Oleh: Fajrin Haerudin
“Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit ialah berharap kepada manusia” saya mengawali tulisan ini dengan kata bijak dari seorang tokoh yang pertama kali memeluk agama Islam. Yaitu Ali Bin Abi Thalib keluarga dari Nabi Muhammad yang lahir di Mekkah Arab Saudi 15 September 601 M dan beliau mengakhiri hidupnya di Masjid Agung Kufah Irak pada 29 Januari 661 M, saya sengaja mengawalinya dengan kebijaksanaan kata Ali Bin Abi Thalib diatas untuk melerai state of mind manusia-manusia tidak humanis dalam menangani penyebaran covid-19 yang sedang menjadi cobaan bagi dunia termasuk negara tempat saya berpijak yaitu Negara Republik Indonesia tercinta, fenomena tragis ini menimpa tanpa batas sadar dari berbagai aspek terhadap masyarakat yang seakan mengejar fatamorgana dengan ceceran air mata diatas aspal panas mematikan.
Sebelum masuk ke Pembahasan, saya sedikit ingin menyatukan persepsi agar ada keselarasan dalam menyudutkan istilah pada tulisan ini yang takutnya paradoks kalau tidak dideskripsikan terlebih dahulu.
Istilah IDP dalam tulisan ini bukanlah singkatan dari nama Bupati Kabupaten Bima yaitu “Indah Damayanti Putri” melainkan istilah tambahan yang lahir dari ide saya setelah resah melihat proses penanganan penyebaran covid-19 yang sangat tidak eksplisit pada aspek informasi. Sampai presiden Republik Indonesia “Jokowi minta masyarakat batasi konsumsi berita agar tidak stres”(link), jadi istilah IDP dari ide saya yaitu “Independent Policy” atau kebijakan independen. Karena saya mengamati beberapa media mainstream yang memuat himbauan, keputusan, sampai kebijakan para policy maker dinegara ini banyak sekali yang tidak independent policy dalam menangani penyebaran covid-19.
Bahkan ketidakselarasan makin menggila dari kebijakan-kebijakan dalam penanganan penyebaran covid-19 ini. WNA, TKA tetap masuk, Masyarakat disuruh Social Distancing, Urusan masker tumpang-tindih antara Presiden, WHO, Menkes, dan Stafsuf Presiden, Pembebasan Napi yang menyimpan misteri, sampai ke perdebatan diksi-diksi kebijakan antara Lock Down, Darurat Sipil, dan Karantina Wilayah. Sangat ambigu karena banyak sekali broker-broker friksi yang seakan menyalip di tikungan walau oli mesinnya bocor, sungguh tidak humanis dan tidak asketik.
Hal ini membuat saya berpikir kalau independent policy dalam setiap diskresi yang berdasar pada State Of Mind sangat diperlukan karena ketepatan dan kecepatan menentukan angka kematian, jadi itulah sedikit deskripsi dari istilah IDP yang saya masukan di tulisan ini semoga tidak sensitif.
ODP (Orang Dalam Pemantauan)
Orang Dalam Pemantauan atau Status ODP diberikan kepada mereka yang memiliki gejala panas badan atau gangguan saluran pernapasan ringan, dan pernah mengunjungi atau tinggal di daerah yang diketahui merupakan daerah penularan virus tersebut (link).
Kini ODP di Indonesia melonjak signifikan pada Kamis (9/4) 2020. Ada penambahan 337 kasus sehingga menjadi 3. 293 kasus (link).
PDP (Pasien Dalam Pemgawasan)
Pasien Dalam Pemgawasan atau lebih tepatnya yaitu Status PDP diberikan kepada mereka yang memiliki gejala Virus Corona Covid-19 yang kita ketahui secara umum seperti panas badan dan gangguan saluran pernapasan.
Gangguan saluran pernapasan itu bisa ringan atau berat, serta pernah berkunjung ke atau tinggal di daerah yang diketahui merupakan daerah penularan Virus Corona Covid-19 (link).
Kamis (9/4) 2020 Terdapat 40 kasus pasien meninggal dari konfirmasi positif Covid-19, sehingga totalnya 280 orang (link), saya tidak terlalu memberi varian ide-ide terhadap ODP Dan PDP karena ini tidak substansial.