Mohon tunggu...
Jamalludin Rahmat
Jamalludin Rahmat Mohon Tunggu... Penjahit - HA HU HUM

JuNu_Just Nulis_

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sketsa Buku: "Aleppo, Memoar Pendek tentang Hidup yang Panjang" Karya Rusdi Mathari

20 Juni 2020   10:46 Diperbarui: 20 Juni 2020   11:06 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Saya harus mengetik, harus bertahan hidup. Menulis adalah pekerjaan saya. Karena itu saya mencoba menulis menggunakan gajet, meskipun dengan satu jari. Tangan kiri memegang gajet, jempol tangan kanan mengetik” _Ucapan Rusdi Mathari yang menulis kala sakit kanker gerogoti tubuh_

Siapa Rusdi Mathari?

Rusdi Mathari atau Rusdi Amrillah merupakan wartawan senior yang berasal dari Situbondo. 

Dalam dunia kewartawanan ia dikenal ulet, gigih dan berdedikasi tinggi. Di kenal sebagai wartawan yang tak mau menggunakan alat perekam.

Profesi kewartawanan Rusdi Mathari dimulai dari wartawan lepas di Suara Pembaruan dari tahun 1990-1994, tahun 1994-2000 pernah jadi redaktur di Info Bank, detik.com, anggota staf PDAT di Majalah Tempo dari 2001-2002.

Redaktur di Majalah Trust (2002-2005), di Koran Jakarta dari tahun 2009-2010 sebagai redaktur pelaksana, redaktur pelaksana beritasatu.com (2010-2011), dan pemimpin redaksi VHR Media (2012-2013).

Pernah menjadi peserta crash program reportase investigasi (ISAI Jakarta) di Bangkok, Thailand, serta pernah mendapat penghargaan untuk penulisan berita terbaik dari beberapa lembaga.

Hingga tutup usia, Rusdi Mathari aktif menulis buku, esai untuk Mojok.co, status di facebook serta mengasuh blog rusdimathari.com.

Badan kurus, rambut gondrong, bersifat humoris dan blak-blakan dalam berbicara membuat ia disenangi orang banyak.

Sebagaimana ditulis R Fauzi Fuadi di website mojok.co ”Cak Rusdi adalah sosok yang memiliki daya kritis, kreatifitas, dedikasi, dan tentu kredibilitas yang tak diragukan lagi dalam dunia jurnalistik dan tulis-menulis.”

“Ia pun memiliki jam terbang yang cukup tinggi, dan tak jarang mendapat ancaman, beberapa kali ia pernah diancam ketika bertugas" 

"Seperti disiram air comberan, ditodong senjata, hingga digampar ajudan karena bersikukuh mewawancarai narasumber yang memang enggan diwawancarai.”

Ia tak segan untuk mengayomi wartawan junior di tempatnya bekerja dengan berpesan “Jika lagi menulis ya menulis saja. Jangan pikirkan membuat judul terlebih dahulu." 

"Tulis saja sampai selesai, kemudian edit, baru lanjutkan dengan sematkan judul.”

Tentang reportase, sebagai kekayaan tulisan feature, ia pernah berujar, “Anda ke lokasi rasakan apa yang orang-orang rasakan, lihat apa yang anda lihat, dan dengar apa yang anda dengar. Lalu tulis!” 

"Dan pesan lainnya, “Tulisan anda itu dibaca tukang becak, kuli, dan jenis pekerjaan yang sama dengan mereka.”

Buku-buku almarhum yang saya miliki yaitu, Merasa Pintar, Bodoh Saja tak Punya, Laki-Laki yang Tak Berhenti Menangis, Aleppo, dan Laki-Laki Memang Tidak Menangis, Tapi Hatinya Berdarah, Dik. 

tangkapan layar laman facebook Rusdi Mathari
tangkapan layar laman facebook Rusdi Mathari
Dari Status Facebook Menjadi Buku

Buku berjudul "Aleppo: Memoar Pendek tentang Hidup yang Panjang" merupakan tulisan-tulisan status Cak Rusdi –sapaan akrab dari teman-temannya-- di akun facebooknya yang belum utuh dan berurutan.

Kemudian oleh Penerbit Buku Mojok disaring, disatukan bab per bab sesuai tema dan dibukukan sehingga menjadi tulisan menarik yang dapat dibaca sekali duduk dan meninggalkan kesan mendalam bagi pembaca.

Dalam buku ini Cak Rusdi menampilkan perjalanan hidup dan pribadi seperti apa adanya. Tiada yang ditutupi dan memoles diri untuk pencitraan supaya dikatakan sebagai orang baik.

Karena di kalangan keluarga dan teman-teman, Cak Rusdi adalah orang baik dengan segala kelebihan dan kekurangan. Tipe orang yang buka kulit tampak isi.

Buku ini merekam kisah-kisah hidup Cak Rusdi mulai dari masa remaja di Situbondo, Jawa Timur. Tempat ia lahir pada 1967 bulan Oktober.

Di Situbondo, Cak Rusdi buat tato pertama kali kemudian dihapus karena bercita-cita jadi tentara.

Tato yang Cak Rusdi kenal saat masih SD dari seorang tetangga bernama Makmun. Makmun sering berlatih tinju dengan bertelanjang dada dan memiliki tato di dada.

Tahun 80-an Cak Rusdi pergi ke Malang. Sebagian menikmati usia sekolah SMA dan sebagian lagi kuliah sambil mencipta kenangan ala anak muda.

Dari Malang merantau ke Jakarta. Nggak sengaja bermula karir jadi seorang wartawan. Profesi yang ia geluti penuh setia sampai maut menjemput di tanggal 2 Maret 2008 kala usia 49 tahun.

Bab 1 dengan judul besar Situbondo-Malang, merekam secara personal kehidupan Cak Rusdi tentang asal usul, keriangan remaja yang masih usia SMA hingga kuliah. Pokoknya segala kenangan kampung halaman.

Bab 2 dengan tema Situbondo-jakarta. Di sin Cak Rusdi mengisahkan tentang keberanian yang nekad untuk melamar seorang gadis yang kemudian jadi istrinya dan bagaimana kehidupan di Jakarta dan membesarkan anaknya.

Bab 3, Jakarta-Jakarta. Wartawan sebagai profesi yang digeluti Cak Rusdi membuat ia mesti mengakrabi panggung politik dan pemerhati sosial dengan mencatat informasi bagi masyarakat.  

Bab 4, Rusdi. Ia menuliskan tentang diri yang sudah mulai tua dan mengingat kembali jas yang pertama dibeli dan dikenakan saat menikah. Kacamata yang dipakai di usia 40-an karena penglihatan kala membaca mulai kabur.

Bab 5, Nejad Obama dan Bab, 6 Cimol dan Ahimas. Cak Rusdi tidak lagi menjelaskan tentang diri yang remaja, berkuliah, menjadi suami dan bapak namun berkisah tentang sosok-sosok orang lain yang ia ketahui dan temui.

Melalui sosok kisah itu, Cak Rusdi sedang mengisahkan sebuah pelajaran kepada para pembaca dengan strategi menggunakan sosok sebagai jalan masuk ke cerita.

Sosok-sosok itu diperkenalkan sebagai orang yang bergulat di keseharian hidup terkait prinsip, pengorbanan, kesunyian dan perjuangan mereka.

Aleppo sebagai bab terakhir dan digunakan sebagai judul buku merupakan bagian terunik. Nama-nama kota seperti Aleppo, Madrid, Jerusalem, Jordan, Monaco, Milan, Doha, Xanadu.

Dijadikan sebagai pintu masuk untuk dituliskan dengan gaya prosa liris dan bersifat pribadi karena serasa ditujukan sebagai surat kepada kekasih.

Besok sore kita akan tiba di Aleppo, Dik. Menyeduh kopi dan meminumnya di teras hotel yang tembok lobinya bolong-bolong sebab ledakan mortir.” (Halaman 280).

Kanker, Muslim dari 4 Etnis, dan Menulis

Pun Cak Rusdi dalam buku ini berkisah tentang hidup yang penuh perjuangan prinsip kala bertemu keculasan, pergulatan batin di dunia kerja, pengorbanan untuk keluarga dan teman, kesunyian dengan sang istri saat sakit wasir dan kanker.

Sergapan kanker yang akhirnya buat Cak Rusdi mesti terbaring lama di rumah sakit karena kondisi --lima ruas tulang punggung hancur.

Dalam diri Cak Rusdi bertemu empat etnis; Madura, Jawa, Bajo dan Cina. Yang kelak buat Cak Rusdi menghargai perbedaan etnis.

Cak Rusdi menuliskan "Muslim adalah manusia yang menghargai perbedaan asal usul, bangsa, ras dan bahkan keyakinan."

Pun "Masalah keyakinan adalah persoalan pribadi tapi urusan berhubungan baik dengan sesama manusia adalah urusan bersama."

Jum’at 2 Maret 2018 perjuangan melawan kanker yang lama di derita Cak Rusdi berakhir dengan maut menjemput dan memisahkan dengan istri, anak, dan para sahabat.

Banyak cara menjadi orang baik dan dikenang, diantaranya dengan menulis. Cak Rusdi berpandangan bahwa menulis itu seperti silaturrahmi.

Tulisan yang tersiar dari anda, kawan-kawan, dan sahabat anda akan tahu bahwa anda masih sehat. Masih terbakar api semangat untuk menulis.

Pun “Saya menulis karena saya ingin berbagi pilihan pandangan dan perspektif, meski kadang harus melawan pendapat umum.” (Halaman 194).

Jamalludin Rahmat (JR)

Curup

20 Juni 2020

[Di Tulis untuk Kompasiana.com]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun