Demokrasi dan Islam merupakan dua entitas yang lahir dari realitas budaya yang berbeda.
 Jadi wajar jika gesekan pada akhirnya akan muncul ketika dua orang bertemu.
 Pertanyaan yang sering diajukan adalah apakah demokrasi sejalan dengan Islam atau sebaliknya, apakah demokrasi bertentangan dengan Islam.
 Ada banyak argumen berbeda mengenai masalah ini, menerima atau menolak kesesuaian kedua konsep ini.
 Menurut penulis,  menilai kesesuaian antara Islam dan demokrasi bergantung pada bagaimana masing-masing orang mendefinisikan dan memahami kedua konsep tersebut.
 Jika Islam dianggap sebagai doktrin agama yang tetap atau statis dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya dianggap sebagai dimensi normatif Islam, maka tidak akan ada tempat bagi demokrasi dalam Islam.
 Misalnya, jika konsep politik atau kepemimpinan dalam sejarah Islam dianggap sebagai bagian dari ajaran Islam normatif  yang statis, bukan  bagian dari sejarah Islam  yang dikaitkan dengan konteks budaya, budaya dan masyarakat yang spesifik dan dinamis, maka yang terjadi adalah asumsi.
 bahwa sistem politik  sejarah Islam merupakan bagian dari ajaran Islam.
 Pandangan seperti ini tidak hanya menjadikan Islam dan demokrasi sebagai entitas yang berbeda, namun juga melihat setiap upaya untuk mengadopsi konsep demokrasi sebagai  tindakan yang bertentangan dengan ajaran Islam, yang tentunya mempunyai konsekuensi teologis.
 Sebaliknya, jika Islam dipandang sebagai agama yang dinamis,  terbuka terhadap wawasan baru, dan memahami bahwa tidak semua hal yang berkaitan dengan Islam harus menjadi ajaran baku Islam, maka besar kemungkinan akan terjadi sintesa.
 dan kajian tentang hubungan Islam dan demokrasi , terdapat tiga pendapat yang dikemukakan oleh para pemikir dan tokoh muslim tentang hubungan Islam dan demokrasi.