Seni sebagai Tempat Perlindungan
"Kopi memang bikin rileks," celetuk salah satu dari kami yang dari tadi hanya diam mengamati diskusi. Dia lalu melanjutkan, "Mungkin seperti seni, ya? Ketika politik bikin pusing, seni bisa jadi tempat kita berlindung sejenak."
Seketika, kami semua tertawa kecil, tetapi ada kebenaran dalam pernyataannya itu. Di tengah kebisingan politik yang sering memecah-belah, seni menawarkan ruang untuk merenung. Di warkop ini, kami bukan hanya berbicara tentang politik, tapi juga tentang bagaimana seni bisa menjadi cara kita menenangkan pikiran dan mengingat kembali apa yang sebenarnya penting dalam hidup---keindahan, hubungan antar-manusia, dan makna yang lebih dalam.
Kesimpulan dari Warkop
Malam itu, di tengah suasana warkop yang akrab dan hangat, diskusi kami berakhir dengan kesimpulan yang sederhana: seni memiliki kekuatan besar dalam membentuk cara kita melihat dunia, termasuk dalam konteks politik. Seperti yang dikatakan David Brooks, seni bukan hanya refleksi dari keadaan sosial-politik, tetapi juga kekuatan yang mampu menjembatani perbedaan, membangkitkan empati, dan menawarkan ruang perlindungan di tengah kebisingan.
"Jadi, meskipun politik di Gorontalo kadang memanas," ujar salah satu dari kami saat diskusi hampir selesai, "seni bisa jadi tempat kita semua berkumpul lagi, sama-sama menikmati makna di baliknya."
Kami mengangkat cangkir kopi terakhir, sebagai tanda bahwa diskusi di warkop ini tak hanya tentang politik, tapi juga tentang menemukan harmoni di tengah segala perbedaan---sebuah seni tersendiri yang patut kita hargai.
Penulis: Fajrin Bilontalo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H