Hari itu, langit cerah dan angin sepoi-sepoi berhembus lembut. Aku memutuskan untuk berjalan-jalan di taman kota, sebuah kebiasaan yang selalu kulakukan untuk menghilangkan penat setelah seharian bekerja. Taman itu tak pernah sepi, selalu ada orang-orang yang berolahraga, pasangan yang berjalan bergandengan tangan, atau anak-anak yang bermain riang.
Tapi sore itu, ada sesuatu yang aneh. Di sudut taman yang biasanya dipenuhi bunga-bunga warna-warni, kulihat seorang pria tua duduk di bangku kayu, memegang sehelai kertas yang tampak usang. Wajahnya serius, hampir tanpa ekspresi, dan matanya terpaku pada kertas itu. Sesuatu tentangnya membuatku penasaran.
Aku mencoba mengabaikannya dan melanjutkan berjalan, tetapi entah kenapa, langkahku malah mengarah ke bangku di sebelahnya. Tanpa sadar, aku duduk dan menyapa, "Selamat sore, Pak."
Pria tua itu menoleh perlahan, mengangguk singkat, dan kembali menatap kertas di tangannya. "Selamat sore," jawabnya pelan, suaranya serak seperti jarang dipakai.
Karena keheningan terasa canggung, aku iseng bertanya, "Sedang membaca apa, Pak?"
Dia menatapku, seolah menimbang-nimbang sebelum akhirnya memberikan kertas itu kepadaku. "Ini... surat dari masa depan," katanya dengan nada datar.
Aku tersenyum, mengira dia bercanda. "Surat dari masa depan? Serius, Pak?"
Dia hanya mengangguk lagi, tanpa seulas senyum. "Coba baca."
Dengan rasa penasaran yang kian besar, aku mulai membaca kertas itu. Isinya membuatku terdiam. Di sana tertulis dengan jelas: **"Besok, saat jam menunjukkan pukul 18:45, kamu akan menemukan dirimu berada di tempat yang tidak terduga. Jangan panik, dan ingatlah bahwa takdir sudah ditentukan."**
Aku memandang pria tua itu, setengah berharap ini hanya lelucon. "Ini apa maksudnya, Pak? Surat ini untuk siapa?"
Pria itu menghela napas panjang. "Itu untukmu."