Mohon tunggu...
Fajar Setyawan
Fajar Setyawan Mohon Tunggu... -

Orang biasa yang lahir dan dibesarkan di desa kecil. Baru belajar menulis sederhana. Mudah-mudahan bermanfaat. Terima kasih untuk semua komentar, kritik, dan saran. Salam Persahabatan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pelukis Matahari 2 - Perpisahan yang Indah

19 Mei 2010   03:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:07 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dari atas mobil Nissan X-Trail warna merah metalik itu Rahma melambaikan tangannya, menatap wajahku begitu dalam, seolah dia tak ingin kehilangan persahabatan yang telah terukir selama 3 tahun terakhir. Seolah dia ingin membawa bayangan persahabatan kami sebagai oleh-oleh ketika dia sampai di tempatnya yang baru, Jogjakarta.

Aku menganggukkan kepalaku perlahan sambil membalas melambaikan tangan. Pandangan mataku terus mengikuti mobil itu berjalan perlahan di jalan berbatu depan rumahku, semakin lama semakin mengecil dan mengecil, lalu menghilang di tikungan jalan.

Tidak kurelakan air mataku dan air matanya menetes di perpisahan ini, karena dia berpisah untuk sesuatu yang lebih baik, perjuangan dan tantangan yang lebih besar, menggapai cita-cita mulianya untuk menjadi seorang dokter. Dengan ilmu yang dia miliki kelak, dia bisa mengabdikan dirinya untuk masyarakat luas. Dengan ilmu yang yang dia raih, dia bisa banyak membantu orang-orang yang membutuhkan. Dan dengan ilmu yang dia peroleh, mudah-mudahan derajadnya di mata Tuhan semakin tinggi karena Tuhan berjanji mengangkat derajat orang-orang yang berilmu beberapa derajat.

Apabila kupikir tidak ada bedanya saat kami bertemu dengan waktu berpisah, sama-sama indah, tinggal bagaimana kami merasakannya, tinggal bagaimana kami menempatkannya. Baik pertemuan maupun perpisahan kami, sama-sama indah, karena bagiku keduanya membawa hikmah masing-masing.

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

Ditemani kicau burung bernyanyi riang gembira, bertengger dan berkejaran pada ranting-ranting pohon dekat rumahku, aku mulai memikirkan langkah apa yang hendak kulakukan tuk hari esuk. Saat itu waktu bergeser ke temaram senja, matahari mulai merebah di ufuk barat, sementara sang bulan pun telah bersiap tersenyum menyapa, menghiasai keindahan malam yang pekat. Bintang-bintang sebentar lagi juga khan menjalankan tugasnya, berkedap-kedih di luasnya langit, bertasbih dan memuji Sang Pencipta walau dengan cara dan bahasa yang tidak kumengerti.

Dan aku harus segera memutuskan langkah apa yang harus kutempuh besuk karena waktu tidak akan berhenti barang sejenak, tak akan kembali walau hanya sesaat. Life must go on ..........................
.......
(Bersambung ke Bagian 3)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun