"Karena aku sudah melihatmu sejak lama."
Dina mundur satu langkah. Hatinya berdebar cepat. Dia merasa ada sesuatu yang sangat salah, tapi tidak bisa menebak apa. Dia mulai berjalan mundur, namun lelaki itu tidak berhenti menatapnya, senyum di wajahnya tak berkurang sedikitpun.
"Kau harus berhati-hati, Dina. Kadang, yang tersenyum adalah yang paling berbahaya."
Kata-kata itu menembus pikirannya, membuatnya segera berlari pulang. Sesampainya di rumah, Dina mencoba menenangkan diri. Dia memutuskan untuk menulis kejadian aneh itu di buku catatannya, berharap bisa melupakan ketakutannya.
Malam itu, saat dia menutup bukunya, ada ketukan di jendela kamarnya. Dina menoleh dan melihat lelaki itu di luar, tersenyum, wajahnya tampak lebih pucat dalam gelap. Dia berteriak, tapi lelaki itu hanya melambaikan tangan dengan pelan.
Esoknya, Dina tidak pernah terlihat lagi.Â
Orang-orang di kota kecil itu bertanya-tanya ke mana dia pergi, tapi tak ada yang tahu. Hanya satu yang tersisa: lelaki yang selalu tersenyum, duduk di bangku taman, mengawasi setiap orang yang lewat, senyumnya tetap tak berubah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H