Kedua, Sejauh mana si manusia mampu memberi manfaat kepada diri dan lingkungannya. Kata 'manfaat' dalam KBBI V offline berarti guna dan faedah. Jadi dirinya dengan apa yang ada berguna dan berfaedah bagi orang lain. Ini seperti filosofi pohon kelapa. Batangnya bisa dijadikan kursi atau jembatan, daunnya bisa dijadikan pembungkus buat ketupat, buah dan air kelapa dapat dijadikan aneka minuman dan obat, pelepah kelapa bisa diajdikan sapu lidi dan tusuk sate. Â Â
Ketiga, kelebihan yang diberikan Tuhan tak semestinya membuat si manusia sombong dan lupa diri, serta tak memperhatikan kaum tertindas, orang-orang pinggiran, orang-orang lemah (mustadh'afin). Kelebihan yang dimiliki seperti ilmu, harta, seharusnya membuat si manusia lebih dekat pada Tuhan dan peduli pada sesama.
Tulisan ini akan terasa penting ketika kita saat ini hidup di tengah-tengah kondisi Covid-19 dan masyarakat yang menghalalkan segala cara untuk mencapai satu tujuan, keegoisan, dengki dan beragam sifat jelek lainnya yang tak semestinya di miliki oleh manusia yang dijadikan Tuhan sebagai khalifah di muka bumi.
Manusia memiliki potensi untuk menjadi fujur (pembangkang) pada Tuhan atau bertakwa. Maka, berdayakan kembali akal, hati dan segala potensi yang diberikan Tuhan demi terwujudnya manusia-manusia yang memberikan keselamatan, kedamaian (muslim/muslimah) bagi seluruh makhluk baik yang hidup ataupun yang mati agar tugas kekhalifaan yang diberikan Tuhan lebih terasa indah dan dikenang.
Dan bahwa kehidupan tak hanya di dunia ini saja tapi ada akhirat tempat untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan.
Jamalludin Rahmat
Curup
04.06.2020
[Ditulis untuk Kompasiana.com]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H