Sejatinya Pekerjaan adalah hakikat sosial manusia. Melalui pekerjaan manusia menentukan kondisinya. apakah ia ingin senang atau susah. Pekerjaan adalah sarana memperbaiki kondisi ekonomi. Pekerjaan adalah dasar bahagianya suatu individu, atau bahkan keluarga di dalam sebuah kehidupan bermasyarakat.
Fenomena Cleaning Service(CS) sebagai pekerja kontrak / outsourcing di Universitas Hasanuddin adalah realitas sosial yang menurut penulis sangat kontras saat ini. Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa konstruksi kebijakan ketenagakerjaan yang dituangkan dalam regulasi ketenagakerjaan khusus menyangkut sistem kerja outsourcing, bermula dari nota kesepakatan dengan IMF dalam rangka membantu mengatasi dampak krisis ekonomi tahun 2007 lalu yang disepakati dalam Letter of Intent, menjadi acuan bagi penyusunan kebijakan dan peraturan perbaikan iklim investasi dan fleksibilitas tenaga kerja di Indonesia diantaranya melalui: (1) Undang-Undang No. 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan khusus mengenai Pemborongan Pekerjaan atau Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh dalam Pasal 64-66; (2) Keputusan Menteri No. 101/2004 Tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Buruh; (3) Keputusan Menteri No.220/2004 Tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain.
Berdasarkan ketentuan di atas, menjadi dasar hukum diberlakukannya sistem outsourcingdi Indonesia. Menyangkut tentang kata outsourcingsebenarnya tidak ada ditemukan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, akan tetapi maksud dan tujuan katanya kurang lebih sebagaimana tercantum dalam pasal 64 yang menjelaskan: Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.
Dalam konteks dimana perusahaan dapat menyerahkan sebagian pekerjaannya pada perusahaan lain, hanya sebatas bidang kerja seperti yang ditegaskan dalam Pasal 66 ayat (1): Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
Outsourcingsebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa yang juga memiliki hak asasi. Salah satu bentuk hak asasi pekerja kontrak adalah mendapatkan jaminan untuk dilindungi sesuai dengan nilai-nilai agama dan kemanusiaan serta pancasila dan tujuan Negara yang tercantum dalam UUD 1945. Perlindungan hukum dan hak asasi manusia terhadap pekerja merupakan pemenuhan hak dasar yang melekat dan dilindungi oleh konstitusi sebagaimana yang diatur dalam pasal 27 ayat (2) Undang-Undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945 yang berbunyi " Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan", pasal 33 ayat (1) yang menyatakan bahwa" Pereknomian disusun sebagai usaha bersama atas kekeluargaan", dengan demikian pelanggaran terhadap hak dasar yang dilindungi oleh konstitusi merupakan pelanggaran hak asasi manusia
Namun, dalam prakteknya ternyata hubungan kerja melalui mekanisme outsourcing telah memperlihatkan sebuah fenomena hubungan kerja yang tidak sehat. kerumitan menjadi penyebab terciptanya hubungan tersebut terhadap buruh. Hal yang amat mendasar setidaknya berangkat dari dua faktor. 1) Adanya kelemahan substansi Undang-Undang ketenagakerjaan mengatur tentang sistem outsourcing serta tidak berfungsinya disnaker sebagai komponen struktur hukum ketenagakerjaan dalam rangka melakukan tindakan pencegahan.
Kelemahan dalam substansi Undang-Undang Ketenagakerjaan dapat tersirat dari ketidaktegasannya menetapkan batasan bidang kerja outsourcing serta tidak adanya ketentuan Sanksi Pidana menyangkut pasal-pasal tentang outsourcing diantaranya: Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66 sekiranya dilanggar oleh pengusaha.
Menurut Mustofa (2010), setidaknya ada 4 asas pencegahan yang secara sinergis harusnya dilakukan:
Regulasi yang jelas tentang hak dan kewajiban
Sosialisasi yang terus menerus tentang regulasi tersebut
Adanya fasilitasi agar warga negara dapat melaksanakan regulasi
Penerapan sanksi bila terjadi pelanggaran sebagai upaya akhir
Akibat ketidaklengkapan asas dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan utamanya menyangkut sanksi, membuat kepastian hukum terhadap hak-hak buruh outsourcing menjadi rentan untuk dilanggar oleh pengusaha. Hukum ketenagakerjaan yang semestinya sebagai instrumen bagi pemerintah dalam rangka menjadi "juri" menjaga keseimbangan kepentingan antara pengusaha dan buruh, menjadi terdistorsi dan kehilangan hakikatnya dalam usaha menciptakan perubahan sosial yang berkeadilan. Mengantisipasi hal seperti itu, menurut Elias (1986), harus ada sistem hukum untuk memastikan kebijakan yang bersinggungan dengan kepentingan umum yang menyalahi standar aturan dapat disebut sebagai kejahatan umum. Sebab kebijakan yang salah merupakan sumber kriminalisasi.
Kegagalan pemerintah memproteksi kepentingan buruh melalui aturan ketenagakerjaan adalah suatu hal yang harus dikritik. mengacu pendapat Kramer dan Michalowski, maka dapat dikatakan bagian dari pola keberpihakan negara terhadap pengusaha. Keberpihakan tersebut digambarkan oleh Kramer dan Michalowski sebagai State Corporate Crime, dimana adanya kontribusi negara dalam hal memfasilitasi Corporate (perusahaan) melalui regulasi yang memberikan ruang terjadi penyimpangan karena adanya kolusi langsung antara pelaku bisnis dan pemerintah (Green dan Tony: 2004).
Berawal dari wawanncara menuju Aksi Massa
Melihat mekanisme Kapitalisme bekerja di Unhas melalui sistem kerja Outsourcing. di tengah diammnya para birokrat, para dosen yang mengaku memiliki jiwa intelektual yang tinggi, tentu sangat meresahkan. Di tengah bermasalahnya CS (Cleaning Service) di lembaga Ilmu Pengetahuan, tentu terjadinya abnrmal dalam moralitas. Universitas yang harusnya menjadi contoh lembaga di lingkup masyarakat diam melihat suatu perbudakan yang terjadi di dalamnya. Bagaimana mungkin ia dapat membiarkan gaji CS di bawah UMR.
CS merupakan manusia-manusia teguh yang tanpa letih membersihkan kotoran para civitas akademik telah mengalami eksploitasi. Melihat hal tersebut sebaagian mahasiswa yang sadar akan pentingnya menegakkan nilai-nilai kemanuisiaan tidak mau diam. Memulai dengan wawancara, berdiskusi panjang lebar hingga akhirnya mahasiswa sebagai intelektual organik menyatu dengan CS menyurakan Hak-haknya di depan Rektorat Universitas Hasanuddin. Dengan diberi janji-janji palsu oleh birokrat yang berwenang. Oleh Vendor perusahaan membuat segalanya menjadi stagnan di dalam kondisi sebelumnya. Dimana gaji mereka hanya berkisar Rp. 1.400.000 sampai dengan 1800.000. tentu sangat jauh dari UMR yang menjadi hak mereka yakni Rp. 2.650.000. Selain itu potongan gaji dari mereka Rp. 50.000 perbulannya untuk jaminan kesehatan telah di khianati juga. Banyak diantara mereka yang kewalahan jika ingin berobat. Teryata ada yang telah menunggak sampai Rp.3.000.000 itu berarti selama 2 tahun hak mereka juga di hisap oleh para kapitalis bajingan tersebut.
Aksi massa kiranya menjadi jalan alternatif untuk memberitahukan ke publik bahwa telah terjadi kemerosotan moral di lembaga Ilmu Pengetahuan. Hak-hak telah di lindungi sebagai pekerja yang telah dilegitimasi oleh konstitusi telah mengalami ketimpangan. Inilah yang disebut dengan Vitimikasi Struktural. Yang melihat kejahatan para elitis yang telah menghamba pada kapital. Melihat hal tersebut hanya ada satu kata REVOLUSI !!!.
Referensi :
Elias, Robert. 1986. The politics of victimization, victim, victimology, and human rights. New York. Oxford University Press. Inc
Green, Penny dan Tony Ward. 2004. State crime: governments, violence, and corruption. London. Pluto Press
Mustofa, M. 2010. Kriminolgi: kajian sosiologi terhadap kriminalitas. perilakumenyimpang dan pelanggaran hukum.(Edisi Ke-dua). Bekasi. Sari Ilmu Pratama (SIP)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI