Ibarat lirik lagu Jamrud dengan judul Selamat Ulang Tahun:
Hari ini
Hari yang Kau Tungu
Dan hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh para fans berat Jokowi. Setelah penantian yang cukup lama, Jokowi akhirnya di setujui nyapres atau nyalonin Presiden oleh Mega Wati. Tentu ini adalah sebuah kabar gembira.
Tapi jika kita menilik lebih jauh pencapresan ini, apakah tidak ada udang dibalik bakwan?
Baru saja, Andi Arief merilis sebuah pernyataan melalui Rakyat Merdeka Online dan diketahui bahwa PDI-Perjuangan yang dipimpin oleh Ibu Mega Wati dan Partainya Pak Jokowi menjadi partai terkorup dan tentu saja hal ini menjadi yang besar bagi PDI-P dan semakin menurunnya elektabilitas dari Partai berlambang banteng ini.
Seperti habis jurus untuk menaikkan elektabilitas partai, maka diambillah sebuah keputusan penting oleh Ibu Mega Wati untuk merestui pencapresan serang Jokowi. Lalu kenapa Jokowi? Bukankah banyak survei mengatakan bahwa elektabilitas seorang Jokowi menurun?
Berbagai persoalan yang dihadapi DKI Jakarta saat ini sangatlah dibutuhkan seorang pemimpin yang fokus untuk pembenahan. Mulai dari banjir, pengadaan Bus Way dari Cina dan berbagai permasalahan lainnya. Semakin bertambahnya permasalahan terhadap DKI-lah yang membuat turunnya elektabilitas Jokowi dihadapan warga Jakarta. Tapi bagaimana diluar Jakarta?
Media, itulah kuncinya. Hal inilah yang membuat Mega Wati dengan berat hati akhirnya menyetujui pencapresan seorang Jokowi. Karena selama ini media begitu bagus memoles Jokowi sehingga tampil bak artis tampa salah dan seorang pejuang dan pembela kebenaran layaknya Power Ranger yang langsung datang ketika jam di tangannya berbunyi.
Polesan media ini cukup berhasil untuk wilayah diluaran DKI Jakarta, sehingga jika disurvei mungkin tak salah dikatakan bahwa elektabilitas Jokowi masih terbilang tinggi walau bukan kenyataan kinerja tapi lebih kepada polesan media. Kondisi inilah yang kemudian memaksa Mega Wati mengeluarkan putusan pencapresan Jokowi untuk menghadang badai dan kepanikan yang sedang melanda PDI-Perjuangan saat ini.
Jika kita analisa lebih jauh kondisi pencapresan Jokowi ini, maka bisa jadi setelah pemilu 2014 denganberbagai kondisi Jokowi bisa didepak kembali dari bursa Capres PDI-P, mengapa demikian?
Karena semua tergantung pada hasil pemilu di bulan april ini. Jika pengangkatan Jokowi sebagai Capres berhasil mendongkrak suara PDI-P sebagai partai terkorup maka kemungkinan besar PDI-P akan menduduki kursi-kursi yang ada di DPRD Kota atau Kabupaten, DPRD Provinsi dan DPR RI karena keberhasilan media dalam mempoles seorang Jokowi. Maka ini akan menjadi isu yang hangat di dalam tubuh PDI-P, karena pada kondisi seperti itu seorang Mega Wati lebih pantas untuk nyapres dari pada seorang Jokowi, apalagi masih banyak beban Jakarta yang masih harus dibenahi. Dan akhirnya Jokowi-pun terdepak.
Belum lagi, pencpresan Jokowi oleh PDI-P ini menimbulkan polemik di dalam tubuh partai. Guruh mengatakan bahwa Jokowi belum saatnya nyapres, dan lagi Koordinator Promeg Jawa Timur mengatakan akan Golput atas keputusan pencapresan ini. Karena dinilai Jokowi bukanlah seorang pemimpin yang visioner yang bisa membawa Indonesia menjadi lebih baik.
Lalu bagaimana jika pencapresan Jokowi tak memberikan hasil yang signifikan. Ya, kena depak juga. Tapi bagaimana mungkin seorang Jokowi tak hasilkan suara yang signifikan?
Beberapa pilkada telah kita lalui dan hasilnya? Kehadiran Jokowi dibeberapa pilkada justru memang tak signifikan. Kita lihat pemilihan Gubenur Jawa Barat dan Sumatera Utara, justru dimenangkan oleh kader-kader PKS. Lalu dimana keuntungan menghadirkan seorang Jokowi? Sepertinya ini perlu dilakukan survey ulang.
Jadi, pencapresan Jokowi saat ini oleh PDI-Perjuangan bisa dikatakan sebagai politik busuk ditengah badai dan kepanikan hebat yang sedang dihadapi sebagai partai terkorup di Indonesia. Ada baiknya para fans Jokowi mengawal hal ini jika tak ingin nantinya ternyata PDI-P yang partai terkorup hanya memanfaatkan nama bersih dan keren seorang Jokowi.
Untuk masyarakat luar Jakarta yang ada di Indonesia, agar lebih melek dengan teknologi. Jadi agar memahami bagaimanakah kepemimpinan Jokowi sebenarnya di Solo dan DKI Jakarta selama ini. Emang sih, Jokowi belum ada satu tahun memimpin Jakarta, nah belum bukti kok udah nyapres lagi? Jadi kita lihat dulu 5 tahun ke depan, sukseskan seorang Jokowi membenahi Jakarta? Sementara kasus pengadaan bus way bekas telah berada di depan mata.
Faguza Abdullah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H