Mohon tunggu...
Fajar Novriansyah
Fajar Novriansyah Mohon Tunggu... Administrasi - Pekerja biasa

Pekerja Purna Waktu Sebagai Staf Adminitrasi di Perusahaan Operator SPBU Swasta berlogo kerang kuning. Menikmati suka duka bertransportasi umum, Karena disetiap langkah kan ada jalan, dimana perjalanan kan temui banyak cerita. S1 Manajemen Universitas Terbuka 2014

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jakarta Itu Dekat di Mata, Jauh di Kaki, tapi Sampai Kok

7 Februari 2024   13:39 Diperbarui: 11 Februari 2024   12:03 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Jakarta. (Foto: Dok. pribadi)

Jakarta adalah mimpi indah bagi banyak orang, mungkin juga adalah mimpi buruk bagi sebagian kecil lainnya. Lalu apakah jakarta bagi saya jakarta adalah kota impian yang indah? 

Nyatanya bukan, Jakarta adalah mimpi yang standar bagi saya untuk bertahan hidup lebih baik daripada kampung halaman untuk melanjutkan jenjang pendidikan untuk meraih pundi pundi rupiah.

Tapi kemudian Jakarta mewujud menjadi harapan harapan kecil yang banyak sangat banyak sampai suatu kebutuhan itu kini menjadi mimpi mimpi yang berusaha dikejar dan gapai.

Awal mula pergi ke jakarta adalah kesempatan untuk mengikuti SNMPTN di sini tetapi apa daya dua tahun berturut turut saya gagal, alasan memilih jakarta adalah karena almarhum Ayah saya lahir dan besar hingga meninggal di Jakata bertemu dengan almarhum ibu yang pendatang dari Semarang pun di Jakarta. 

Hanya karena ayah saya anak angkat dari sepasang perantau dari Kabupaten kuningan maka saya jadi sedikit asing dengannya diawal, muasal sebanya lantaran saya lahir besar dan tumbuh di kota kecil di ujung jawa barat tersebut itu.

Jakarta yang sebelumnya hanya sebatas bagaimana betahan hidup untuk kelangsungan nasib yang lebih baik telah membawa saya kepada kesempatan pekerjaan yang nyatanya banyak tersedia juga lebih beragam. 

Mulai dari sisi yang gelap sampai yang terak pekerjaan di jakarta terbuka luas, dari yang legal sampai yang ilegal bahkan tipu tipu banyak sekali. Jadi hati hati untuk segala kesempatan yang kita dapat tidak hanya disini tapi dimanapun berada. 

Dan selama di jakarta hingga kini saya besar dan tinggal di Keagungan Jakarta barat yang mepet Jakarta pusat, pasar Gang kancil adalah yang paling seru beburu jajanan jika petang ke malam.

Kini Jakarta akhirnya berubah menjadi tujuan dan obsesi bagi saya. Memulai pekerjaan dari pegawai Bar dan Diskotik yang hanya bertahan berapa waktu, sebagai sales penjual ponsel yang berhasil membawa saya dengan sales penjualan terbaik hingga di bawa jalan jalan ke Singapura. 

Kemudian jadi kasir mini market sampai kesempatan menjadi supervisor toko cabang lainnya sampai beralih menjadi supervisor shift di SPBU berlogo kerang dan kini bertahan menjadi adminitrasi di perusahaan pengelola spbunya.

Lulus kuliah jurusan manajemen dari Univeristas Terbuka Jakarta juga kesempatan bagi saya yang tiada tara. Jakarta membawakan saya kultur bekerja keras dan cepat. 

Bangganya saya setalah 3 tahun merantau akhirnya satu KK dengan orang tua saat itu dan kini sudah 12 tahun menjadi warga DKI Jakarta, kemudian juga jika tidak lagi menjadi ibukota bagi saya tidak terpengaruh. 

Mungkin tumbuh drastis Jakarta juga tumbuh bersama kedatangan saya kala pertama meranatau di 2009 dimana jakarta mmebuka rutu koridor 8 yang tahun kemudian membuka korioder 9 dan 10 sampai kini banyak rute yang yang terintegrasi ke berbagai kota tetangga di sekitarnya. 

Sampai tak ketinggalan pernah menikmati Waterway yang memulai rute dari Karet hingga Manggarai yang akhirnya kini hanya tinggal kenangan. Belum lagi daru UMR 1,3 ke angka 5 juta nyaris dalam satu dekade setengah itu sesuatu sekali.

Kebangkitan KRL zaman pak Jonan dari sebelumnya masih beli tiket manual 15 menit sebelum kereta datang dari mulai runkad dengan jadwalnya yang tidak beres belum lagi premanisme dan pedagang asongan saya pernah mengalaminya.

Tapi jadi lumayan kangen sama rute Ekspresnya. Tapi semakin di depan sekarang dengan makin banyak mengangkut pemumpang, pembenahan di semua stasiun belum lagi pembangunan stasiun baru dan integrasi ke LTR, MRT dan Transjakarta. Terkoneksi dengan damai walau dekat di mata jauh di kaki.

 (Foto: Dok. pribadi)
 (Foto: Dok. pribadi)

Masa masa pergi kemana mana naik angkot dan Mentomini, Kopaja, Kopami, dan koantas jaya berbagai rute yang kini telah mengakhir masa masa mengukur aspalnya, menghadapi komplotan copet dan berburu vcd bajakan di glodok dan hiruk pikuk penjaja baju di Bawah tanah terminal Blok M. 

Sekarang banyak tempat terbuka danyak hal hal yang membawa banyak perubahan disini, dan bagganya maish rutin Car Free Day tiap minggu walau sempat stop ketika pandemi melanda. Agak sedih jika sekarang ke area Blok M beberapa tenan telah sunyi dan sepi.

Tanah abang dari yang banjir, macet tiada akhir dan tentu berpetualang dari satu pasar ke pasar lain di dekatnya menjaid tandtanga tersendiri untuk berburu pakaian grosir, jika pakaian trifting tentu senen adalah rajanya,kalau buku bekas ya ke Kwitang dan kue pasar subuh yang murah murah, walau sebagian kini hanya sedang menunggu waktunya karam di makan waktu.

Alasan saya tetap akan tinggal di jakarta selain kesempatan dalam pekerjaan tentunya dengan mudahnya informasi terbarukan yang hadir lebih baik, juga menjadikan saya lebih nyaman walau harga jakarta agak mahal tapi bagi saya tidak terlalu Pricy dibanding kota lain.

Saat membuat e-KTP yang hilang pun aplikasi JAKI sangat membantu saya juga masa masa berburu dimana kita akan vaksin co19 juga membantu sekali.

Toh wisata di sini pula bertabur musium dari sejarah seni sampai pendidikan, Malah saya lebih suka berkelana ke musium itu selain cuci mata ke seantero Mall yang banyak disini, belum lagi korting yang kadang menyertainya. Mudahnya teknologi di adaptasi juga menjadi salah satu alasan betah disini.

Banjir adalah tantangan yang akan di hadapi saat musim penghujan, tapi sudah biasa laksana macet yang di berbagai titik sudah membuat mati kutu jika terjebak di sana tapi ya jalani saja dengan sabar dan besar hati. Tapi Kendaraan umum memang juaranya walau kadang ada macet tapi setidkanya murah dan nyaman hanya perlu sabar dan sedikit olahraga sebagaimana bentuk jembatan penyebrangan dan rute ke stasiun yang lagi lagi jauh di kaki dekat di mata.

Selain itu alasan kesehatan yang prasarananya mudah di akses serta kesempatan terkoneksi antara BPJS ke fasilitas kesehatan rujukan yang lebih memadai cukup bagi saya kaum mendang mending. Walau sama sata tahu jika antriannya dapat di mulai dari subuh berakhir. Lalu masih ada mimpi mimpi yang ingin saya rajut di sini lagi lagi Jakarta itu dekat dimata Jauh di kaki tapi pasti sampai kok. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun