Sistem insentif seharusnya digunakan apabila terdapat timbal balik antara pemerintah dan masyarakat. Penurunan pajak hanya akan merugikan negara. Di sisi lain, masyarakat juga tidak bisa diasumsikan akan selalu miskin. Apalagi dalam sudut pandang properti, alih fungsi serta kepemilikan rentan terjadi terhadap area dengan insentif.
Maka dari itu, pada artikel ini saya ingin memberikan beberapa opini tentang bagaimana bentuk kontribusi penataan ruang yang mungkin dapat menekan angka kemiskinan.
Pertama, pemberantasan kemiskinan melalui penataan ruang dapat dilakukan dengan permainan ekonomi spasial. Biaya transportasi dapat ditekan dengan mengurangi jarak antara bangkitan dan tarikan. Maka dari itu, persebaran fasilitas menjadi program penting yang harus dipertimbangkan.Â
Bagaimana masyarakat bisa mengakses? Apa saja yang dibutuhkan masyarkaat? Berapa ongkos yang harus dibayar untuk mengakses? Pertanyaan tersebut menjadi prinsip yang dipegang dalam menentukan lokasi fasilitas. Pengaturan ini sebenarnya bisa juga ditanamkan dalam pengaturan zoning. ITBX harus dirancang dengan teliti agar perizinan pembangunan fasilitas dapat dipermudah.
Kedua, pengadaan transportasi umum. Transportasi umum sudah menjadi impian bagi para perencana kota. Transportasi umum harusnya bisa menjadi mobilitas utama dibandingkan kendaraan pribadi.Â
Selain dapat menekan biaya mobilitas, transportasi umum juga dapat menekan emisi karbon yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Pembentukan jaringan tranportasi umum dapat mempertimbangkan daerah-daerah yang rentan. Rentan berkembang menjadi kawasan kumuh ataupun Urban Sprawl.
Ketiga, kesinambungan dengan RDTR sekitarnya. RDTR yang tidak dikerjakan secara bersamaan sering kali membawa egonya masing masing. Perkembangan serta kebutuhan di suatu wilayah RDTR bisa ditangkap dan dilanjutkan oleh RDTR wilayah sebelahnya. Dengan terbatasnya ruang, perkembangan dan kebutuhan permukiman tidak bisa dipaksakan berada di di dalam wilayah itu sendiri. Maka dari itu, dibutuhkan integrasi antara RDTR dan mulai melihat kebutuhan ekonomi secara wilayah bukan dibatasi oleh batas administratif dan batas perencanaan.
Keempat, pengaturan zoning yang mendukung program penataan permukiman kumuh. Pengaturan zoning tidak bisa hanya bersifat "defensif" atau mempertahankan kondisi yang ada. Fungsi perencanaan juga memberikan gambaran bagaimana kawasan tersebut harus dibentuk kedepannya. Penataan permukiman kumuh juga tentunya mempertimbangkan kebijakan yang berlaku di wilayah tersebut. Maka dari itu, pengaturan zoning harus bersifat futuristik dan selaras dengan bagaimana gambaran penataan permukiman kumuh wilayah tersebut kedepannya.
Pengentasan kemiskinan tidak bisa melalui pendekatan karitatif atau bersifat memberi kasih sayang. Sederhananya, memberikan bantuan secara sepihak. Masyarakat akan terlena dengan bantuan dan hanya daya beli masyarakat yang meningkat namun tidak dengan produktifitas dan pendapatan aslinya.Â
Di sisi lain, pemerintah tidak bisa selamanya memberikan bantuan. Apalagi pemberian bantuan secara tunai memiliki isu sendiri seperti ketidaktepatan serta perbedaan jumlah kebutuhan. Program pengentasan kemiskinan harus timbal balik antara pemerintah dan masyarakat. Program tersebut juga harus berperan sebagai stimulus. Stimulus yang menciptakan ruang bagi masyarakat untuk lebih mudah produktif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H