Mohon tunggu...
Jamalludin Rahmat
Jamalludin Rahmat Mohon Tunggu... Penjahit - HA HU HUM

JuNu_Just Nulis_

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

[Sketsa Buku] Kuntowijoyo: Karya dan Dunianya

3 Maret 2020   23:31 Diperbarui: 3 Maret 2020   23:37 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembuka Kata

Buku ini ditulis oleh Wan Anwar. Diterbitkan oleh Grasindo tahun 2007 dengan jumlah halaman 177. Mulanya merupakan skripsi Wan Anwar untuk menyelesaikan S-1 Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Bandung (1996). 

Buku ini membicarakan cerpen, novel dan sajak Kuntowijoyo secara keseluruhan: Dilarang Mencintai Bunga-Bunga (1992), Hampir Sebuah Subversi (1999), Khotbah di Atas Bukit (1971), Pasar (1972), Mantra Pejinak Ular (2000), dan Wasripin dan Satinah (2003). Selain itu juga dibahas kumpulan tiga puisi Kuntowijoyo: Suluk Awang-Uwung (1975), Isyarat (1976), dan Makrifat Daun, Daun Makrifat (1995). Sisi kesastrawanan Kuntowijoyo lebih dominan digali dibanding sisi akademisinya.

Kuntowijoyo dan Sastra Profetik

Kuntowijoyo (almarhum) adalah guru besar (profesor) Ilmu Sejarah di Universitas Gadjah Mada. Selain itu beliau sastrawan Indonesia ternama dalam penulisan prosa, drama, cerita pendek dan novel seangkatan Chaerul Umam, Arifin C. Noer, Ikranagara, dan Abdul Hadi W.M.

Di jagat sastra, Kuntowijo memperkenalkan istilah "sastra profetik." Sastra profetik yaitu sastra yang di pengaruhi nilai-nilai keagamaan. Lebih lanjut, sastra profetik mengingatkan manusia kepada Tuhan. Menghubungkan kembali dunia batin dan lahir, manusia dan Tuhan dalam bersastra. 

Tapi ia tidak latah dan dipaksakan unsur dakwah/pesan Tuhan masuk ke dalam sastra. Arti lain sastra profetik merupakan sastra perlawanan kepada sistem sosial yang menurunkan derajat manusia ke jurang kekerdilan sehingga terjadi pengabaian kepada nilai-nilai kemanusiaan (dehumanisasi).

Di bidang akademik/intelektual diantara buku yang Kuntowijoyo tulis, Paradigma Islam, Identitas Politik Umat Islam, Muslim Tanpa Masjid, Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia.

Riwayat Hidup Kuntowijoyo

Bantul, Yogyakarta dan 18 September 1943 merupakan tempat dan tanggal lahir Kuntowijoyo. Dari ayah yang berprofesi pendalang dan pembaca macapat (puisi Jawa tradisional) sedangkan eyang buyut seorang khathath (penulis Al-Qur'an dengan tangan). Sang ayah dan eyang buyut lah yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan kesastrawanan Kuntowijo.

Artinya, kemampuan Kuntowijo menulis sastra seperti prosa, cerita pendek, novel telah dibentuk sedari kecil dari profesi sang ayah dan eyang buyut.Kala usia Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah, Kuntowijoyo belajar mendongeng dan berdeklamasi kepada M. Saribi Arifin dan Yusmanan.

Disamping itu Kuntowijoyo sering bertandang ke perpustakaan kecamatan untuk membaca buku bahkan kala SMP, ia telah membaca buku karya Hamka, H.B. Jassin, Pramoedya Ananta Toer hingga SMA pun kebiasaan membaca tetap dilanjutkan dengan buku-buku sastra penulis luar negeri yang telah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia yaitu semisal sastrawan Charles Dickens dan Anton Chekov.

Berlanjut ke bangku kuliah semasa di Universitas Gadjah Mada maka membaca karya sastra semakin matang dan diiringi dengan semakin sering menulis. 

Semasa kuliah itu juga Kuntowijoyo dengan beberapa orang teman-teman seperti M. Dawam Rahardjo, Sju'bah Asa, Chaerul Umam, Arifin C. Noer, Amri Yahya, Ikranagara, dan Abdul Hadi W.M) mendirikan Lembaga Kebudayaan dan Seniman Islam (Leksi) dan kelompok belajar/ Studi Grup Mantika. S-2 Kuntowijoyo di selesaikan di University of Connecticut tahun 1974. S-3 di Columbia University tahun 1980. Di Kedua universitas yang berada di Amerika Serikat ini ilmu sejarah merupakan disiplin ilmu yang Kuntowijoyo geluti.

Kuntowijoyo "sukses" mengawinkan diri sebagai sastrawan sekaligus intelektual dan akademisi. Kualitas dan produktivitas tulisan Kuntowijoyo di bidang sastra sebanding dengan tulisan di bidang sejarah atau pemikiran sosial berbasis Islam.

Di jagat sastra dan akademisi di Indonesia dan luar negeri Kuntowijoyo menempati posisi penting dan terhormat. Dua aktivitas (menulis sastra dan karya tulis ilmiah) Kuntowijoyo jalani dengan khusyuk, dengan perhatian dan penekanan yang sama-sama seimbang.

Kuntowijo merupakan penulis subur dalam artian tiada henti menulis bahkan ketika sakit. Bahkan di kala sakit meningo encephalitis (radang otak) dan terbaring di rumah sakit Kuntowijoyo tetap menulis dibantu oleh istri. 22 Februari 2005 Kuntowijoyo menghembuskan nafas terakhir.

Proses Kreatif Kesastrawanan Kuntowijoyo

Kuntowijoyo mengutarakan tentang kebiasaannya menulis cerpen tanpa melalui kiat-kiat atau resep-resep tertentu. Apa yang dirasa baik menurut Kunto-panggilan akrab-untuk ditulis maka akan ditulisnya. Ini Kunto tuliskan dalam pengantar kumpulan cerpen Hampir Sebuah Subversi (1999).

M. H. Abrams menyatakan bahwa empat sisi yang biasanya ditampilkan dalam karya sastra: pengarang, masyarakat, teks karya dan pembaca. Bertumpu dari empat sisi ini yang kemudian melahirkan pendekatan ekspresif (hubungan karya sastra dengan pengarang), mimetik (teks diamati secara objektif), dan pragmatik (bagaimana karya sastra dibaca para pembaca dan memperoleh manfaatnya).  

Kunto memiliki "prinsip bersastra" yang dibangun dari kebiasaan masa lalu kala kecil. Sebagaimana dinyatakan Amien Wangsitalaja bahwa menulis sastra bagi Kunto merupakan proses pengendapan pengalaman. Sedari kecil Kunto terbiasa menuliskan "catatan-catatan pengalaman" seperti orang yang menulis di diary dari apa-apa yang dialami dalam keseharian.  

Pengendapan karya yang dilakukan menjadi penting untuk terjadinya "pematangan karya." Dari "pengendapan pengalaman" menuju "kematangan karya" Kunto melakukan "three in one" yaitu bangunan (strukturisasi) pengalaman, strukturisasi (bangunan) imajinasi, dan bangunan pesan (nilai) yang ingin disampaikan.

Karya sastra sebagai bangunan pengalaman oleh Kunto bertolak dari pengalaman pribadi, pengalaman bersama, atau pengalaman hasil riset. Berbagai kumpulan pengalaman itulah, Kunto menuliskan karya. Kala sastra dillihat sebagai bangunan imajinasi maka Kunto mencitrakan sang pengarang seumpama tukang batu. 

Untuk menjadikan berbagai  jenis batu sebagai rumah, sastrawan haruslah memiliki imajinasi, dalam hal ini imajinasi yang menuntunnya merangkaikan pengisahan suatu cerita (narasi). Sedangkan bangunan nilai yang bersumber dari agama, filsafat, ilmu pengetahuan, peribahasa, kebijaksanaan sehari-hari, dan lain-lain. Nilai-nilai itulah yang kemudian dihayati ke dalam teks. 

Tiga bangunan (strukturiasi) di atas maka dimaklumi jika karya-karya Kunto kental aroma gagasan atau pesan disamping kekuatan imajinasi dan kekayaan pengalaman.

Karya Sastra Kuntowijoyo; Tuhan sebagai Puncak dan Eksistensi Kemanusiaan

Dalam satu tarikan nafas karya-karya Kunto (berbentuk cerpen, novel dan sajak) ingin menuju Tuhan sebagai puncak hakikat dan mempertahankan eksistensi kemanusiaan yang dilindas. Bacalah sajak Suluk Awang-Uwung di bawah ini;

Jantung berdetak

menggugurkan impian

dari bilik sepi

merpati putih

hinggap di pucuk kabut

ketahuilah

kau rindukan kekosongan.

Novel berjudul Wasripin dan Sutinah menyajikan orang-orang kecil lagi lemah yang menjadi korban keganasan Orde Baru atas nama stabilitas. Untuk menghilangkan eksistensi Wasripin yang jadi panutan warga kampung maka fitnah keji dilancarkan bahwa Wasripin dianggap ekstrim kanan dengan menjadi Komandan DI/TII Pantura.

Akhirnya, Kuntowijoyo dengan sastra profetik yang coba ia kenalkan kepada masyarakat memiliki peran penting untuk tumbuh kembang sastra setelahnya. 

Tantangan sastra setiap generasi tentu berbeda-beda. Teks, konteks dan pembaca menjadi hal penting yang perlu diperhatikan untuk kemunculan sebuah karya. Kuntowijoyo  dan yang segenerasi dengannya menanam benih-benih dan mengembangkan sastra untuk menjawab kegelisahan-kegelisahan rakyat ketika itu. Bagaimana dengan sastra saat ini?

Jamal Rahmat

Curup

03/03/2020

[Di Tulis untuk Kompasiana]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun