Mohon tunggu...
Fakhraen Fasya
Fakhraen Fasya Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota - UNIVERSITAS JEMBER

Seorang mahaswa dengan antusiasme ilmu perencanaan. Mendalami ilmu analisa spasial berbasis GIS.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Segregasi Permukiman di Perkotaan, Apakah Karena Income Saja?

5 Oktober 2022   21:57 Diperbarui: 5 Oktober 2022   22:10 1746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menurut bayer (2001) segregasi merupakan ekspresi dari kesenjangan sosial di dalam wilayah kota yang ditujukan dengan adanya pemisahan masyarakat di daerah pemukiman tertentu karena kebijakan, perbedaan kondisi sosial ekonomi, etnis maupun ras. Segregasi merupakan kebalikan dari kata integrasi yang berarti bersama, berbaur, bersatu. 

Segregasi diartikan sebagai pemisahan, pembatasan. Segregasi menjadi negatif ketika kata tersebut disandingkan dengan salah satu komponen perkotaan yaitu permukiman. Segregasi permukiman merupakan ide pemisahan tipologi permukiman berdasarkan suatu karateristik masyarakat. Karakteristik tersebut biasanya berasal dari etnis, ras, serta kemampuan ekonomi.

Segregasi sendiri disebabkan oleh beberapa hal seperti, perbedaan gaya hidup, perbedaan daya beli, dan perbedaan kepentingan. Namun, penyebab utamanya adalah perbedaan sosial-ekonomi didalam masyarakat. Kota sendiri memiliki ciri-ciri masyarakat yang heterogen, disisi lain manusia adalah makhluk sosial yang senang untuk berkumpul dan berkomunal yang menyebabkan masyarakat cenderung berkumpul dengan orang-orang yang senasib, sepemikiran, atau memiliki karakteristik yang sama. Hal ini menyebabkan masyarakat kota menginginkan eksklusifitas permukiman. Eksklusifitas yang memiliki standar dan menyaring orang-orang agar memenuhi standar.

Dalam konteks ruang kota, segregasi dapat terjadi pada persebaran permukiman. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari tipologi persebaran dan bentuk bangunan. Segregasi membentuk pola permukiman kota layaknya Euclidean Zoning. Euclidean Zoning sendiri adalah pemisahan lahan berdasarkan tipe residensial, komersial, industrial dan lain lain. 

Pemisahan tersebut biasanya dilatarbelakangi oleh kebutuhan guna lahan yang berbeda-beda sehingga membutuhkan upaya aglomerasi agar hubungan antar kegiatan lebih efisien. Konsep ini memiliki nilai tambah apabila diterapkan antar tipe guna lahan. Namun, jika berbicara dengan pemisahan permukiman yang berdasarkan tipologi bangunannya. Maka, nilai tambah malah tidak didapatkan melainkan hanya memperburuk citra dan ruang sosial di dalam kota.

Salah satu kota yang mengalami segregasi permukiman adalah Detroit, Michigan. Bahkan di beberapa media kota ini menjadi kota yang paling tersegregasi di United States. Segregasi terjadi kepada persebaran tempat tinggal untuk orang kulit putih dan orang kulit hitam. Dilatarbelakangi oleh kejadian pada 1967 dimana terjadi kerusuhan dan kekerasan akibat polisi yang menahan orang dengan ras afrika-amerika. 

Selama beberapa dekade orang kulit hitam telah dikurung di bagian kecil kota, menciptakan ketegangan yang merupakan awal dari kemarahan yang meletus. Pada tahun 1970, 8 Mile adalah batas ras yang nyata. Warren, yang berbatasan dengan Detroit di sepanjang jalan ikonik itu, memiliki lebih dari 179.000 orang pada tahun 1970 tetapi hanya 132 orang kulit hitam. 

Sejak saat itu, permukiman untuk orang kulit hitam semakin terpusat. Hal ini dapat dilihat dari rasio antara orang kulit putih dan kulit hitam di kawasan tersebut. persebaran orang kulit hitam cenderung terpusat di tenggara kota.

Berpindah ke benua lain yaitu Afrika. Lebih tepatnya adalah South Africa. Adanya politik apartheid yaitu sebuah sistem pemisahan ras yang diterapkan oleh pemerintah kulit putih di Afrika Selatan pada sekitar awal abad ke-20 menjadi penyebab utama segregasi di South Afrika. Dalam bahasa resmi Afrika Selatan, apartheid adalah Aparte Ontwikkeling yang berarti perkembangan yang terpisah. 

Latar belakang munculnya masalah apartheid adalah kemunculan bangsa Eropa yang mulai menduduki wilayah Afrika yang disusul dengan diskriminasi berdasarkan suku dan ras. Dampaknya, orang-orang kulit hitam Afrika Selatan seperti terbuang dari negerinya sendiri. Dari aspek budaya, budaya orang kulit hitam Afrika Selatan dianggap sebagai budaya rendahan dibandingkan dengan budaya orang kulit putih sendiri.

Terjadi dua segregasi permukiman yang terjadi disini yaitu pemisahan anatara orang kulit putih dan hitam, serta pemisahan antara ras berdasarkan bahasa. Pemisahan bahasa atau Linguistic Zoning dilakukan guna "Menjamin penyederhanaan dan peningkatan pendidikan anak-anak dalam bahasa rumah; untuk menjaga disiplin suku; untuk membantu berfungsinya otoritas Bantu (Hitam) secara efisien; untuk menyederhanakan kontrol kota; dan untuk menciptakan kehidupan yang lebih harmonis di antara orang Bantu" (De Swardt 1970:597).

Setelah mengenal segregasi berdasrkan ras dan bahasa, terdapat segregasi berdasarkan penghasilan yang terjadi pada kota-kota di Texas, US. Selama 30 tahun terakhir, San Antonio, Houston, dan Dallas telah tumbuh menjadi kota yang paling terpisah secara ekonomi di negara ini. 

Orang-orang berpenghasilan tinggi di San Antonio dan sekitarnya lebih suka untuk tinggal di antara mereka sendiri daripada di wilayah metropolitan utama AS lainnya. Ini menempati urutan ketiga di ujung lain skala, dengan 38 persen penduduk berpenghasilan rendah terkonsentrasi di daerah-daerah di mana mayoritas juga miskin. Houston dan Dallas berada tepat di belakang San Antonio di kedua metrik tersebut.

Dengan semakin terkenalnya negara bagian Texas, urbanisasi semakin kencang yang meningkatkan jumlah penduduk disanan. Kebanyakan pendatang bergantung pada pekerjaan dengan keterampilan rendah dan berupah rendah. Akibatnya, terjadi peningkatan segregasi ekonomi yang sangat luas dan mempengaruhi pembangunan ekonomi, pendidikan dan kebijakan publik lainnya. Bentuk persebaran tersebut adalah sentralitas, dimana orang kaya akan tinggal di tengah dan akan semakin terdegradasi seiring jarak. Mereka yang terjebak di lingkungan miskin lebih sulit mengakses sekolah, pekerjaan, dan transportasi yang baik, kerugian yang bisa menjadi multigenerasi.

Dapat disimpulkan bahwa segregasi dapat terbentuk karena perbedaan ras, ekonomi, dan bahasa. Mereka memiliki latar belakang sendiri baik karena kebijakan yang mengarah kepada keuntungan aglomerasi maupun diskriminasi sosial yang ada dimasyarakat. Perbedaan dalam kota memang sangat banyak. Hal ini yang menyebabkan kota dikenal dengan heterogenitas penduduknya. Namun, biasanya perbedaan terseut memicu terjadinya akululturasi berbagai budaya dan melahirkan budaya baru yang dapat menampung semua budaya lainnya.

Dalam pengelolaan kota, pembangunan dikendalikan oleh pemerintahan. Pemerintah membuat sistem baik perizinan, perencanaan, dan perancangan terhadap setiap meter lahan yang menjadi tanggung jawabnya. Apabila pemerintah memiliki kuasa penuh terhadap pengendalian penggunaan lahan, seharusnya segregasi tidak memiliki ruang didalamnya. 

Namun, sistem kapitalis memberikan kelonggaran dan fleksibilitas dalam pembangunan sehingga hak serta kebebasan dapat tercipta untuk amsyarakat. Sistem ini menjadi baik apabila kebebasan tersebut masih sesuai dengan norma dan nilai yang baik dalam pembangunan. Nyatanya, pembangunan sering kali di intervensi oleh kepentingan oknum tertentu yang memegang kekuatan finansial. Hal ini lah yang menjadi penyebab masih adanya segregasi didalam kota.

Di Indonesia, kebijakan mengenai pengendalian penggunaan lahan diatur dalam kebijakan tata ruang, yang biasanya disebut RTRW dan RDTR. Kebijakan makro disusun pada RTRW dan di detailkan pada RDTR. Didalam RDTR, terdapat zoning yang berlaku. Zoning tersebut memberikan arahan penggunaan lahan suatu kawasan. 

Sebagai contoh pemrukiman diberi kode R dan terklasifikasi berdasrsakan kepadatannya. Konsep zoning ini juga cukup rentan untuk dimanfaatkan oleh oknum untuk menciptakan sebuah segregasi. Maka dari itu, para perencana harus memiliki integritas yang kuat sebagai penata kota. Namun, zoning sendiri tidak cukup untuk untuk mengatasi segregasi. Zoning pun memiliki fleksibilitas yang disebut, teknik pengaturan zoning.

Sistem tersebut digunakan agar memberikan fleksibilitas di lapangan apabila terdapat opsi yang lebih menguntungkan. Fleksibilitas inilah yang juga dapat menjadi benih segregasi. Maka dari itu, sistem tersebut juga perlu perhatian dan pertimbangan yang matang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun