Penerapan sanksi bila terjadi pelanggaran sebagai upaya akhir
Akibat ketidaklengkapan asas dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan utamanya menyangkut sanksi, membuat kepastian hukum terhadap hak-hak buruh outsourcing menjadi rentan untuk dilanggar oleh pengusaha. Hukum ketenagakerjaan yang semestinya sebagai instrumen bagi pemerintah dalam rangka menjadi "juri" menjaga keseimbangan kepentingan antara pengusaha dan buruh, menjadi terdistorsi dan kehilangan hakikatnya dalam usaha menciptakan perubahan sosial yang berkeadilan. Mengantisipasi hal seperti itu, menurut Elias (1986), harus ada sistem hukum untuk memastikan kebijakan yang bersinggungan dengan kepentingan umum yang menyalahi standar aturan dapat disebut sebagai kejahatan umum. Sebab kebijakan yang salah merupakan sumber kriminalisasi.
Kegagalan pemerintah memproteksi kepentingan buruh melalui aturan ketenagakerjaan adalah suatu hal yang harus dikritik. mengacu pendapat Kramer dan Michalowski, maka dapat dikatakan bagian dari pola keberpihakan negara terhadap pengusaha. Keberpihakan tersebut digambarkan oleh Kramer dan Michalowski sebagai State Corporate Crime, dimana adanya kontribusi negara dalam hal memfasilitasi Corporate (perusahaan) melalui regulasi yang memberikan ruang terjadi penyimpangan karena adanya kolusi langsung antara pelaku bisnis dan pemerintah (Green dan Tony: 2004).
Â
Berawal dari wawanncara menuju Aksi Massa
Melihat mekanisme Kapitalisme bekerja di Unhas melalui sistem kerja Outsourcing. di tengah diammnya para birokrat, para dosen yang mengaku memiliki jiwa intelektual yang tinggi, tentu sangat meresahkan. Di tengah bermasalahnya CS (Cleaning Service) di lembaga Ilmu Pengetahuan, tentu terjadinya abnrmal dalam moralitas. Universitas yang harusnya menjadi contoh lembaga di lingkup masyarakat diam melihat suatu perbudakan yang terjadi di dalamnya. Bagaimana mungkin ia dapat membiarkan gaji CS di bawah UMR.
CS merupakan manusia-manusia teguh yang tanpa letih membersihkan kotoran para civitas akademik telah mengalami eksploitasi. Melihat hal tersebut sebaagian mahasiswa yang sadar akan pentingnya menegakkan nilai-nilai kemanuisiaan tidak mau diam. Memulai dengan wawancara, berdiskusi panjang lebar hingga akhirnya mahasiswa sebagai intelektual organik menyatu dengan CS menyurakan Hak-haknya di depan Rektorat Universitas Hasanuddin. Dengan diberi janji-janji palsu oleh birokrat yang berwenang. Oleh Vendor perusahaan membuat segalanya menjadi stagnan di dalam kondisi sebelumnya. Dimana gaji mereka hanya berkisar Rp. 1.400.000 sampai dengan 1800.000. tentu sangat jauh dari UMR yang menjadi hak mereka yakni Rp. 2.650.000. Â Selain itu potongan gaji dari mereka Rp. 50.000 perbulannya untuk jaminan kesehatan telah di khianati juga. Banyak diantara mereka yang kewalahan jika ingin berobat. Teryata ada yang telah menunggak sampai Rp.3.000.000 itu berarti selama 2 tahun hak mereka juga di hisap oleh para kapitalis bajingan tersebut.
Aksi massa kiranya menjadi jalan alternatif untuk memberitahukan ke publik bahwa telah terjadi kemerosotan moral di lembaga Ilmu Pengetahuan. Hak-hak telah di lindungi sebagai pekerja yang telah dilegitimasi oleh konstitusi telah mengalami ketimpangan. Inilah yang disebut dengan Vitimikasi Struktural. Yang melihat kejahatan para elitis yang telah menghamba pada kapital. Melihat hal tersebut hanya ada satu  kata REVOLUSI !!!.
Referensi :
Elias, Robert. 1986. The politics of victimization, victim, victimology, and human rights. New York. Oxford University Press. Inc
Green, Penny dan Tony Ward. 2004. State crime: governments, violence, and corruption. London. Pluto Press