Mohon tunggu...
Fajar Setyawan
Fajar Setyawan Mohon Tunggu... -

Orang biasa yang lahir dan dibesarkan di desa kecil. Baru belajar menulis sederhana. Mudah-mudahan bermanfaat. Terima kasih untuk semua komentar, kritik, dan saran. Salam Persahabatan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pelukis Matahari 2 - Perpisahan yang Indah

19 Mei 2010   03:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:07 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Setelah semuanya beres, aku antarkan teh ke depan menggunakan sebuah baki.
"Mari, silakan diminum", ucapku.
"Terima kasih", jawab Rahma.

Perlahan suasana berubah menjadi cair tatkala Rahma memulai pembicaraan mengenang masa-masa silam di SMA. Kami seolah-olah bernostalgia, mengenang kembali saat-saat indah mulai dari kelas 1 SMA. Ketika MOS (Masa Orientasi Siswa) aku dan Rahma dipaksa kakak seniorku bermain peran di depan kelas. Rahma sebagai waitress (pelayan restaurant) dan aku sebagai guest (tamu). Yang susah bukan perannya, tapi dialognya yang harus dalam bahasa Inggris, tanpa teks, tanpa persiapan terlebih dahulu.

"Please, have a sit, Sir!", ucap Rahma sebagai waitress mempersilakanku duduk.
"Thanks.", jawabku singkat.
"What can I do for You, Sir?" tanya sang waitress kepadaku.
"I wanna drink.", jawabku.
"We have Orange juice, Apple Juice and Iced tea. Which one do you want?", tanya Rahma menyuruhku memilih salah satu minuman yang ada.
"I want after T." jawabku mantap.
"You mean iced tea?", tanya Rahma ingin menegaskan pesananku.
"No, I said I want after T", jawabku tegas mengulangi jawaban pertamaku namun kali ini dengan intonasi yang lebih keras dan mata agak melotot.

Untuk sekian lamanya kami harus berdebat, karena Rahma bersikukuh bahwa minuman yang ditawarkan cuma 3 macam, yaitu jus jeruk, jus apel, dan es teh, sedangkan aku terus ngotot memesan "after T". Akhirnya Rahma menyerah, dia bertanya apa sebenarnya "after T" yang kumaksud. Lantas kupersilakan dia untuk menghafalkan abjad a, b, c, d, dan seterusnya dalam bahasa Inggris. Sampai di huruf T, aku potong hafalannya.... Kujelaskan, kalau setelah huruf T itu yang kuinginkan. Begitu Rahma mengerti bahwa setelah huruf T adalah huruf U (baca: You). Dia langsung teriak Curangggggg, Jahattttttttttttttttt, lalu berlari dari depan kelas, membaur dengan teman-teman sekelas. Dia menutup muka dengan kedua telapak tangannya yang putih bersih, seolah hendak menutupi rasa malu yang ia sandang. Tanpa ada yang memberi aba-aba, teman-teman satu kelas pun berteriak huuuuuuuuuu...... seperti paduan suara.

Aku mendapat hukuman push up 40 kali di depan kelas oleh seniorku. Tubuhku yang kurus kerempeng harus mandi keringat, mengeluarkan segenap tenaga hingga aku bisa push up sampai genap pada hitungan ke-40. Ini pelajaran berharga buatku, ternyata setiap tindakan kita tempuh akan membawa konsekuensi-konsekuensi tertentu yang harus kita tanggung. Dan ini adalah harga yang harus kubayar atas ulah isengku. Dengan bersusah payah akhirnya aku selesai juga pada hitungan ke-40. Tetapi baju seragam MOS hitam putih yang kupinjam dari organisasi karang taruna di desaku jadi basah kuyup oleh keringat. Dan......... baunya luar biasa tidak sedap. Huk......... huk............ Aku sampai mual dan mau muntah dibuatnya. Entah apa yang dirasakan teman-teman di dekatku, yang jelas baju itu terus kupakai sampai bel tanda pulang sekolah jam 2 siang berbunyi.

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

"Begitu cepat ya Fajar, waktu berlalu. Rasanya saat-saat lucu itu baru saja berlangsung kemarin", kata Rahma perlahan sambil kelopak matanya yang bening menerawang jauh. Seolah hendak mengukir sesuatu di dasar lubuk hati sanubarinya yang terdalam. Saat-saat MOS tiga tahun yang lalu seperti menari-nari lincah di depannya. Menghibur dan menampilkan suguhan indah dalam hidupnya, membuatnya tersenyum kecil apabila mengingat kejadian tersebut.

"Iya", jawabku pendek, aku tersipu malu mengingat kejadian waktu itu.

"Aku mau pamit Fajar, besuk aku berangkat ke Jogja. Selama kuliah aku akan tinggal disana. Aku ingin menggapai harapanku disana." Katanya lirih.
"Iya, semoga sukses menggapai segala asa dan dambamu disana." ucapku memberinya semangat.
"Terima kasih, semoga kamu sukses juga, jangan lupa undangannya ya."
"Iya", jawabku pendek
"Kalau sudah menikah jangan nakal lagi ya......"

Mendengar kata-kata itu, entah mengapa aku tak mampu menjawab dengan lisanku, lidahku kelu, aku hanya tersipu malu mendengarnya, seraya menganggukkan kepala. Batinku tersentak, bayang-bayang pernikahan yang sakral itu berkelebat melintas di hatiku. Bukan hanya cinta kasih, kebahagiaan, ketenangan, dan keluasan risqi yang Tuhan janjikan yang aku pikirkan, tetapi lebih dari itu tanggung jawab sebagai laki-laki sekaligus sebagai imam kecil dalam sebuah keluarga. Ini bukan perkara kecil bagiku. Aku tak ingin terjebak pada pernikahan yang hanya karena menuruti cintaku kepada seseorang, tapi aku ingin pernikahan atas dasar cintaku pada Tuhan dan Rasul. Pernikahan yang benar-benar mempunyai nilai ibadah. Ah....... ini terlalu ideal dan tinggi buatku, namun entah mengapa perasaan ini selalu terbayang di hatiku. Subhanallah dari mana asal perasaan ini, tidak mungkin selain darimu ya Robbi.......

Jarum jam terus bergerak memutar, menyusuri lorong waktu yang tak pernah mau berhenti barang sejenak. Akhirnya dengan mengucapkan salam Rahma pun pamitan pulang. Aku tidak tahu apakah ini salam terakhir buatku atau adakah kesempatan bagiku untuk mendengarkannya kembali di hari-hari mendatang. Yang jelas kini aku sudah tidak lagi menjadi teman sekolahnya, aku hanyalah orang desa biasa, yang seolah akan memulai hidupku yang sesungguhnya pada saat ini. Apa yang akan terjadi kelak masih menjadi misteri dari Sang Pemberi Waktu, Misteri yang hanya bisa dipecahkan dengan cara menjalaninya, tidak dengan mengangankan atau mengkhayalkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun