi maka jualan ayam geprek dimulai dari pukul sembilan pagi sampai pukul dua siang.
Di masa pandemi korona, jualan ayam geprek istri Kak Fen bernasib sama dengan mie ayam.
Sebelum masa korona ayam potong sebagai bahan pokok ayam geprek habis dijual dalam sehari bisa tiga sampai empat kilogram namun di masa korona menjadi dua atau tiga kilogram.
Dan, omzet penjualan turun perhari hanya 150 ribu karena yang makan ayam geprek rata-rata anak sekolah.
Di masa pandemi, anak-anak sekolah belajar online di rumah jadi tidak membeli ayam geprek istri Kak Fen untuk bekal makan siang di sekolah. Pun, di masa pandemi jualan ayam geprek sampai pukul 5 sore karena belum habis terjual.
Jualan mie ayam, ngojek, kerja serabutan dan ayam geprek itulah yang menopang hidup keluarga Kak Fen sebelum dan di masa pandemi korona.
Kak Fen orang baik meskipun tidak berpendidikan tinggi, murah senyum dan bergurau. Senyum menghiasi wajah Kak Fen ketika kami bergurau sambil mengopi di warungnya. Sesekali Kak Fen dan istrinya ikut nimbrung ketika kami ngobrol.
Orang-orang yang ngopi dan becumpuk di warung Kak Fen dari lintas usia dan profesi namun itu tidak menjadi penghambat untuk komunikasi.
Pada hari Jum'at pagi Kak Fen sering membersihkan lantai luar dan wc Masjid Al Jihad dan di hari Minggu warung tutup.
Kak Fen, sosok bersahaja dari rumah yang sederhana dan ayah yang demi menafkahi keluarga mau bekerja asal halal dan berkah.
Kak Fen, tidak mengibarkan bendera putih sebagai tanda menyerah kalah kepada kebutuhan untuk memberi nafkah keluarga.
Kepada orang-orang yang berekonomi lemah dan berjuang seperti Kak Fen, saya "menimba sumur" kebijaksanaan hidup.
JR
Curup
6 Februari 2020Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H