Sementara di luar hujan telah menjadi gerimis yang menenangkan. Air yang jatuh ke tanah laksana helaian-helaian benang layang-layang yang digoyang angin. Suara gemericik yang sendu membangkitkan daya imajinasi dalam kepalaku. Seandainya di kamar tak ada Namira, aku pasti segera menyalakan komputer.
"Apa kabar dengan Andini?" ujarku sambil duduk di sebelah Iwin.
"Menjengkelkan," jawabnya spontan. "Baru terkenal sedikit saja, entah lupa betulan ataupun pura-pura-pura lupa, ia menganggapku seperti seorang penggemar saja."
 "Jadi, tak ada temu kangen?"
"Aku sangat menyesal saat kita audisi bareng, ketika ia tak punya uang dan kehausan, aku membelikannya sebotol minuman."
 Mungkin karena udara makin dingin atau kejengkelannya terhadap Andini, Iwin mengeluarkan sekaleng bir dari balik kantong jaketnya. Sebelum ia pulang, ia membeli bir itu dari swalayan terdekat yang menjualnya. Kemudian ia meneguknya seolah-olah ingin segera menandaskannya dalam sekali tenggak.
 "Kamu minum bir?"
  "Setidaknya aku tidak makan babi."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H