Sebuah Carita Relasi Ponggawa-Sawi (Patron-Klien) di sebuah Pulau
Oleh Fajar
Hari itu Hari Minggu, hari dimana anak Sekolah Libur serentak. Tapi bagi Para Nelayan Pattongkolo kalangan "Sawi" (Anak Buah Kapal) hari libur tidak mengikut pada  hari yang ada di sebuah kalender yang ada di Rumah-Rumah Warga Desa Pulau Buhung Pitue. Kalender pembagian Calon Pemimpin Kekuasaan , yang kata si Agus suka membawa janji-janji.Â
Habis terpilih jadi malas datang ke Pulau. Hari itu cerah Haerul terlihat dengan tenang lalu bertanya Kepada Kade ketika melihat temannya itu mengisikan air bersih di jerigen miliknya. "Kade ? Apakah kamu tau kenapa selama ini kita tidak bisa menyekolahkan anak-anak kita  ke Kota ? ".Tanya Haerul sambil memandikan anak bungsunya di sumur sekolah dasar.Â
Kade menjawab dengan suara yang lembut " Â Itu karena kita Malas Shalat, malas ber'doa, jadinya Rejeki kita menjauh. Ingat kunci kesuksesan adalah Rajin memohon kepada Tuhan, sembari bekerja keras.
Lalu Tiba-tiba datang seorang Pemuda Tampan menggunakan surban membawa Jerigen miliknya diatas Gerobak. Ia ingin mengisi air miliknya. Dia terkenal dengn suaranya yang merdu setiap Azan di Kumandankan di Mesjid.
 "Assalamualaikum Apakah sudah lama di sini ? dia bertanya kepada temannya yang ia dapati berbincang-bincang. "Apakah kalin Jadi menyekolahkan anak-anak kalian di Kota, ? aku dengar-dengar Ponggawamu itu punya banyak Kos-kosan, punya banyak uang di Bank, jadi kalian tidak perlu hawatir. Dia pasti membantu kamu".
Tiba-tiba Haerul berdiri sambil mengganti Pakainnya yang basah dengan menggunakan sarung batik miliknya. "Jadi gini Ustas, kita tidak perlu berharap banyak sama Bos, utang kita kan banyak. Kalau kita mau utang lagi nanti mau bayar pake Batu Karang ? kan itu Lucu".
Mereka pun curhat sambil memikirkan nasib keluarganya. Mereka tiada henti-hentinya menghisap Rokok yang di pinjammnya di warung milik tetangganya. Alasanya untuk mengurangi beban pikiran.
Mereka sebentar lagi pergi berlayar. Selama tujuh bulan dalam setahun mereka pergi merantau di perairan Lombok, Bali, NTT ada pula yang di perbatasan Australia. Padahal sudah ada kejadian ada Nelayan "Pattongkolo" yang di tangkap gara-gara melampaui batas mencari ikan oleh polisi perairan Australia. Ada pula yang meninggal karena tertabrak kapal Tengker pengangkut batu barah. Hancur lebur bersama kapalnya. Tenggelam !!!.
Pada Sore Hari Anak pertama Haerul menanyakan ke Bapaknya sesuatu dengan mata yang berkaca-kaca. " Pah ? saya jadi sekolah kan di Kota ? aku pengen lulus SMA biar bisa Kuliah. Meraih Cita-Cita Saya". Dengan Suara yang Lembut Haerul menjawab kepada anaknya " Sabar yah nak, Bapak masih mencari Uang untuk biayamu kelak. " Tapi Pah, kan sebentar lagi Pendaftaran akan di Tutup ? ".
Lalu Istri Haerul Datang dengan pelan bersama dengan Bayi di kandungannya. "Sabar Yah Nak " sambil mengelus-elus kepala anaknya. Orang Sabar Pasti di sayng Tuhan. Lalu anaknya menangis dengan suara yang lantang sambil berteriak " Aku tidak mau jadi Sawi (Anak Buah Kapal) kayak Bapak, aku mau meraih cita-cita saya, pokoknya ayah harus berusaha meminjamkan uang untuk biaya pendidikan saya" sambil berlarih ke tempat tidurnya menangis tiada henti-henti.
Sebentar lagi Istri Haerul akan melahirkan. Ia pergi ke juragannya ( Pemilik Modal Nelayan Pattongkolo) menceritakan keadaan istrinya yang sebentar lagi melahirkan dengan maksud meminajm uang.Â
Karena hasil bagiannya yang diperoleh setelah melaut beberapa bulan yang lalu habis di belikan untuk kebutuhan makan. "  Tabe' Puang, saya mau Pinjam uang untuk biaya Istri saya yang mau melahirkan. Nanti dipotong hasil bagian saya  setelah turun melaut". Lalu Pemodal itu memberikannya sesuai dengan permintaannya.Â
Ia hanya meminta untuk biaya Istrinya yang ingin melahirkan. Ia takut meminjam untuk biaya pendidikan anaknya. Â Dan telah pasrah agar anaknya kelak di ikutkan saja dalam aktifitas Pattongkolo yang sering disebut dengan Mattongkolo (Mencari Ikan Tongkol dan sejenisnya seperti ikan Tuna dll). Bagaimana tidak seperti itu. Pemodal bagi mereka adalah kelas yang tidak pernah rugi.Â
Ia mengambil keuntungan 10 % dari hasil produksi mereka pada saat Mattongkolo, sebelum ungkos produksi di potong atau dalam keadaan kotor. Sementara itu kelas yang kedua yang paling banyak mengmbil keuntungan adalah pemilik kapal. Dia mengambil keuntungan 60% setelah pemodal mengambil bagiannya dan modal produksinya.Â
Sementara itu Ponggawa Laut (Pemimpin aktifitas Abk di Laut) memperoleh 3 bagian  sementara sawi hanya memperoleh 1 bagian dari 40 % sisahnya dari Pemilik Kapal.Â
Sementara Jumlah Sawi bisa 5 sampai 7 orang. Itulah kenpa keadaan sawi mengalami Stagnasi Kehidupan. Terjadi kemiskinan yang di sebabkan oleh sistem. Hingga dapat mengakibatkan keturunan sawi hanya dapat menjadi sawi jika tidak ada alternatf pekerjaan lain. Suatu Hari akan ada REVOLUSI karena tetangga Haerul sedang mencari Jalan Revolusi melalui Pendidikan Tinggi!!! Harus ADA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H