Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Buruh - Penyair Paruh Waktu

Jangan hempaskan, tuliskan!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Fragmen Satu Sampai Enam

18 Juli 2023   20:13 Diperbarui: 19 Juli 2023   02:30 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SATU.

Satu kata tersendat
Satu harap tersendat
Satu cita tersendat
Satu sendat berkata tentang harap dan cita


DUA.

Tiap rumah ada TV
Tiap rumah ada Wi-Fi
Tiap rumah jadi sepi
TV dan Wi-Fi jadi penghuni rumah sepi


TIGA.

Teror dan mimpi adalah orang tua ku,
dan jalan keluar adalah tujuan ku
Itulah hidup ku.
Bagaimana mati ku?
Siapa yang tahu.


EMPAT.

Jubah usang itu, buanglah.
Apek, seperti jas hujan di musim panas.
Sebab ku ingin melihat telanjang tubuh mu, yang legam terbakar matahari.
Yang sama seperti ku.


LIMA.

Gelap malam ini
Lebih gelap malam sebelumnya
Dan kini ku nyalakan unggun api
Agar terang bait puisi.


ENAM.

Di tanah tua ini malam kian menjauh
Tertinggal hanya nyala lilin dimeja
Dalam remang cahaya bayang-bayang menjelma aku
Bersorak riang sendiri di ruang remang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun