Mohon tunggu...
Fakhraen Fasya
Fakhraen Fasya Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota - UNIVERSITAS JEMBER

Seorang mahaswa dengan antusiasme ilmu perencanaan. Mendalami ilmu analisa spasial berbasis GIS.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Urban Growth Boundaries (UGB), Solusi terhadap Urban Sprawl, Namun Kelangkaan atas Lahan

21 September 2022   22:40 Diperbarui: 21 September 2022   22:43 898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebagai respon dari adanya kebutuhan lahan yang semakin meningkat dan harga lahan yang terus naik hingga pada perbatasan kota dan persawahan dilakukanlah konsep pembangunan berupa vertical building.

Perencanaan dan penataan ruang memegang peran penting dalam mengoptimalkan konsep UGB. Konsep UGB berpotensi menekan isu tata ruang namun menimbulkan isu perekonomian

Sebaik apapun kebijakan yang diterapkan berupa Urban Growth Boundaries (UGB) seperti yang diterapkan di Portlandia masih terdapat konsekuensi terhadap supply dan demand pada lahan. Ketika kita berpikir membatasi pertumbuhan perkotaan akan mencegah terjadinya sprawl pada wilayah disekitarnya ini adalah kesalahan besar. Karena yang mungkin terjadi adalah masyarakat akan memilih lokasi dengan harga lahan yang lebih murah dan terjangkau pada tempat yang lebih terpencil dan tidak terlalu jauh dari kota. Maka dari itu dibutuhkan regulasi-regulasi lainnya terutama yang dapat menekan kenaikan harga lahan serta meningkatkan inklusifitas ruang.

Regulasi tersebut antara lain seperti pengoptimalan kapasitas lahan menggunakan vertical building dan juga Mix-Landuse. Penguatan pengendalian terhadap kekuasaan swasta dalam real estate. Pemberian subsidi juga dapat dilakukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat namun harus diiringi dengan pengendalian kelompok sasaran agar menjadi investasi tenaga kerja yang produktif. Jaringan transportasi komuter harus dibentuk agar masyarakat tidak "terisolasi".

Indonesia sendiri, urban sprawl menjadi isu krusial di dunia tata kota. Semakin banyak konversi lahan pertanian menjadi non pertanian. Hal ini salah satunya diakibatkan ketegasan serta sistem penerapa perencanaan dalam pengelolaan kota.

Pembatasan atau pengaturan tata ruang diatur dalam dokumen perencanaan. Dokumen yang menampung batasan sedetail itu adalah RDTR.

Namun penyusunan RDTR biasanya didahulukan terhadap daerah perkotaan. Hal ini benar dikarenakan urgensi perkotaan yang memiliki dinamika perubahan serta mengandung komponen komponen vital kota. Tetapi hal tersebut menyebabkan tidak adanya pengaturan tegas di kawasan di luar kawasan perencanaan. 

Penetapan RDTR dapat menjadi stimulus untuk urban sprawl. Pengaturan tata ruang tersebut meningkatkan nilai lahan serta mengurangi pengaruh swasta didalamnya. Swasta (developer) yang tentunya tetap ingin menanggapi kebutuhan perumahan dan bangunan lainnya kemungkinan akan berpindah di luar kawasan perencanaan tersebut.

Lalu bagaimana jika indonesia menerapkan UGB? Apakah efektif? Apakah mampu? Melihat karakteristik dari kecenderungan masyarakat yang lebih suka memiliki lahan pribadi dibandingkan tinggal di vertical building, isu penyelewengan wewenang yang didasari kepentingan pribadi, serta daya beli masyarakat yang masih kurang. Masih belum terlihat kalau UGB adalah solusi yang tepat saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun