Angga tersenyum pahit. "Gue nggak tau, Jar. Gue cuma takut udah nggak ada yang bisa gue selametin dari hidup gue sekarang."
Malam itu, di depan warung kopi, Angga mungkin untuk pertama kalinya dalam hidupnya merasa hancur. Dia sadar bahwa di balik senyum sinisnya, ada luka yang tak pernah dia obati. Dan luka itu semakin dalam setiap kali dia menyakiti orang lain.
Malam itu, dia bukan lagi Angga si bajingan. Dia hanya Angga, manusia yang rapuh dan tersesat, yang untuk pertama kalinya dalam hidupnya bertanya-tanya apakah dia masih bisa kembali ke jalan yang benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H