Mohon tunggu...
Fakhira Miranda
Fakhira Miranda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

seorang mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kentalnya Kebudayaan Patriarki di Industri Kretek di Serial Netflix: Gadis Kretek

20 Desember 2023   13:02 Diperbarui: 20 Desember 2023   13:08 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Figure 1 ilustrasi serial netflix Gadis Kretek, sumber https://www.netflix.com/

Apakah kalian memiliki hobi menonton film atau bahkan serial film? Ada salah satu serial orisinal milik Netflix yang bisa menemani waktu luang atau bersantai kalian. Serial tersebut bernama Gadis Kretek, serial yang mengambil latar waktu di tahun 1960-an yang membawa kita kembali pada zaman dahulu dengan segala susunan properti dan alur yang menyenangkan benar--benar dapat menarik kita kembali ke tahun 60-an. Selain itu aktris dan aktor yang memiliki skill akting yang sangat bagus juga dapat menghipnotis kita untuk jatuh cinta pada serial Netflix ini. Namun apabila kalian menyimak alur cerita Gadis Kretek kalian akan menyadari ada salah satu sifat yang mungkin akan membuat kalian geram, yaitu sifat patriaki yang masih sangat kental di tahun 60-an terutama di industri kretek yang membuat film ini memiliki ciri khas tertentu.

Gadis Kretek adalah serial Netflix diadaptasi dari novel fiksi sejarah yang berjudul Gadis Kretek, yang di tulis oleh Kamila Andini di tahun 2012. Serial ini di produksi oleh BASE Entertaiment dan Fourcolors Film, disutradarai oleh Kamila Andini dan Ifa Isfanyah, serta Ratih Kumala dan Tanya Yuson sebagai penulis naskah dari seri al ini. Serial yang tayang perdana pada tanggal 2 November 2023 dan memiliki 5 episode, di bintangi oleh beberapa artis terkenal di tanah air ini seperti Dian Sastro, Aryo Bayu, Arya Saloka hingga Putri Marino sebagai pemeran utama.

Sinopsis serial Gadis Kretek

Memiliki alur maju--mundur yang membuat kita akan sedikit berpikir agar memahami kisah yang di ceritakan di serial ini, cerita ini diawali dengan kondisi Soeraja yang sedang sakit parah yang mendapatkan mimpi seorang perempuan yang mendatanginya, namun belum sempat melihat mukanya Soeraja terbangun dengan terengah--engah. Ia meminta tolong anak bungsunya yang bernama Lebas ( Arya Saloka ) untuk mencari keberadaan perempuan yang ada di mimpinya tersebut, Perempuan tersebut bernama Dasiyah atau yang lebih sering dipanggil Jeng Yah ( Dian Sastro ), Lebas yang kebingungan bagaimana ia menemukan Jeng Yah pun memutuskan untuk mendatangi museum kretek yang berada di Kudus.

Pencarian nya tersebut membawa Lebas bertemu pada Arum ( Putri Marino ) salah satu donatur yang menyumbangkan beberapa koleksi kretek untuk museum, kisah dari gadis kretek inipun dimulai setelah Lebas dan Arum menemukan beberapa surat tulisan Jeng Yah dan Soeraja di barang--barang yang didonasikan oleh Arum kepada museum. Surat--surat tersebut menceritakan kisah cinta Jeng Yah yang memiliki cinta pandangan pertama pada seorang lelaki yang ia temui di pasar ketika mengikuti ayahnya untuk membeli tembakau di toko tembakau langganannya. Ia meminta tolong kepada ayah nya untuk menyelamatkan lelaki tersebut dari para kejaran preman--preman pasar yang sedang menghajarnya, kemudian ia bertemu dengan lelaki tersebut yang memiliki nama Soeraja ( Aryo Bayu ), bibit--bibit cinta pun tumbuh dari kedua orang tersebut. Terdapat banyak plot yang membuat orang-orang terkejut bahkan kagum ketika menonton serial Netflix ini.

Budaya patriarki di serial Gadis Kretek

Tentu saja kita tidak asing dengan kata -- kata patriarki, apa sebenarnya arti dari patriarki itu sendiri, "Patriarki adalah sebuah sistem sosial di mana pria lebih dominan daripada Perempuan dalam hal otoritas, partisipasi sosial dan politik, dan sebagainya" ( Daradinanti Aldila & Putri Vanya, 2020 ). Di zaman sekarang tentu saja kita pernah mendengar kata patriarki dalam kehidupan sehari--hari, patriarki sendiri sudah terjadi sejak zaman dahulu salah satunya dalam industri kretek yang di ceritakan di novel fiksi sejarah, Gadis Kretek yang kemudian diadaptasi menjadi serial orisinal Netflix Gadis Kretek.

Budaya patriarki bisa sangat jelas kita temui di serial Netflix ini, ketika Jeng Yah sedang ikut ayahnya ( pak Idroes ) pergi kepasar untuk turun langsung memeriksa kualitas tembakau yang dijual di toko langganan ayahnya di pasar, ia mendapat banyak cibiran dari para pria yang mengatakan "kok perempuan main tembakau, nanti tangannya bau dan tidak ada pria yang mau sama kamu loh" hal tersebut sudah sangat jelas menggambarkan bahwa perempuan memiliki kedudukan di bawah laki -- laki yang tidak bisa melakukan kegiatan yang mereka inginkan.

Selain itu Jeng Yah juga mendapat cibiran ketika ia sedang menggantikan pekerjaan ayahnya untuk menerima paket tembakau, ia dicibir bahwa seharusnya ia mencari lelaki saja dan menikah bukannya mengurus bisnis keluarganya. Hal ini jelas menggambarkan bahwa laki-laki pada zaman itu hanya menganggap perempuan hanya bisa melakukan pekerjaan rumah tangga dan tidak usah ikut campur terhadap bisnis yang seharusnya dikerjakan oleh laki--laki.

Di serial ini juga kita bisa melihat bahwa perempuan hanya di perbolehkan melakukan buruh seperti melinting rokok, mengemas rokok yang kemudian akan dijual di pasar dan pekerjaan menjemur daun tembakau. Namun perempuan sangat ditentang untuk ikut dalam meracik saus yang akan digunakan untuk campuran kretek yang akan menghasilkan cita rasa nikmat bagi para peminatnya, mengapa demikian? hal tersebut dipercaya oleh orang -- orang zaman dahulu bahwa tangan perempuan akan merusak cita rasa dari saus tersebut dan akan membuat bau asam dari saus tersebut.

Namun hal tersebut sangat ditentang oleh Jeng Yah yang memiliki tekat kuat untuk membuat saus racikannya sendiri, rasa penasaran yang menguasai dirinya untuk masuk pintu biru ( ruang saus ) yang memiliki daya tarik sendiri di serial Gadis Kretek ini. Suatu hari ia berhasil mendapatkan kunci dari ruang saus tersebut berkat bantuan Soeraja, kemudian ia membuat racikan sausnya sendiri menggunakan campuran bunga mawar yang ia campurkan dengan beberapa bahan pelengkap untuk menyempurnakan saus racikannya sendiri. Namun sayangnya ia dipergoki oleh salah satu pegawai laki -- laki yang meracik saus sehingga ia diusir dan sangat ditentang untuk masuk dan membuat racikan saus lagi, bahkan ruangan tersebut dibersihkan menggunakan dupa untuk menghilangkan bau asam dari perempuan yang dipercaya bisa membuat racikan saus menjadi tidak enak dan kehilangan cita rasanya.

Namun Jeng Yah tidak pantang menyerah dan tetap berusaha untuk membuat racikan kreteknya sendiri yang sangat memiliki cita rasa perempuan terlihat dari campuran yang ia gunakan yaitu bunga mawar sebagai representasi dari tangan perempuan. Usaha yang Jeng Yah lakukan pun membuahkan hasil atas bantuan dari Soeraja yang membujuk pak Idroes ( Rukman Rosadi ) untuk mencoba kretek hasil racikan Jeng Yah yang membuat pak Idroes berubah pikiran dan menyukai kretek hasil racikan Jeng Yah. Semua usaha dan tekad yang dimiliki Jeng Yah kemudian membuahkan hasil yang sangat manis yaitu kretek buatannya disetujui oleh pak Idroes sebagai produk baru dari kretek Merdeka yaitu kretek gadis.

Setelah kretek racikan Jeng Yah diluncurkan di publik banyak orang menyukai serta kagum akan cita rasa unik yang dihasilkan dari kretek racikan Jeng Yah ini, dan pada tahun 1960 Dasiyah menjadi satu--satunya perempuan yang berhasil membuat racikan saus kretek yang sangat disukai banyak orang. Di mana berkat kegigihan dan rasa ambisius Dasiyah dapat membuat dirinya memiliki kesetaraan antara peracik saus lainnya. Bisa kita ambil kesimpulan bahwasannya kita tidak bisa memandang seseorang dari gendernya, baik laki -- laki maupun perempuan memiliki hak yang sama untuk melakukan apa yang mereka inginkan. Dan Dasiyah mampu mematahkan stigma bahwa hanya laki -- laki sajalah yang bisa meracik saus yang bercita rasa dan sangat dinikmati banyak kalangan di kala itu.

Namun patriarki masih eksis berkembang di zaman sekarang, sebagai salah satu contoh yaitu adalah ketika anak perempuan merokok akan dipandang buruk dan nakal oleh kebanyakan orang, sedangkan apabila anak laki-laki yang merokok maka akan dianggap wajar dan biasa saja. Hal ini juga menunjukan bahwa kesetaraan gender di Indonesia belum sepenuhnya terealisasikan dan masih memiliki tempat di hati kebanyakan orang, kesetaraan gender seharusnya bisa diberlakukan dalam kehidupan sehari-hari tanpa memandang hal yang mereka inginkan, setiap manusia memiliki hak untuk dirinya sendiri dalam berbagai aspek.

Jangan biarkan diri kita terbelenggu dalam kebudayaan patriarki yang akan menjatuhkan harga diri kita dan menghalangi hal-hal yang ingin kita lakukan untuk membuat pribadi yang lebih baik. Jangan mau ketika kita dianggap hanya bisa mengurus rumah tangga saja, buktikan pada dunia bahwa kita bisa menjadi apapun yang kita mau dengan semua tekat dan usaha yang kita lakukan untuk meningkatkan value yang ada di diri kita, tegaskan pada orang sekitar untuk menghargai satu sama lain sesama masyarakat di Indonesia, perlakukan lah sesama sesuai dengan hak yang mereka miliki tanpa melakukan diskriminasi, perlakukanlah semua gender dengan sama rata agar memiliki kehidupan yang lebih baik dan tenteram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun