Akankah Ilmu, Agama dan Seni Dimuseumkan?
Einstein pernah berujar, "Ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh" kemudian ada yang menambahkan hidup tanpa seni hampa.
Agama, ilmu dan seni merupakan pembentuk peradaban manusia. Sebagai pembentuk peradaban, refleksi filosofis (perenungan filsafat) terhadap ketiga hal itu penting dilakukan terus menerus.
Refleksi filosofis merupakan perenungan filsafat secara rasional, kritis dan mendalam kepada hal-hal yang penting dan mendasar dalam hidup. Bukankah ilmu, agama dan seni penting bagi kehidupan manusia.
Tujuan dari refleksi bukan melakukan tambal sulam pembenaran atau menyalahkan yang satu kemudian membenarkan yang lain.
Namun, mengembalikan posisi semula dari kehadiran ilmu, agama dan seni dari sisi kontribusi positif yaitu menyelamatkan, membahagiakan jasad dan ruhani manusia di dunia dan akhirat.
Namun akan sangat berbahaya ketika refleksi terhenti atau [di]hentikan karena manusia telah merasa puas dengan apa yang dicapai. Akan terjadi kebekuan peradaban. Ilmu, agama dan seni menjadi museum.
Akan muncul nanti tulisan "Disini museum agama,"Disana museum ilmu," "Disitu museum seni." Museum kan sebuah penghargaan dan pengenangan terhadap apa yang terjadi di masa lampau atau keberhasilan di masa silam.
Kita menolak pemuseuman agama, ilmu dan seni. Lalu apa yang dilakukan? Yang dilakukan adalah perenungan (refleksi) rasional, kritis dan mendalam kepada agama, ilmu dan seni.
Karena sangat luasnya pembahasan agama, ilmu dan seni maka tulisan ini hanya memfokuskan kepada perenungan filosofis ilmu dari aspek aksiologi.
Aksiologi cabang dari filsafat ilmu yang membahas apa kegunaan dari ilmu pengetahuan atau ilmu pengetahuan digunakan untuk apa? Bagaimana kita melakukan atau mempraktekkan apa yang diketahui?