Mohon tunggu...
FAKHRA SHIBNIFADHILA
FAKHRA SHIBNIFADHILA Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

FAKHRA SHIBNI FADHILA NIM: 43119010208 FAKULTAS : MANAJEMEN JURUSAN :EKONOMI DAN BISNIS DOSEN : Apollo, Prof. Dr, M.Si. AK. Universitas Mercubuana jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membongkar Mitos Epos Klasik: Tantalus, Sisyphus dan Ixion

18 Juni 2023   16:19 Diperbarui: 18 Juni 2023   16:41 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Introduksi tentang mitos dan epos klasik sebagai bagian tak terpisahkan dari warisan sastra dunia. Kemudian, perkenalkan tiga tokoh sentral dalam artikel ini: Tantalus, Sisyphus, dan Ixion. Mitos Tantalus memiliki akar sejarah dalam mitologi Yunani kuno.

MITOS TANTALUS

Tantalus adalah seorang raja yang tinggal di wilayah Lydia, di Asia Kecil. Ia terkenal karena memiliki hubungan dekat dengan para dewa Olympian, termasuk Zeus, raja para dewa. Namun, Tantalus jatuh ke dalam dosa besar. Ia memutuskan untuk menguji pengetahuan para dewa dan memperlihatkan mereka sejauh mana mereka bisa melihat ke dalam kehidupan manusia. Tantalus membunuh putranya, Pelops, dan menyiapkan hidangannya di meja makan para dewa. Zeus adalah satu-satunya yang menyadari bahwa hidangan tersebut terbuat dari daging manusia.

Akibat perbuatannya yang mengerikan ini, Tantalus dihukum secara kekal. Ia dikurung di Tantalis, suatu tempat di dunia bawah, di antara surga dan neraka. Di sana, Tantalus ditempatkan dalam siksaan yang tidak pernah berakhir. Ia dikelilingi oleh pohon-pohon buah yang menggoda dan air yang jernih, namun setiap kali ia mencoba untuk memakan atau meminumnya, mereka menjauh darinya. Tantalus terjebak dalam keadaan kelaparan dan kehausan abadi, tanpa pernah merasakan kenikmatan itu. 

Mitos Tantalus menjadi simbol ketidakpuasan dan keinginan yang tidak terpuaskan. Ia mewakili kutukan abadi yang dijatuhkan pada mereka yang melampaui batas dan mengganggu hubungan dengan para dewa. Kisahnya juga menggambarkan betapa sulitnya memuaskan keinginan manusia yang tidak pernah terpuaskan sepenuhnya. Mitos Tantalus memberikan pelajaran moral tentang pentingnya mematuhi aturan dan batasan yang ditetapkan oleh kekuatan yang lebih tinggi.

Kisah asal mula kutukan Tantalus bermula dari tindakan keji yang dilakukannya terhadap putranya, Pelops, dan upaya pengujian terhadap para dewa. Tantalus mengundang para dewa ke dalam istananya dan menyajikan hidangan yang terbuat dari daging Pelops. 

Dalam beberapa versi mitos, Tantalus ingin menguji pengetahuan para dewa, sementara versi lain menyebutkan bahwa ia memang memiliki niat jahat untuk mempermalukan dan mencoba menipu para dewa. Tindakan Tantalus ini sangat kejam dan melanggar hukum suci. Hanya Zeus yang sadar akan kejahatan ini dan ia menghukum Tantalus dengan cara yang sangat berat. Sebagai hukuman, Tantalus dijatuhkan ke dalam siksaan yang tidak pernah berakhir di Tantalis, tempat antara surga dan neraka.

Alasan di balik kutukan Tantalus adalah sebagai pembalasan atas tindakan kejam dan melampaui batas yang dilakukan olehnya. Dengan membunuh dan mempersembahkan daging putranya kepada para dewa, Tantalus melanggar prinsip-prinsip moral dan tabu yang ada dalam masyarakat. Tindakannya adalah penghinaan terhadap hubungan manusia dengan para dewa, yang pada gilirannya melanggar tatanan alam semesta. Hukuman yang diberikan pada Tantalus mencerminkan keadilan dan balasan yang diberikan oleh Zeus. 

Kutukan untuk selalu merasakan kelaparan dan kehausan yang tak terpuaskan menggambarkan ironi dan keputusasaan yang ia alami sebagai akibat dari perbuatannya yang kejam. Dalam mitologi Yunani, kutukan ini menjadi simbol pelajaran moral bahwa tindakan-tindakan yang melanggar hukum alam semesta dan mempermalukan para dewa akan berujung pada siksaan dan penderitaan yang tak terbatas.

Siksaan yang dialami oleh Tantalus adalah siksaan yang tak terpuaskan dan menyiksa secara mental. Ia berada di dalam Tantalis, suatu tempat yang terletak di antara surga dan neraka, di dunia bawah. Dalam mitologi Yunani, siksaan ini menjadi salah satu contoh hukuman yang paling mengerikan.

Tantalus ditempatkan di tepi sungai yang mengalir dengan air yang jernih. Ia merasakan rasa haus yang tak tertahankan, namun setiap kali ia mencoba meminum air tersebut, sungai itu surut begitu saja dan airnya menghilang. Dalam beberapa versi mitos, ranting pohon juga digunakan untuk menggambarkan siksaan ini. Tantalus melihat buah-buah yang menggoda tergantung di atas kepalanya, dekat dengan bibirnya, tetapi setiap kali ia mencoba untuk memetik atau memakan buah itu, rantingnya menjauh dan buah-buah itu tidak dapat ia raih.

Siksaan Tantalus yang tak terpuaskan ini mencerminkan ironi yang pahit. Ia selalu dihadapkan pada apa yang begitu dekat dan tampaknya bisa dinikmati, tetapi ia tidak pernah berhasil memenuhi keinginannya. Rasa haus dan lapar yang tidak pernah terpuaskan menimbulkan rasa putus asa dan frustasi yang tidak pernah berakhir. Siksaan ini memiliki pesan moral yang kuat, mengajarkan tentang konsekuensi dari perbuatan jahat dan keinginan yang tidak terkendali. Tantalus dipenjara dalam keinginannya sendiri yang tidak dapat terpenuhi, mengingatkannya akan dosa dan kesalahannya yang tak terampuni.

Siksaan Tantalus yang tak terpuaskan juga mengilustrasikan pentingnya ketaatan terhadap hukum dan batasan yang ditetapkan oleh para dewa. Melanggar aturan dan melampaui batas dapat mengakibatkan penderitaan yang tidak ada habisnya. Dalam konteks mitologi Yunani, siksaan Tantalus menjadi peringatan akan bahaya mempermalukan para dewa dan melanggar hukum alam semesta.

Interpretasi mitos Tantalus dalam konteks filsafat dan psikologi mengungkapkan beberapa pemahaman yang menarik tentang kondisi manusia dan sifat manusia itu sendiri. Berikut adalah beberapa interpretasi yang mungkin ditemukan dalam pemikiran filsafat dan psikologi:

Ketidakpuasan manusia: Mitos Tantalus menggambarkan ketidakpuasan manusia yang tak terpuaskan. Tantalus selalu berusaha memenuhi keinginannya, tetapi ia tidak pernah merasa puas. Hal ini dapat dihubungkan dengan pandangan bahwa manusia secara alamiah cenderung mencari kepuasan dan kebahagiaan, namun seringkali tidak dapat mencapainya. Dalam konteks ini, mitos Tantalus menjadi gambaran tentang keinginan yang tidak pernah terpuaskan dalam hidup manusia.

Siksaan batin dan keinginan yang tidak terpenuhi: Siksaan Tantalus yang tidak pernah terpuaskan dapat diartikan sebagai penderitaan psikologis yang timbul akibat keinginan yang tidak dapat terpenuhi. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sering mengalami keinginan yang tidak dapat terwujud, sehingga menciptakan rasa kekecewaan, frustrasi, dan keputusasaan. Interpretasi ini mengajarkan tentang pentingnya menerima keterbatasan dan mengelola keinginan-keinginan yang tidak realistis.

Pelanggaran moral dan rasa bersalah: Tantalus dihukum karena perbuatan jahatnya terhadap putranya sendiri. Dalam perspektif psikologi, mitos ini menggambarkan rasa bersalah yang mendalam dan penderitaan batin yang timbul akibat pelanggaran moral. Tantalus mewakili individu yang hidup dalam penyesalan dan penderitaan akibat kesalahan yang disengaja atau tidak disengaja yang dilakukan dalam kehidupan.

Ambisi dan ketamakan manusia: Tantalus juga dapat dipahami sebagai simbol ambisi dan ketamakan manusia yang tidak terkendali. Keinginan Tantalus untuk menguji para dewa dan mencoba menipu mereka melambangkan ambisi yang melebihi batas dan ketamakan yang berlebihan. Interpretasi ini mengajarkan tentang pentingnya kesederhanaan, pengendalian diri, dan memahami batasan-batasan yang ada dalam kehidupan.

Interpretasi mitos Tantalus dalam konteks filsafat dan psikologi memberikan sudut pandang yang mendalam tentang kondisi manusia, keinginan yang tidak terpuaskan, rasa bersalah, dan ambisi yang berlebihan. Mitos ini mengundang kita untuk merenungkan hubungan manusia dengan keinginan dan ketidakpuasan, serta pentingnya menerima batasan-batasan yang ada dalam kehidupan. Mitos Tantalus memiliki dampak dan pengaruh yang signifikan dalam budaya dan sastra, baik dalam periode klasik maupun di era modern. Berikut adalah beberapa contoh dampak dan pengaruh mitos Tantalus:

Pengaruh dalam seni dan sastra klasik: Mitos Tantalus sering muncul dalam seni dan sastra klasik Yunani-Romawi. Kisahnya menjadi subjek lukisan dan relief, serta diabadikan dalam puisi kuno seperti karya Ovidius, Seneca, dan Euripides. Mitos Tantalus menginspirasi seniman dan penyair untuk menggambarkan konsekuensi tindakan jahat, ketidakpuasan manusia, dan pelanggaran moral dalam karya-karya mereka.

Metafora dalam bahasa dan sastra modern: Mitos Tantalus telah menjadi metafora yang digunakan dalam bahasa dan sastra modern. Ungkapan "tantalizing" (menggoda) berasal dari mitos ini, merujuk pada sesuatu yang tampak sangat menarik namun tidak dapat dicapai atau dinikmati sepenuhnya. Mitos Tantalus juga digunakan sebagai alat naratif untuk menggambarkan ketidakpuasan, kekecewaan, dan kegagalan dalam karya sastra modern.

Pengaruh dalam filsafat dan psikologi: Mitos Tantalus memberikan kontribusi penting dalam pemikiran filsafat dan psikologi. Konsep ketidakpuasan manusia, keinginan yang tidak terpuaskan, dan rasa bersalah menjadi tema yang dijelajahi dalam konteks pemikiran filosofis dan psikologis. Mitos ini juga memberikan inspirasi bagi para pemikir untuk membahas tentang ambisi yang berlebihan, keinginan yang tidak realistis, dan konsekuensinya dalam kehidupan manusia.

Referensi dalam budaya populer: Mitos Tantalus sering kali diadaptasi dan dijadikan referensi dalam budaya populer, termasuk film, musik, dan literatur modern. Contohnya, dalam novel dan film populer seperti "The Lovely Bones" karya Alice Sebold, mitos Tantalus digunakan untuk menggambarkan rasa penyesalan dan siksaan batin yang dialami oleh karakter-karakter utama. Dengan demikian, mitos Tantalus memiliki pengaruh yang meluas dalam budaya dan sastra, dari masa klasik hingga zaman modern. Kisahnya tentang ketidakpuasan manusia, pelanggaran moral, dan siksaan yang tak terpuaskan terus memberikan inspirasi dan makna bagi para seniman, penulis, dan pemikir sepanjang sejarah.

MITOS SISYPHUS

Mitos Sisyphus adalah salah satu kisah yang terkenal dalam mitologi Yunani kuno. Kisah ini menceritakan tentang Sisyphus, seorang raja yang dihukum oleh para dewa karena perbuatan jahatnya. Mitos Sisyphus sering kali dianggap sebagai simbol usaha yang sia-sia dan kehidupan yang tanpa arti. Dalam mitos ini, Sisyphus dikatakan sebagai seorang raja yang cerdik dan licik. Ia terkenal karena keahliannya dalam memanipulasi dan mengelabui orang lain. Salah satu perbuatan jahatnya yang paling terkenal adalah ketika ia menculik dewi Thanatos, personifikasi dari kematian, dan mengurungnya selama beberapa waktu. Akibatnya, selama Thanatos terkurung, tidak ada orang yang bisa mati, dan kehidupan menjadi kacau. Para 

dewa akhirnya berhasil membebaskan Thanatos dan sebagai hukuman atas perbuatannya, Sisyphus dihukum dengan siksaan yang abadi.

Siksaan yang dialami oleh Sisyphus adalah menggulung batu besar ke puncak bukit, hanya untuk melihat batu itu berguling kembali ke bawah setiap kali mendekati puncak. Sisyphus terperangkap dalam siklus yang tidak pernah berakhir, di mana ia dipaksa untuk terus-menerus mengulangi tugas yang sia-sia dan tak ada artinya.

Mitos Sisyphus menjadi metafora yang kuat dalam pemikiran filosofis dan eksistensial. Albert Camus, seorang filsuf Prancis, menggambarkan Sisyphus dalam karyanya yang terkenal, "The Myth of Sisyphus", di mana ia mengeksplorasi tema kehidupan yang tanpa arti dan perjuangan yang tak berujung. Sisyphus menghadapi tantangan yang tidak mungkin diatasi dan tetap melanjutkan upayanya meskipun mengetahui bahwa hasilnya akan selalu sia-sia. Dalam pemikiran Camus, Sisyphus menjadi simbol pemberontakan dan penolakan terhadap kehidupan yang absurd.

Mitos Sisyphus memberikan gambaran yang kuat tentang perjuangan manusia yang tak berujung, ketidakpuasan, dan eksistensi yang penuh tantangan. Kisah ini menantang kita untuk mempertanyakan arti dan tujuan hidup, serta mempertimbangkan bagaimana kita menanggapi perjuangan dan kehidupan yang terasa sia-sia. Perjalanan hidup Sisyphus dimulai sebagai seorang raja yang cerdik dan licik. Ia memperoleh reputasi atas keahliannya dalam manipulasi dan penipuan. Salah satu tindakan yang paling terkenal dalam kehidupannya adalah ketika ia menculik dewi Thanatos, personifikasi dari kematian.

Motif di balik penculikan Thanatos bervariasi dalam berbagai versi mitos. Dalam satu versi, Sisyphus ingin memperpanjang hidupnya sendiri dan mencoba menghindari ajalnya dengan menangkap Thanatos. Dalam versi lain, ia melakukan tindakan ini untuk membalas dendam terhadap para dewa, yang ia anggap tidak adil terhadap dirinya. Dalam setiap versi, tindakan ini sangat melanggar hukum alam dan tatanan yang ada.

Dampak dari tindakan tersebut sangat signifikan. Ketika Thanatos terkurung, tidak ada orang yang bisa mati. Dunia menjadi kacau karena tidak ada ketertiban alami dalam siklus kehidupan dan kematian. Oleh karena itu, para dewa akhirnya mengintervensi dan membebaskan Thanatos dari penjara yang dijebloskan oleh Sisyphus.

Sebagai hukuman atas perbuatannya yang jahat, para dewa menjatuhkan kutukan kepada Sisyphus. Ia dihukum untuk selamanya menggulung batu besar ke puncak bukit, hanya untuk melihat batu itu berguling kembali ke bawah setiap kali mendekati puncak. Tugas ini diulang-ulang secara tak berujung, menuntut upaya yang sia-sia dan tanpa hasil yang berarti.

Kutukan ini mencerminkan ironi dan keputusasaan yang dialami oleh Sisyphus. Ia dihadapkan pada tugas yang tidak mungkin diselesaikan, menjadikan hidupnya terperangkap dalam siklus yang tidak pernah berakhir. Hal ini juga menjadi penghukuman yang sesuai dengan tindakannya yang melanggar hukum alam dan mengganggu keseimbangan kehidupan.

Perjalanan hidup Sisyphus menunjukkan konsekuensi dari tindakan yang melanggar hukum dan moral. Ia memperoleh reputasi dan kekuasaan melalui manipulasi dan penipuan, namun pada akhirnya mendapatkan kutukan yang menghancurkan dan mengisolasi dirinya. Kisah ini mengajarkan pelajaran moral tentang pentingnya menjunjung tinggi hukum alam dan menghormati tatanan yang ada dalam kehidupan manusia.

Tugas abadi Sisyphus yang sia-sia adalah sebuah mitos klasik yang berasal dari tradisi Yunani kuno. Menurut mitos ini, Sisyphus, seorang raja di Korintus, dihukum oleh para dewa untuk menggulung batu yang berat ke puncak bukit, hanya untuk melihat batu itu jatuh kembali ke dasar, dan dia harus mengulang tugas tersebut secara terus-menerus, tanpa pernah mencapai tujuan yang diinginkan.

Dalam konteks eksistensialisme, mitos Sisyphus menjadi interpretasi yang kuat tentang kondisi manusia. Menurut filsuf Prancis Albert Camus, Sisyphus merupakan simbol paradoks kehidupan manusia. Seperti Sisyphus, manusia dihadapkan pada tugas-tugas yang tidak memiliki tujuan intrinsik atau makna yang jelas. Kita hidup dalam dunia yang tidak memiliki makna inheren, dan dalam menghadapi kenyataan ini, manusia dihadapkan pada tantangan untuk mencari makna dan tujuan hidupnya sendiri.

Camus menggambarkan Sisyphus sebagai pahlawan absurd yang menghadapi kondisi yang sia-sia namun tetap bertahan. Meskipun tugasnya tidak memiliki arti atau tujuan yang tercapai, Sisyphus terus melakukannya dengan tekun dan semangat. Dalam persepsi Camus, ketika Sisyphus turun dari bukit setelah batu jatuh.

MITOS IXION

Mitos Ixion berasal dari mitologi Yunani dan berkaitan dengan tokoh Ixion, seorang raja Thessalia. Latar belakang mitos ini dimulai ketika Ixion melakukan pengkhianatan terhadap para dewa dan menjamu Hera, istri Zeus, dengan maksud jahat. Namun, Hera mengetahui rencana jahat Ixion dan menciptakan tiruan dirinya sendiri. Ixion, yang tergoda oleh tiruan Hera, memperkosa tiruan tersebut, yang merupakan tindakan yang sangat melanggar norma dan menghina para dewa.

Dalam perangkap yang mengakibatkan kutukan Ixion, ketika Ixion melakukan perbuatan terlarang tersebut, Zeus menghukumnya dengan cara memasukkan Ixion ke dalam perangkap yang tidak dapat dia lepaskan. Ixion diikat pada roda yang terus berputar di angkasa, sebagai simbol dari siklus yang tak berujung. Ixion dihantui oleh roda itu, selalu berputar namun tidak pernah sampai pada titik akhir atau pembebasan.

Ixion memiliki keterkaitan yang kuat dengan konsep kejahatan, pengkhianatan, dan dosa. Tindakan pengkhianatan dan pelanggaran moral Ixion terhadap para dewa, terutama perbuatan keji yang dilakukan terhadap tiruan Hera, menunjukkan keengganan Ixion untuk menghormati batas-batas yang diberikan oleh hukum alam atau ketertiban kosmos. Dalam mitos ini, Ixion menjadi perwujudan kejahatan moral dan pengkhianatan, dan siksaan yang dia terima merupakan hukuman yang adil atas dosa-dosanya.

Dalam konteks moralitas dan perenungan, mitos Ixion mengajarkan tentang pentingnya menjaga prinsip-prinsip etika dan mematuhi tatanan yang telah ditetapkan. Ixion adalah contoh yang jelas tentang konsekuensi yang mengerikan dari pelanggaran moral dan pengkhianatan terhadap hukum alam atau norma sosial. Mitos ini mengingatkan kita akan pentingnya bertanggung jawab atas tindakan kita dan menerima konsekuensi yang timbul dari tindakan-tindakan yang salah.

Dalam sastra klasik, mitos Ixion sering dijadikan contoh yang kuat tentang dosa, kejahatan, dan pengkhianatan. Penulis-penulis seperti Ovid dan Pausanias sering menggambarkan kisah Ixion dalam karya-karya mereka. Pengaruh mitos Ixion juga dapat ditemukan dalam karya-karya sastra modern, di mana tema pengkhianatan dan pelanggaran moral sering kali digambarkan dengan referensi atau analogi terhadap mitos ini.

KESIMPULAN

Tantalus, Sisyphus, dan Ixion adalah tokoh-tokoh dalam mitologi Yunani yang memiliki kesamaan dalam mengalami siksaan yang berulang dan sia-sia. Namun, mereka memiliki perbedaan esensial dalam kisah dan pesan moral yang mereka sampaikan.

Tantalus: Tantalus adalah seorang raja yang dihukum oleh para dewa karena pengkhianatan dan kejahatan yang dilakukannya. Dia dihukum dengan dilemparkan ke dalam Hades, tempat yang penuh dengan penderitaan. Di sana, Tantalus disiksa dengan rasa haus dan lapar yang tak terpuaskan. Air dan buah-buahan yang terlihat menggoda selalu menjauh darinya ketika dia mencoba untuk meraihnya.

Tema yang muncul dalam mitos Tantalus meliputi pengkhianatan, pelanggaran moral, dan hukuman yang sesuai dengan dosa. Pesan moralnya adalah bahwa pelanggaran terhadap norma dan pengkhianatan terhadap para dewa tidak akan terhindarkan dari hukuman yang setimpal.

Sisyphus: Sisyphus adalah raja Korintus yang dihukum oleh para dewa untuk menggulung batu yang berat ke puncak bukit, hanya untuk melihat batu tersebut jatuh kembali ke dasar, dan dia harus mengulangi tugas tersebut tanpa henti. Tugasnya yang sia-sia menggambarkan kehidupan manusia yang terus berulang tanpa makna yang jelas atau tujuan yang tercapai.

Tema yang muncul dalam mitos Sisyphus adalah kehidupan yang sia-sia, usaha yang tak berujung, dan eksistensi yang penuh dengan tantangan. Pesan moralnya adalah bahwa meskipun hidup kita mungkin terasa sia-sia, kita harus terus bertahan dan mencari makna dalam kehidupan kita sendiri.

Ixion: Ixion adalah seorang raja Thessalia yang melakukan pengkhianatan terhadap para dewa dengan memperkosa tiruan Hera. Dia dihukum dengan diikat pada roda yang terus berputar di angkasa, melambangkan siklus yang tak berujung. Ixion menderita karena tindakan pengkhianatan dan dosa yang dilakukannya.

Tema yang muncul dalam mitos Ixion adalah kejahatan, pengkhianatan, dan pelanggaran moral. Pesan moralnya adalah bahwa tindakan-tindakan jahat dan pengkhianatan akan mengakibatkan konsekuensi yang mengerikan dan tak terhindarkan.

Secara kolektif, ketiga mitos ini mengandung implikasi dan makna yang serupa. Mereka menggambarkan ketidakmampuan manusia untuk melarikan diri dari dosa, pelanggaran moral, dan siklus yang sia-sia. Pesan moral yang dapat dipetik dari ketiga mitos ini adalah pentingnya menghormati norma, menjaga prinsip-prinsip etika, dan menerima konsekuensi dari tindakan-tindakan yang salah.

Daftar Pustaka:

Graves, Robert. (2017). The Greek Myths. Penguin Books.

  1. Hamilton, Edith. (2020). Mythology. Back Bay Books.
  2. Bulfinch, Thomas. (2016). Bulfinch's Mythology. Chartwell Books.
  3. Morford, Mark P. O., & Lenardon, Robert J. (2018). Classical Mythology. Oxford University Press.
  4. Burkert, Walter. (2019). Greek Religion: Archaic and Classical. Harvard University Press.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun