Mohon tunggu...
Jamalludin Rahmat
Jamalludin Rahmat Mohon Tunggu... Penjahit - HA HU HUM

JuNu_Just Nulis_

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menggugat Kesarjanaan

23 Februari 2019   19:40 Diperbarui: 23 Februari 2019   20:18 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mahasiswa akan menulis dan membaca ketika membuat tugas atau makalah. Sebelas dua belas dengan dosen yang akan menulis jika naik pangkat, mau menulis hanya di jurnal-jurnal yang terindeks dengan bahasa yang rumit untuk dibaca. 

Seolah-olah berasumsi bahwa semakin rumit tulisan di mengerti dengan bahasa ilmiah maka semakin bagus. Jarang sekali menggunakan bahasa popular yang mudah di mengerti orang banyak. Menulis di media sosial, blog atau website tentang disiplin ilmu yang dimiliki dianggap merendahkan mutu keilmuan.  

Budaya baca sangatlah rendah dengan melihat keseharian mahasiswa di kampus. Jika budaya baca terbangun dengan baik maka di setiap tempat, di setiap sudut akan terlihat mahasiswa yang membaca buku ataupun jika memakai ukuran lain berupa perbandingan berapa banyakkah buku atau baju yang dimiliki oleh mahaiswa/i dan pun ukuran lain dapat digunakan. Belum lagi berbicara tentang kultur tulis yang mengalami penurunan mutu dan jumlah.

Budaya lisan lebih menyenangkan karena praktis dan tak membuat susah beda dengan menulis. Menulis butuh energi yaitu membaca serta berfikir dan tak ada jaminan ia akan selalu dimuat di koran-jika tujuan menulis itulah satu-satunya. Anehya, untuk makalah, tugas, skripsi dengan halaman yang banyak kemampuan menulis muncul secara tak sadar bukankah itu bukti bahwa sesiapa saja sebenarnya mampu untuk menulis namun diri tak pernah di paksakan untuk itu.

Ironis, kata inilah yang dapat dikemukakan melihat situasi yang terjadi saat ini. Tapi, keoptimisan dan keinginan memperbaikinya jangan surut tetaplah berjuang meskipun hadangan dapat saja muncul tak tahu dari siapa. Bagaimanapun, kultur mahasiswa/i adalah berdiskusi, membaca dan menulis karena dengan ketiga hal tersebut termasuk dosen-dengan tanpa menafikan peran penelitian, pengajaran dan pengabdian-ketersiratan tugasnya nampak bekasnya tanpa itu kesarjanaan dipertanyakan dan digugat.

Mengartikan Sarjana

Di Kamus Inggris-Indonesia karangan John M. Echols dan Hassan Shadily istilah sarjana dinyatakan dengan scholarship dan ia juga bermakna ilmu pengetahuan dan cendekiawan. (John M. Echols dan Hassan Shadily, 2005: 504). Sedangkan M. Dawam Rahardjo menyamakan sarjana dengan intelektual karena telah selesainya mereka menyelesaikan jenjang pendidikan perguruan tinggi atau ia juga disamakan dengan golongan terpelajar dan sekolahan yang sedang belajar.

Jika menilik kerja kesarjanaan tempo doeloe pada masa Soekarno, Hatta, M. Natsir dan pejuang kemerdekaan lainnya maka akan terlihat bahwa sejatinya perjuangan kebangkitan berawal dari kerja wacana yang bermula dari kata. Praksis wacana lewat kelompok/klub studi, kerja jurnalistik dan kesastraan menjadi tahap awal dari perjuangan mereka.

Kerja-Kerja Kesarjanaan 

Hatta, sejak 1924 terlibat aktif di Perhimpunan Indonesia (PI) berikut jurnalnya Indonesia Merdeka, seraya tak lupa menulis puisi-puisi patriotik. Soekarno, pada 1926 mendirikan Algemene Studieclub berikut jurnalnya, Indonesia Moeda. Saat yang sama ia juga aktif sebagai editor majalah Syarekat Islam, Bendera Islam (1924-1927), bahkan selama menjalani masa pembuangan, ia tak luput menulis naskah drama.

Sjahrir aktif juga di Perhimpunan Indonesia, dan kemudian berperan penting dalam jurnal Daulat Rakyat. Ia pun pemain sandiwara dengan pengetahuan yang luas di kesusastraan. Natsir mengikuti beberapa kelompok diskusi dan terlibat aktif di Persatuan Islam (Persis). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun