Boswell: Lalu, puisi itu apa, Tuan?
Johnson: Wah, Tuan, lebih mudah mengatakan apa bukan puisi. Kita semua tahu cahaya itu apa, tetapi menceritakan itu, tidak mudah.
_James Boswell_
Setiap tanggal 21 Maret diperingati hari Puisi Dunia yang ditetapkan UNESCO yang juga di bawah badan PBB mengakui bahwa puisi menempatkan kemanusiaan dan individu di manapun di dunia untuk dapat mengekspresikan perasaan, pertanyaan, dan tradisi dalam bentuk tertulis maupun terucap sebagai bagian dari komunikasi dan nilai budaya (Leya Cattleya, www.kompasiana.com 21/03/2019). Per jam bahkan hitung per menit puisi diciptakan manusia dari proses kreatif beralas rasa beralur logika.
Puisi yang dicipta bukan sekedar memberikan keterangan dan penjelasan kepada para pembaca tentang apa yang ingin disampaikan, tapi juga memperhitungkan keindahan bunyi, keharmonisan irama, kekayaan imaji, ketepatan simbol, kata-kata yang dirancang bangun dan lain sebagainya. (Acep Zamzam Noor, 2011: 21). Oleh para penyair bahasa yang dipakai bukan sekedar alat penyampai keterangan, tapi bahasa mesti memiliki kekuatan puitik.
Acep Zamzam Noor mengartikan puisi dengan seni merangkai kata-kata, seni menciptakan keajaiban dalam berbahasa. Pun kelebihan puisi bukan pada yang diungkapkan tapi bagaimana cara mengungkap.
Di tangan para penyair peristiwa yang tampak sederhana bagi orang lain maupun peristiwa besar ketika diungkap dengan bahasa membuat pembaca terpukau. Ini disebut dengan peristiwa puisi. Keterpukauan pembaca karena berhasilnya penyair memberikan bentuk kata yang tepat, indah, dan segar bagi peristiwa itu sehingga memberikan kesan sangat dalam bagi siapa pun yang membacanya.
Penyair Indonesia cenderung menulis puisi lirik. Ungkapan pikiran dan perasaan dominan pada puisi lirik dan bersifat subyektif. Kelebihan puisi lirik ini ketika dibaca maka orang-orang tersebut dapat merasakan suasana batin dan perubahan-perubahan yang bersifat kejiwaan. Pun ada yang beranggapan jika puisi lirik merupakan gambaran yang jelas dari kepribadian seorang penyair.
Di lain sisi kelemahan puisi lirik yang mempergunakan imaji, simbol dan bahasa kias dan kekhasan gaya ungkap sulit dimengerti pembaca awam.
Untunglah tak semua puisi di Indonesia puisi lirik yang berkesan "berat", ada juga sebagian pengungkapannya dengan bahasa sederhana, imaji yang dipahami, dan penggambaran yang terang sehingga orang awam mengerti.
Pencapaian puitik sebuah karya puisi adalah suasana. Ini dimaknai dengan bahwa puisi yang baik memiliki kemampuan membuat pembaca hanyut terbawa suasana dan suasana itulah yang beri pengaruh pada pembaca. Tanda-tanda terhanyut suasana itu, perasaan tersentuh, hati tergetar dan bulu kuduk berdiri akan lebih bagus lagi jika muncul kesadaran berperilaku setelah membaca puisi tersebut.
Disamping itu juga kemampuan penyair melakukan penggambaran yang menyentuh panca indera disebut imaji. Tujuan penggambaran panca indera; penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan supaya pembaca masuk dan merasai pengalaman penyair yang diungkapkan dengan bahasa.Acapkali simbol atau lambang digunakan untuk menyatakan sesuatu di luar arti kata yang sebenarnya.Â
Puisi Sapardi Djoko Damono yang terkenal  berjudul "Aku ingin" kuat dengan lirik, imaji, simbol dan yang membacanya terbawa suasana dapat dijadikan contoh.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Penyair yang baik pasti memberikan sesuatu, mewariskan sesuatu sehingga puisi sebagai bagian dari sastra meminjam ungkapan-Radhar Panca Dahana yang diambilnya dari Horatius-filosof Yunani Kuno- bahwa sastra (baca: puisi) itu sejatinya dulce et utile (menyenangkan dan bermanfaat) dengan diiringi docere (memberi nikmat), andelectare(mengajar) dan movere (menggerakkan).
JR
Curup
21.03.2019
Taman Bacaan
Acep Zamzam Noor. Puisi dan Bulu Kuduk. Nuansa. 2011
Jan van Luxemburg, dkk. Pengantar Ilmu Sastra. Gramedia. Jakarta. 1989