Penjajahan merupakan penguasaan pada suatu negara terhadap negara lain. Penjajahan memiliki dampak yang negatif bagi kehidupan masyarat pada suatu negara dalam segala aspek kehidupan. Salah satu negara yang menjajah Bangsa Indonesia adalah Negara Jepang. Negara tersebut memerintah mulai tahun 1942 sampai 1945. Jepang merupakan negara terakhir yang menjajah Indonesia dan pemerintahan yang digunakan adalah mengubah seluruh sistem hukum negara yang telah ditetapkan. Pembahasan berikut ini akan membuka pemahaman lebih mendalam tentang latar belakang kependudukan Bangsa Belanda, kebijakan sistem hukum pemerintahan Jepang, dan dampak atau pengaruh kebijakan terhadap negara.
Pembahasan
Latar Belakang Kependudukan JepangÂ
Masa peralihan kolonial Belanda ke masa pendudukan Jepang merupakan sejarah kelam bagi bangsa Indonesia. Penderitaan yang dialami bangsa Indonesia masih terus berlanjut. Meskipun terdapat perbedaan dari segi bentuk perlakuan antara Belanda dan Jepang, tetapi kenangan keduanya mampu membuat kesengsaraan dan penderitaan yang terulang kembali bagi rakyat Indonesia (Muhammad Rijal Fadli dan Dyah Kumalasari, 2019).
Jepang pertama kali masuk di Indonesia melalui Tarakan, Kalimantan Timur pada 11 Januari 1942. Pada saat itu Jepang mengalami Perang Pasifik, mereka datang ke Tarakan untuk mendapatkan bahan cadangan logistik dan bahan industri untuk perang. Kedatangan Bangsa Jepang juga ingin menduduki wilayah-wilayah Indonesia yang lain, seperti Pontianak pada 29 Januari 1942, Samarinda pada 3 Februari 1942, dan Banjarmasin pada 10 februari 1942. Kemudian Jepang pun memperluas wilayah kependudukannya hingga ke pulau jawa dan juga berhasil menguasai Batavia. Setelah Jepang mampu menguasi beberapa wilayah, Belanda menyatakan menyerah kepada Jepang pada tanggal 8 Maret 1942 dalam perundingan yang telah terjadi di rumah dinas seorang perwira di Landasan Udara Kalijati, Subang. Sehingga peristiwa tersebut dinamakan dengan Perjanjian Kalijati, Belanda harus segera pergi dan Jepang resmi menjajah Bangsa Indonesia (Tri Indriawati, 2023).
Pada tanggal 8 Maret 1942, Jepang telah resmi menduduki Indonesia. Jepang memiliki ciri fisik yang hampir sama dengan orang Indonesia, hal tersebut menjadi keuntungan bagi Jepang. Oleh karena itu, Jepang dengan mudah menyebarkan semboyan tiga A mereka, yaitu Jepang Cahaya Asia, Jepang Pimpinan Asia, dan Jepang Pelindung Asia. Dari ketiga semboyan tersebut berhasil mendapatkan dukungan dari rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia menganggap bahwa Jepang sebagai pembebas mereka dari kejamnya penjajahan Belanda. Kemudian Jepang sendiri menyadari bahwa pengaruh bangsa Barat masih melekat pada diri rakyat Indonesia. Jepang merubah Indonesia secara perlahan, mulai dari melepaskan para pejabat Belanda yang ditangkap untuk melatih orang-orang Indonesia yang nantinya bisa mengambil alih tugas pemerintahan yang selama ini telah dikerjakan oleh mereka. Orang Jepang juga memliki tujuan untuk mempekerjakan orang Indonesia sebagai bentuk untuk memcapai cita-cita "Asia untuk Asia" seperti yang selama ini mereka ungkapkan (Federick, 1989).
Kebijakan Sistem Hukum Pemerintahan Jepang
Pada masa penjajahan Jepang berlangsung dengan suasana peperangan yang sangat dasyat sehingga mengakibatkan kondisi menjadi sangat darurat. Kedaruratan tersebut berdampak langsung pada situasi dan keadaan sistem hukum yang menjadi tidak berkembang. Sistem hukum dan tata negara Jepang pada saat itu telah ditetapkan melalui Konstitusi Jepang pada tahun 1947. Konstitusi tersebut merupakan dokumen legal pendirian negara Jepang dan hasil dari reformasi yang dilakukan dibawah pengawasan sekutu setelah adanya Perang Dunia II.
Setelah Perang Dunia II, sistem militer Jepang juga mengalami perubahan yang besar. Sebelum adanya perang, hukum militer diatur oleh peraturan yang ketat dan semua kekuasaan terpusat pada militer. Namun, setelah adanya perang, terdapat larangan konstitusi terhadap kekuatan militer, dan hukum militer menjadi sangat terbatas (Sumber: Sejarah Peradilan Militer).
Adapun Isi dari konstitusi Jepang adalah menetapkan pemerintahan dengan sistem parlementer dan menjamin semua hak-hak dasar warga negara. Berdasarkan keputusannya, Kaisar Jepang berperan sebagai "Simbol negara dan persatuan rakyat" dan menjalankan peran yang konvensional tanpa kedaulatan yang sesungguhnya (Sumber: Konstitusi Jepang).
Struktur dari Konstitusi Jepang 1947, memiliki prinsip utama yaitu Pertama, kedaulatan berada ditangan rakyat, bukan pada kaisar. Kaisar hanya berfungsi sebagai simbol negara dan persatuan rakyat saja. Kedua, Gerakan Perdamaian, dalam pasal 9 telah ditegaskan melarang jepang untuk memulai perang terlebih dahulu dan mempertahankan angkatan senjata dan menjadikan Jepang sebagai negara dalam sistem perdamaian. Ketiga, adanya hak asasi manusia (HAM).