Mohon tunggu...
Jamalludin Rahmat
Jamalludin Rahmat Mohon Tunggu... Penjahit - HA HU HUM

JuNu_Just Nulis_

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pulang

23 Juni 2019   16:56 Diperbarui: 23 Juni 2019   17:13 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by Pixabay.com

 

_Hidup ketergantungan total kepada Allah_

2015. Ketika malam, pukul 02.30 WIB istri menelepon memberitahukan anak sakit dan dibawa ke rumah sakit. Sampai pagi mata sulit diajak tertidur walaupun akhirnya juga tertidur.

Paginya sampai pukul 11.30 mengajar. Pesan mobil travel lalu pulang. Menjenguk anak sakit di Padang. Kurang lebih 3-4 kali sudah pulang mendadak untuk melihat sakit anak. Saya tidak bisa menerka apa yang dirasakan sang anak saat sakit dan mendadak saya pulang. Itu akan saya tanyakan setelah ia besar nanti.

Oh ya, anak saya berumur 2 tahu 40 hari kala itu-sekarang sudah 6,5 tahun- namanya Adib Farabi Eljami, istri bernama Yesfi Mira Andria. Pastinya, setiap orangtua ada maksud dan tujuan kenapa anaknya diberi nama itu dan bukan nama ini.

Adib, bebas nantinya memilih apa tujuan hidupnya. Kalau boleh harap dipinta, Ia menjadi penulis yang memadukan filsafat Islam dengan sastra. Nama Adib dapat bermakna sang sastrawan atau budayawan sedangkan Farabi merupakan filosof Islam yang memperkenalkan teori politik Islam yaitu "kota utama", emanasi-penciptaan terjadinya alam semesta melalui teori pancaran, dan musikus sedangkan Eljami gabungan nama Jamal dan Mira. Amin.  

Illustrated by Pixabay.com
Illustrated by Pixabay.com
Pulang, Perjalanan Ruhani dan Fisik

Setiap manusia sejatinya selalu melakukan perjalanan pulang, kembali ke sumber, kembali ke asal. Baik perjalanan pulang dari kerja, atau bagi sopir yang sedang saya naiki mobilnya juga sedang mengadakan perjalanan atau ketika lebaran Idul Fitri perjalanan pulang atau mudik.

Berbeda orang tentunya berbeda pula tujuan perjalanan. Acapkali perjalanan yang dilakukan dimaknai perjalanan pisik. Berhenti di jasad yang melakukan dengan seluruh anggota badan. Jarang, perjalanan dimaknai dengan perjalanan pikiran apalagi perjalanan ruhani dengan ruh sebagai intinya.

Pulangnya saya kali ini agak berbeda. Biasanya saya pulang ke Batusangkar sekarang tidak lagi. Istri sudah pindah kerja ke Padang. Nama tempat tinggal mertua di Kelurahan Bukit Gado-Gado, Kecamatan Padang Selatan Kota Padang Propinsi Sumatera Barat. 

Jika saudara-saudara berada di kota Padang atau berkunjung ke kota Padang dan berekreasi di Jembatan Siti Nurbaya sambil makan jagung bakar, pisang panggang maka lihatlah ada bukit di belakang jembatan tersebut dengan rumah penduduknya itulah Bukit Gado-Gado.

Kata mertua laki-laki saya disebut dengan Bukit Gado-Gado karena penduduknya yang beragam latar belakang asal usul etnik, agama, ras dan tinggal bersama-sama. Dari atas Bukit Gado-Gado anda akan melihat kota Padang dengan laut sebagai pinggirannya.

Rasa hati terhibur melihat kehijauan pohon dan memandang luas laut lepas. Buah pala, cengkeh dan cokelat dulunya banyak di sini tapi sekarang cengkeh sudah tidak lagi ada, buah pala sekarat dan cokelat buahnya besar-besar tapi membusuk. Di sebelahnya ada Gunung Padang, tempat di mana Siti Nurbaya menyerahkan hidupnya.

Suatu hari saya berjalan-jalan dan singgah melihat papa (panggilan mertua laki-laki) sedang memperbaiki rumah Pak Oyon. Beliau bertutur bahwa hidupnya diuji oleh Allah. Gempa yang terjadi di Padang pada 29 September 2009 (G 30 S) meluluh lantakkan rumahnya.

Setelah peristiwa itu, anaknya yang sudah menikah dan tinggal di Blitar (Jawa Timur) meninggal muntah darah di atas kapal tanker. Anaknya inilah tulang punggung ekonomi Pak Oyon. Ketika rumah luluh lantak akibat gempa sang anak lah yang menolong untuk rumah dibangun kembali.

Sang anak pertama yang sudah almarhum bekerja di kapal tangker yang berlepas di laut lepas. Belum hilang kesedihan dihati, Pak Oyon ditimpa penyakit mata. Matanya yang sebelah kiri sakit dan selalu pedih diterpa angin.

Sejak itu ia selalu memakai kacamata. Anaknya sebelum meninggal berpesan kepada mertua laki-laki saya, "Uda, rumah iko uda yang harus manyalasaikan pambangunannyo baliak."

Bapak Oyon ini dulunya memiliki beberapa anak angkat dan sekarang ada yang berada di Sumatera Barat, Jambi, Kalimantan dan Batam serta tempat lainnya. Kebetulan saya bertemu dengan salah seorang anak angkat beliau pagi itu.

Anak angkatnya ini pernah mengajar di Universitas Andalas dan pernah aktif di LSM UN. Sekarang anak angkatnyalah yang membiayai hidupnya sehari-hari dan kembali membangun rumahnya. Dari mulut Pak Oyon terucap "Allah lah pemberi rizki dan selalu menolong manusia."    

JR
Curup
23.06.2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun