Â
Ketukku, aku hilang tunduk!
Pasrahku, aku menyerah takluk!
Damaiku, dalam bait-bait puisi yang berharap mustajab aku kumandangkan
Dimana letak serah, saat aku menyangka usaha adalah segala tentang hasil yang sudah?
Aku gamang, bukti angkuhku menyalahi harus
Aku berjalan di bumi dengan rendah, sedang seringkali hatiku melangit sengit
Aku berharap sujud saat kepala yang kerap mendongak sejajar dengan kaki yang menapak
Mengikis rasa besar di dada, bahwa aku adalah tak seberapa
Kita bolak-balik bergelimang zikir lantang panjang
Tapi seringkali syahdu rasa hanya sampai lidah muka, tak pernah jadi laku
Munajat panjang entahlah, mungkinkah rutinitas rasa bersalah
Ataukah memang sudah ada rindu yang datang menyambut temu
Aku adalah tanah, yang berlaku di atas tapak tanah dan mati tenggelam di tanah
Dan aku tak punya hak menengadah, hanya dipersilakan menadah
Lantas tak apakah rasa langit yang bersembunyi di sudut kiri relung hati?
Aiya, baik-baik
Semua kita tak punya hak
Tak
Tak tak
Tak tak tak
Aku gundah, akankah matiku tiba disaat aku sibuk mabuk fana?
Ataukah mautku menjemput, saat aku sedang memperpanjang sujud?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H