Mohon tunggu...
Fajar setiono
Fajar setiono Mohon Tunggu... Buruh - copywriter

Selalu bersyukur atas apa yang kita dapatkan.Jangan pernah menyerah sebelum kita mendapatkan apa yang kita inginkan.Selalu semangat dan pantang menyerah!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pohon Cermin

27 Agustus 2024   09:19 Diperbarui: 27 Agustus 2024   09:44 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah desa terpencil, tersembunyi jauh di balik hutan rimba, ada sebuah pohon tua yang terkenal di kalangan penduduk setempat. Pohon itu disebut "Pohon Cermin". Mereka yang mendekatkan diri ke pohon ini, konon bisa melihat pantulan masa depan mereka sendiri di permukaannya yang berkilau seperti kaca. Namun, tidak semua pantulan yang terlihat adalah masa depan yang diinginkan.

Alif, seorang pemuda yang baru saja kehilangan arah hidupnya setelah ditinggal pergi oleh ibunya, mendengar tentang Pohon Cermin dari kakeknya yang sudah renta. Dalam rasa putus asa yang mendalam, Alif memutuskan untuk pergi ke hutan dan mencari pohon tersebut, berharap dapat menemukan jawaban atas nasibnya yang kelam.

Setelah berhari-hari berkelana di hutan, melewati berbagai rintangan, Alif akhirnya menemukan Pohon Cermin itu. Pohon tersebut menjulang tinggi dengan batangnya yang kokoh dan permukaan kulit kayunya yang memantulkan cahaya, seolah-olah terbuat dari kaca. Dengan napas yang tertahan, Alif mendekatkan wajahnya ke batang pohon itu, berharap melihat masa depan yang cerah.

Namun, apa yang dilihatnya membuat jantungnya berdebar keras. Di permukaan pohon, ia melihat bayangan dirinya, tapi dalam keadaan yang sangat berbeda. Alif tampak mengenakan jubah hitam, dengan mata yang penuh kesedihan. Di sekelilingnya, ada orang-orang yang tampak menangis dan memandangnya dengan pandangan penuh kebencian.

Bayangan itu mengangkat tangannya, dan Alif melihat bahwa di tangannya tergenggam sebuah benda tajam, berkilauan di bawah sinar bulan. Tiba-tiba, bayangan itu menusukkan benda tersebut ke dadanya sendiri, dan Alif terlonjak mundur, napasnya tercekik.

Gemetar, Alif tersentak kembali ke kenyataan. Dia segera berlari menjauh dari pohon itu, merasakan ketakutan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Namun, bayangan dari Pohon Cermin terus menghantuinya. Setiap malam, dalam mimpi-mimpinya, Alif melihat dirinya semakin dekat dengan bayangan yang dia lihat di pohon itu.

Seiring berjalannya waktu, Alif semakin terpuruk dalam rasa takut dan putus asa. Dia mulai menarik diri dari orang-orang di sekitarnya, menghindari interaksi sosial, dan menghabiskan hari-harinya dalam kesendirian. Pikiran tentang bayangan di Pohon Cermin terus menghantuinya, seolah-olah tak ada jalan keluar dari takdir yang telah ditunjukkan kepadanya.

Pada suatu malam yang sunyi, ketika bulan purnama bersinar terang di langit, Alif tidak tahan lagi. Dia memutuskan untuk kembali ke Pohon Cermin, berharap bisa menemukan cara untuk mengubah nasibnya. Dengan langkah gontai, dia kembali menuju hutan yang gelap, mencari pohon itu dengan hati yang penuh keraguan.

Ketika Alif akhirnya berdiri di depan Pohon Cermin lagi, dia merasakan keheningan yang mencekam di sekelilingnya. Dia menatap permukaan pohon itu, berharap melihat sesuatu yang berbeda kali ini. Namun, yang dia lihat hanyalah bayangan dirinya yang sama, dengan mata yang semakin kelam dan tangan yang gemetar.

Alif mengulurkan tangan ke arah bayangan itu, merasakan dinginnya kulit pohon yang berkilau. "Mengapa?" bisiknya, air mata mulai mengalir di pipinya. "Mengapa aku harus melihat ini?"

Dan tiba-tiba, sebuah suara lembut terdengar di telinganya, seolah-olah berasal dari dalam pohon itu sendiri. "Masa depan adalah cerminan dari pilihan-pilihanmu, Alif. Apa yang kau lihat adalah hasil dari ketakutan dan keputusasaanmu sendiri. Ubah dirimu, dan kau akan mengubah bayanganmu."

Alif tersentak. Kata-kata itu menggema di dalam kepalanya, mengusir rasa takut yang selama ini mencekiknya. Dengan tekad yang baru, dia menarik napas dalam-dalam dan menatap bayangannya sekali lagi. Dia tahu sekarang bahwa dia tidak bisa membiarkan ketakutannya menguasai hidupnya.

Hari-hari berikutnya, Alif mulai berubah. Dia kembali ke desa, mendekati orang-orang yang telah dia jauhi, dan memulai hidup baru dengan harapan yang baru pula. Setiap tindakan yang dia ambil, dia pastikan dilandasi oleh keberanian dan kebijaksanaan, bukan ketakutan. Dan perlahan-lahan, bayangan suram yang pernah dia lihat di Pohon Cermin mulai memudar dari ingatannya.

Hingga suatu hari, ketika Alif kembali ke Pohon Cermin untuk terakhir kalinya, yang dia lihat adalah bayangan dirinya yang berbeda. Dia melihat seorang pria muda dengan senyuman di wajahnya, dikelilingi oleh orang-orang yang peduli padanya. Tidak ada lagi jubah hitam, tidak ada lagi mata yang penuh kesedihan. Hanya ada ketenangan dan kebahagiaan yang tercermin di permukaan pohon itu.

Alif tersenyum, menyadari bahwa masa depan adalah miliknya untuk dibentuk. Pohon Cermin tidak pernah menunjukkan nasib yang tak terhindarkan; pohon itu hanya menunjukkan bayangan dari pilihan-pilihan yang ada di dalam hati. Dan dengan hati yang penuh dengan harapan, Alif pun melangkah pergi, meninggalkan Pohon Cermin dan masa lalunya di belakang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun