Di lorong-lorong kekuasaan,
Cinta tersudut dalam permainan,
Bukan lagi murni, tak lagi sakral,
Namun alat untuk ambisi yang brutal.
Di balik senyuman palsu dan janji kosong,
Cinta terjebak dalam jebakan politik,
Melebur dengan retorika,
Mengaburkan makna yang sebenarnya.
Bukan lagi gerakan lembut dalam malam sunyi,
Melainkan orasi yang menggema di ruang hampa,
Di mana setiap kata diputarbalikkan,
Untuk meraih kekuasaan, untuk menjajah rasa.
Cinta, yang seharusnya mulia dan luhur,
Kini terjepit dalam permainan busuk,
Menyusut di bawah lampu sorot,
Menjadi objek tawar-menawar, hingga menjadi kartu truf.
Dalam kerumunan massa, di hadapan podium,
Cinta menjadi orkestra yang dikendalikan,
Bukan lagi getaran jantung yang murni,
Namun dentingan politik yang menggelegar.
Inilah cinta yang terbelenggu oleh kepentingan,
Yang terdistorsi dalam peta kekuasaan,
Menjadi simbol yang tak lagi asli,
Dalam kancah politik yang penuh intrik dan kebohongan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H