Di tengah kesibukan festival, ada sebuah pohon kenanga besar di halaman sekolah yang menjadi tempat favorit Reza dan Lala untuk beristirahat. Di bawah pohon itu, mereka sering duduk bersama dan berbicara tentang banyak hal. Reza merasa nyaman berada di dekat Lala, dan Lala pun merasa senang dengan kebersamaan mereka.
Suatu sore, ketika festival hampir berakhir, Reza dan Lala kembali duduk di bawah pohon kenanga. Langit senja memberikan warna oranye yang indah, membuat suasana semakin romantis. Reza merasakan jantungnya berdebar kencang. Ia tahu bahwa ini adalah saat yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya.
"Lala, ada sesuatu yang ingin aku sampaikan," kata Reza dengan suara yang sedikit bergetar.
Lala menoleh dan menatap Reza dengan mata berbinar. "Apa itu, Reza?" tanyanya dengan lembut.
Reza menarik napas dalam-dalam dan berkata, "Aku... aku sudah lama menyukaimu, Lala. Aku menyukaimu sejak pertama kali kita bertemu. Aku tahu ini mungkin terdengar tiba-tiba, tapi aku tidak bisa lagi menyembunyikan perasaanku. Aku ingin kamu tahu bahwa kamu sangat berarti bagiku."
Lala terdiam sejenak, memandangi Reza dengan tatapan yang sulit diartikan. Kemudian, senyuman manis muncul di wajahnya. "Reza, aku juga menyukaimu. Aku selalu merasa senang setiap kali kita bersama. Kamu selalu membuat hari-hariku lebih ceria."
Reza merasa lega dan bahagia mendengar jawaban Lala. "Terima kasih, Lala. Aku janji akan selalu ada untukmu dan membuatmu bahagia."
Mereka pun berpelukan di bawah pohon kenanga, merasakan kehangatan dan kebahagiaan yang tak terlukiskan. Sejak hari itu, Reza dan Lala menjadi pasangan yang tak terpisahkan. Mereka saling mendukung dan menginspirasi satu sama lain, menghadapi segala tantangan bersama dengan penuh cinta.
Pohon kenanga itu menjadi saksi bisu cinta mereka yang tulus dan indah. Setiap kali mereka melihat pohon itu, mereka selalu mengingat momen pertama kali mereka mengungkapkan perasaan mereka dan merasakan kembali kebahagiaan yang sama seperti saat itu.
10.Judul: Di Ujung Senja
Senja hari itu, di sebuah desa kecil yang terpencil, seorang gadis bernama Sari duduk di tepi sungai, menikmati angin sepoi-sepoi yang membawa aroma tanah basah. Hatinya gelisah memikirkan surat yang baru saja diterimanya dari kakaknya, Bima, yang bekerja di kota. Dalam surat itu, Bima bercerita bahwa ia akan pulang setelah bertahun-tahun merantau.