Mohon tunggu...
Fajar setiono
Fajar setiono Mohon Tunggu... Buruh - copywriter

Selalu bersyukur atas apa yang kita dapatkan.Jangan pernah menyerah sebelum kita mendapatkan apa yang kita inginkan.Selalu semangat dan pantang menyerah!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dari Hujan Ke Matahari

10 September 2024   07:27 Diperbarui: 10 September 2024   07:44 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah kota kecil yang terkenal dengan kebun buahnya yang subur, tinggal seorang pria bernama Budi. Budi adalah seorang petani yang telah menghabiskan sebagian besar hidupnya di kebun yang sama, mengolah tanah, menanam buah, dan merawat tanaman. Namun, belakangan ini, Budi mulai merasakan bahwa waktunya di bumi semakin mendekati akhir.

Pada suatu pagi yang mendung, Budi duduk di beranda rumahnya yang sederhana, mengamati hujan yang turun deras. Hujan selalu menjadi teman setianya, memberi kehidupan pada kebunnya yang subur. Tetapi hari ini, hujan terasa berbeda, seperti sebuah pesan yang belum sepenuhnya ia mengerti.

"Sudah waktunya, sepertinya," gumam Budi sambil meneguk secangkir kopi. Ia memandang langit yang kelabu dan merasa ada sesuatu yang belum selesai dalam hidupnya.

Sementara hujan masih mengguyur, Budi memutuskan untuk mengunjungi kebun. Ia berjalan menyusuri jalan setapak yang penuh dengan genangan air. Setiap langkahnya seperti membawa beban yang berat, tetapi ada sesuatu yang mendorongnya untuk terus melangkah.

Di kebun, ia melihat buah-buahan yang telah siap dipetik. Apel merah yang mengilap, jeruk yang segar, dan mangga yang harum. Budi menghela napas panjang dan mulai memetik buah-buahan satu per satu, seolah-olah ingin mengumpulkan kenangan-kenangan terakhir dari tempat yang telah memberinya banyak hal.

Di tengah kegiatan tersebut, Budi bertemu dengan seorang pemuda bernama Anton yang baru saja pindah ke kota itu. Anton, yang tertarik dengan pertanian, memutuskan untuk bertanya tentang cara merawat tanaman kepada Budi.

"Pak Budi, bagaimana caranya membuat tanaman ini tumbuh dengan baik?" tanya Anton sambil memandangi pohon mangga yang sedang dipetik.

Budi tersenyum. "Kadang-kadang, kita hanya perlu memberi mereka waktu dan perhatian. Seperti kehidupan, ada waktunya kita perlu memberi ruang bagi hal-hal untuk berkembang."

Anton mendengarkan dengan penuh perhatian, dan mereka mulai berbicara tentang berbagai cara merawat tanaman dan juga tentang kehidupan. Di tengah percakapan mereka, Budi merasa seolah-olah telah menemukan kembali semangat yang sempat hilang. Anton yang penuh semangat, membawa kembali rasa kagumnya terhadap kebun dan apa yang dilakukannya selama ini.

Setelah beberapa minggu, hujan mulai reda dan matahari mulai muncul kembali. Budi merasa bahwa ada sesuatu yang telah berubah dalam dirinya. Meskipun ia tahu bahwa waktunya di dunia ini mungkin tidak lama lagi, ia merasa puas. Ia telah menemukan seseorang yang bisa meneruskan apa yang telah dibangunnya dan menghargai setiap tetes keringat yang telah dicurahkan.

Di pagi yang cerah setelah hujan, Budi duduk di beranda rumahnya sekali lagi, kali ini dengan senyum di wajahnya. Hujan yang telah datang dan pergi, matahari yang kembali bersinar, semuanya terasa seperti sebuah siklus yang sempurna. Budi merasa siap untuk melangkah ke bagian selanjutnya dari hidupnya, apapun itu.

Ketika matahari mulai terbenam, Budi mengangkat secangkir kopi dan memberikan ucapan selamat tinggal kepada kebun yang telah menjadi bagian dari hidupnya. Dalam hatinya, ia tahu bahwa kisahnya belum sepenuhnya berakhir. Ia telah meninggalkan jejak yang akan dikenang dan seseorang yang akan meneruskan kisahnya.

Dan seperti itulah, dengan hujan yang reda dan matahari yang bersinar, Budi melangkah menuju akhir hidupnya, yang ternyata hanya sebuah awal baru untuk orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun