Mahasiswa pun bingung, bagaimana bisa melukis, mereka bukan mahasiswa jurusan seni. Mata kuliahnya pun juga bukan mata kuliah seni. Dosen Kewirausahaan ini aneh-aneh saja. Sejenak semua mahasiswa tertegun di dalam kebingungan. Mau protes tidak bisa karena sudah diminta untuk tidak protes. Kalaupun protes juga tidak akan diterima, buang-buang waktu saja. Akhirnya di dalam kebingungan itu para mahasiswa itu menggambar sebisanya.
“Waktunya habis, silakan dikumpulkan sekarang. Cepat.”, kata Mr. Y.
Mahasiswa pun dengan berat hati mengumpulkan lukisan. Mr. Y. pun melihatnya satu per satu, lalu mengelompokkannya.
“Dari 70 mahasiswa 65 mahasiswa menggambar obyek yang sama, yaitu 2 gunung, sawah, dan pohon.” Kata Mr. Y sambil menunjukkan gambar yang memang rata-rata hamper sama.
“Saya heran. Kenapa 65 mahasiswa mempunyai pemikiran yang sama? Bayangkan dari 70 mahasiswa, 65 mahasiswa menggambar obyek yang sama, yaitu gunung, sawaha, dan pohon. Kalau saya Sutradara, sudah saya buatkan film Ada Apa Dengan Gunung, Sawah, dan Pohon.” Kata Mr. Y disambut dengan tawa riuh mahasiswa.
Setelah itu dosen melanjutkan penjelasannya.
“Saudara-saudara sudah semester VIII kenapa gambar Saudara persis seperti anak SD kelas rendah? Saudara harus tersinggung dengan ucapan saya, lalu move on. Bertahun-tahun lamanya waktu berlalu, kapan move on nya? Zaman terus berkembang, kenapa saudara diam di tempat. Kalau Saudara mau jadi wirausaha saudara tidak bisa diam di tempat, Saudara harus bergerak, ikuti perkembangan zaman. Karena itu Saudara harus tersinggung dengan ucapan saya, lalu move on.”
Seorang mahasiswa mengangkat tangannya. Dia adalah mahasiswa yang dikenal aktif, cerdas, banyak bertanya, dan juga kritis. Sebut saja A namanya.
“Saudara mau bertanya? Silakan.”
“Maaf bapak, saya tidak bertanya. Saya cuma ingin menyampaikan kalau saya tidak tersinggung pada ucapan bapak.”
“Kenapa begitu?” tanya Mr. Y.