Mohon tunggu...
Sinar Fajar
Sinar Fajar Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Seorang penulis sialan yang mencari keberuntungan Visit now; http://fajhariadjie.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel | Mata Kolam; Insiden di Malam Tahun Baru ( 3 )

23 Juni 2017   11:18 Diperbarui: 23 Juni 2017   11:21 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam hal bicara aku akui Iwin berasal dari jenis lelaki pandai mengoceh, sehingga ia tak segan-segan mengolok-olokku. Ocehan-ocehannya itu kerapkali mengganggu telingaku seolah-olah ia ingin melampiaskan dendamnya, tak putus-putus ia bicara, memperdengarkan suaranya padaku yang gagal masuk dapur rekaman. Seakan ingin menutupi kekurangannya, dengan cara membual itulah, ia menghibur dirinya sendiri.

Aku menatapnya jijik. Tampang senorak itu lebih pantas sering diserang patah hati dan kuat-kuat memendam perasaan batin. "Yang namanya lelaki sejati, khusus urusan perempuan, akan selalu memanfaatkan kesempatan pertamanya. Kalau tidak kelelakianmu patut dicurigai."

Aku sangat puas melihat Iwin tiba-tiba memasang muka merengut, jelas memperlihatkan padaku bahwa ia telah kalah. Sebelum Iwin kembali berhasil membalasnya, aku segera berlalu dari hadapannya. Cepat Iwin mengekor di belakangku, kemudian kami masuk ke sebuah warung dan membeli sebungkus rokok.

Keluar gang, suasana metropolitan kota Jakarta terasa langsung menyapa kami. Gang tempat kami keluar ini laksana lubang tikus yang menghubungkan sekaligus batas dua sisi kota yang berlainan; kemegahan dan kesederhanaan. Berjalan dari tempat temaram menuju kegemerlapan pesta tahun baru, kami seperti disulap masuk ke dalam dunia sihir.

Cuaca ibukota malam ini cukup bersahabat----sesuatu hal yang sebenarnya tak pernah aku harapkan. Meski tak berbintang, didukung nyala lampu-lampu kota, langit cukup terang dan menjanjikan sebuah episode yang baik. Kabarnya Jalan Sudirman-Thamrin ditutup sejak sore tadi untuk lalu lintas kendaraan, kecuali angkutan-angkutan tertentu. Kemudian, di sepanjang jalan yang menjadi pusat perekonomian ibukota ini dibangun beberapa panggung hiburan.

Mungkin malam ini aku akan cukup menyesal apabila benar-benar mengurung diri dalam kamar; malam ini sungguh cocok buat keluar dan bersenang-senang. Aneka ragam manusia seperti ditarik langsung dari pintu rumahnya masing-masing, berlomba-lomba melangkah, dan berbaur antara satu dengan yang lainnya. Wajah mereka menyimpan suka cita, mata berseri-seri, seolah-olah tak ada hal apapun yang patut dikhawatirkan. Ketika melihat sepasang kekasih tanpa malu-malu bergandengan tangan dan berangkulan, kutukan terasa begitu menonjol dalam diriku bahwa aku kini berjalan beriringan dengan Iwin seperti pasangan homoseksual.

Persimpangan jalan Bundaran HI yang semula selalu dipenuhi kendaraan kini dipenuhi ratusan kepala manusia. Melihat gerobak-gerobak penjual minuman dan makanan ringan, aku merasa apa yang menjadi prinsipku selama ini adalah sebuah kesalahan besar, bahwa tak seharusnya aku melihat hidup sebagai ilmu, sebaliknya sebagai bagian dari masyarakat modern aku harus percaya bahwa peluanglah yang memberikan banyak harapan untuk hidup.

Aku tak mengira pergantian tahun masehi yang bertahun-tahun lalu dilarang perayaannya di kampungku, kini di kota dirayakan besar-besaran, lebih meriah daripada perayaan tahun baru Islam ataupun malam takbiran menjelang Lebaran. Padahal, semasa aku kanak-kanak selalu diberitakan di televisi mengenai keluhan para pedagang topi dan terompet karena penjualan barang dagangannya tak memadai, yang membuktikan bahwa tahun-tahun lalu perayaan tahun baru di kota sekalipun pastilah tidak semeriah ini. Para orangtua maupun tokoh agama di kampung menganggap perayaan tahun baru adalah hari besar bagi umat Kristen, dan bagi masyarakat yang ikut-ikutan merayakannya akan disebut kafir. Kini, di tengah-tengah kota Jakarta ini, suara terompet terdengar menderu-deru hampir di setiap penjuru seolah-olah memanggl-manggil malaikat Israfil untuk segera ikut meniupkan terompetnya.

Salah satu panggung hiburan itu dibangun tepat di depan gedung Plaza Indonesia dan Grand Hyatt. Sebenarnya aku tak berminat sama sekali menonton aksi panggung para artis menyanyi. Saking banyaknya penolakan yang aku alami, aku tak tahu lagi hiburan macam apa yang bisa membantuku melepas penat ini. Sekeren apapun penampilan mereka nanti, aku sudah dapat merasakan musik-musik mereka hanya menimbulkan kebisingan di telinga. Dari sekian banyak orang yang aku perhatikan, kelihatannya hanya aku seorang yang tak berbahagia.

Dengan pandangan mata tetap fokus ke depan dan telunjuk menunjuk-nunjuk ke arah panggung, Iwin menepuk-nepuk bahuku. Garis wajahnya menampakkan ketidak-percayaan luar biasa begitu melihat siapa penyanyi yang naik panggung itu. "Yus, itu Andini," teriaknya girang. "Aku pernah ngantri bareng saat ikut audisi menyanyi."

Tanpa memperdulikan aku, Iwin menerobos lautan manusia yang berdiri rapat di depan panggung hiburan. Demi mendapatkan tempat terdepan, ia senggol kanan kiri, acuh tak acuh terhadap orang yang disenggolnya apakah terjatuh atau tidak. Alih-alih ingin menonton pertunjukan itu lebih jelas, aku pikir, Iwin sebenarnya ingin menyapa penyanyi bernama Andini itu kemudian sejenak mengajaknya bernostalgia mengingat hari audisi itu diselenggarakan. Aku memilih tempat agak jauh dari kerumunan orang-orang, mencari-cari tempat longgar, dekat kolam air mancur yang berada tepat di tengah-tengah persimpangan jalan. Tak lama kemudian seorang pemandu acara muncul dari balik panggung dan memandu para penonton untuk menghitung mundur menuju pukul dua belas malam tepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun