Mohon tunggu...
Money

Apakah Harga Minyak Dibayangi Memperlambat Ekonomi

28 Desember 2018   10:38 Diperbarui: 28 Desember 2018   10:52 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Minyak berperan sangat penting untuk membuat beberapa komponen industri. Mencangkup seluruh kegiatan ekonomi membutuhkan energi atau bahan bakar, baik untuk menjalankan mesin produksi, menghasilkan listrik, atau sebagai sarana transportasi. Sementara hampir semua bahan bakar tersebut berasal dari minyak. Minyak berperan penting untuk memainkan jalannya roda perekonomian di suatu negara.

Harga minyak jatuh lebih dari 6 persen ke level terendah dalam lebih dari satu tahun. Penurunan pada harga minyak dipicu kekhawatiran perlambatan ekonomi bakal mengguncang pasar.

Harga minyak mentah berjangka Amerika Serikat ditutup pada US$ 42,53 per barel dan  turun menjadi US$ 3,06, atau 6,7 persen. Adapun minyak mentah berjangka ditutup turun US$ 3,35, atau 6,2 persen menjadi US$ 50,47 per barel. Pasar menetap lebih awal menjelang liburan Natal. 

Yang terjadi di pasar saham meningkatkan kekhawatiran bahwa ekonomi akan berhenti dan dengan demikian pada dasarnya akan membunuh permintaan minyak di masa depan.

Mereka menganggap penurunan harga minyak akibat perlambatan ekonomi jika bukan resesi. Penurunan harga di kuartal keempat kemungkinan akan menyebabkan produsen untuk kembali pada output mereka.

Dan pada tanggal 27 Desember 2018 ini harga minyak dunia melonjak sekitar 8 persen, waktu Amerika Serikat. Kenaikan harga minyak tersebut merupakan kenaikan yang terbesar selama lebih dari 2 tahun terakhir. Harga minyak mentah pada akhir - akhir ini beracuan pada jangka global sehingga harga minyak telah meningkat menjadi 8 persen atau US$54,47 per barel. Dan para pedagang mengakui bahwa di awal sesi perdagangan, sempat tertekan hingga ke level US$49,93 per barel atau terendah sejak Juli 2017.

Penguatan harga minyak mentah juga terjadi pada waktu Amerika Serikat West Texas Intermediate dan kenaikan harga minyak tersebut melonjk sekitar 8,7 persen atau US$46,22 per barel. Meskipun demikian, harga minyak mentah di West Texas Intermediate telah merosot hampir 40 persen sejak menyentuh level tertinggi US$76 per barel pada kenaikan harga minyak di wilayah tersebut.

Kenaian harga minyak yang kedua merupakan kenaikan yang terbesar sejak akhir bulan November 2016, setelah Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) menandatangani kesepakatan untuk memangkas produksi minyak.

Harga minyak terkena imbas dari pelemahan pasar yang lebih luar seiring berhentinya operasional pemerintah Amerika Serika, suku bunga acuan di Amerika Serikat yang lebih tinggi, dan sengketa dagang Amerika Serikat - China. Hal tersebut memicu kekhawatiran investor terhadap pertumbuhan ekonomi global.  Pasar juga masih sangat memperhatikan permintaan pada minyak.

Pada penjualan minyak tidak ada pencerminan kepercanyaan diri pasar yang kuat terhadap permintaan pada minyak tersebut. Penurunan harga minyak terjadi terlalu dalam dan terlalu cepat. Para wakil pemimpin mengatakan bahwa harga minyak US$45 per barel itu masih terlalu rendah.

Para analis Tudor, Pickering & Holt menilai penjualan minyak yang terjadi belakangan ini tidak digerakkan oleh kondisi fundamental pasar minyak. Namun, kondisi tersebut merupakan imbas dari kekhawatiran terhadap pasar secara umum seiring meningkatnya volatilitas ekuitas dan kekhawatiran terhadap pertumbuhan makroekonomi. 

Pemimpin perusahaan minyak Rusia Rosneft, memperkirakan harga minyak bakal bergerak di kisaran US$50 hingga US$53 pada 2019. Prediksi itu jauh di bawah level tertinggi selama empat tahun terakhir, yaitu US$86 per barel, yang dicapai pada bulan Oktober lalu. 

Meskipun demikian, proyeksi minyak tidak seburuk pada 2016 saat pasokan permintaan terhadap minyak membanjir. Pasalnya, OPEC telah mencoba untuk mendongkrak pasar agar permintaan minyak tidak merosot.

Pada awal bulan Desember, OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia, sepakat untuk memangkas produksinya sebesar 1,2 juta barel per hari (bph) dan akan di mulai Januari 2019. Kebijakan ini berubah dari kebijakan pada bulan Juni lalu dimana kartel minyak dunia ini memutuskan untuk memproduksi minyak lebih banyak. 

Pada sore tanggal 27 Desember 2018 hingga pukul 18:00 WIB, harga minyak dunia terperosok semakin dalam. Harga minyak jenis lightsweet (West Texas Intermediate) amblas 1,58% ke level US$ 45,49/barel sedangkan jenis Brenttergerus 1,60% ke posisi US$ 53,60/barel sejak penutupan perdagangan minyak pada hari Rabu 16 Desember 2018 kemarin. 

Padahal harga minyak pada sesi kemarin ditutup dengan posisi menguat sebesar 8,67% (West Texas Intermediate) dan 7,92%. Lebih jauh lagi, sejak awal tahun 2018 hingga saat ini harga minyak jenis West Texas Intermediate sudah jeblok 25% sedangkan jenis Brent menyusut 25%.

Kekhawatiran terhadap akan melimpahnya supply minyak mentah sepertinya masih memberikan tekanan berat untuk harga komoditas ini. Berdasarkan produksi minyak mentah Arab Saudi, Amerika Serikat, dan Rusia saat ini sudah hampir menyentuh rekor tertingginya.

Bahkan pemerintah Amerika Serikat mengatakan bahwa pada akhir Desember mendatang, produksi minyak serpih Amerika Serikat akan naik menjadi lebih dari 8 juta barel per hari. Terlebih lagi, pada bulan September lalu, Amerika Serikat resmi telah menjadi 'raja minyak' dengan tingkat  menjadi produksi minyak yang terbesar di dunia.

Ada pendapat juga datang dari Iran, yang kemarin memberikan pernyataan bahwa exportir minyak negeri persia tersebut tidak mengalami masalah untuk menjual minyak mentah hasil produksinya, seperti yang dilansir oleh Reuters. Sebagai informasi, pada bulan Agustus lalu, Amerika Serikat menjatuhkan sanksi kepada negara Iran yang melarang negara-negara yang menjalin hubungan kerjasama dengan Amerika Serikat untuk membeli minyak Iran.

Menurut para analisis pasar CMC Markets, pasar membutuhkan bukti yang lebih nyata untuk memperbaiki perhitungan fundamental dan memberikan keseimbangan penawaran-permintaan sebelum harga minyak menyentuh titik terendah yang sebenarnya.

Dengan adanya penurunan jumlah produksi pada tahun 2019, akan dapat memperbanyak jumlah produksi minyak. Sehingga dengan adanya penurunan jumlah produksi permintaan terhadap akan minyak akan terus meningkat dan tidak akan mempengaruhi perlambatan ekonomi yang dialami suatu negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun