Mohon tunggu...
Fajar Eko Yulianto
Fajar Eko Yulianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Aku bukan anak seorang raja, bukan juga anak seorang ulama besar maka: aku menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

154 Tahun Jawa Berkalung Besi

14 Agustus 2021   11:22 Diperbarui: 14 Agustus 2021   11:25 2536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mbesuk yen wis ana kreta tanpa jaran, Tanah Jawa kalungan wesi, prahu mlaku ing dhuwur awang-awang, kali ilang kedhunge, pasar ilang kumandhange, iku tandane yen tekane jaman Jayabaya wis cedhak", begitulah yang ditulis oleh Jayabaya di Serat Jangka Jayabaya dalam meramalkan masa depan Pulau Jawa.

Serat Jangka Jayabaya sendiri adalah kitab yang berisi ramalan yang ditulis oleh Jayabaya, seorang raja Kediri. Kitab ini cukup diyakini oleh masyarakat Jawa. 

Salah satu ramalan yang paling terkenal adalah meramalkan soal pemimpin negara Indonesia. Dalam ramalannya sering disebut sebagai Notonogoro yang ditafsirkan sebagai presiden. T

idak hanya itu, ramalan yang cukup terkenal lainnya, yaitu ramalan tentang pulau Jawa. Seperti pada kutipan di atas terdapat kalimat "Tanah Jawa kalungan wesi", yang artinya Pulau Jawa berkalung besi, kemudian ditafsirkan tentang Pulau Jawa yang dibangun rel kereta api dan kereta api membentang sepanjang Pulau Jawa, keduanya dibuat dengan bahan dasar besi. 

Benar saja, kurang lebih 700 tahun kemudian kereta api dan jalur kereta api pertama di Indonesia yang dibangun di Semarang beroperasi pada 1867 oleh kolonialis Belanda. Dengan adanya kereta api membawa perubahan yang cukup berarti bagi pemerintahan kala itu.

Pembangunan Jalur Kereta Pertama

Sumber gambar: KAI
Sumber gambar: KAI

Pada 17 Juni 1864, Gubernur Jenderal Baron Sloet van den Beele meresmikan pembangunan jalur kereta api pertama di desa Kemijen dengan tujuan Semarang-Yogyakarta. Pembangunan ini didanai sepenuhnya oleh pemerintah kolonial saat itu.

Pembangunan ini lahir karena saat itu Gubernur Jenderal van den Bosch memberlakukan cultuur stelsel yang mengakibatkan bertumbuh pesatnya aktivitas perkebunan. 

Pesatnya pertumbuhan perkebunan kurang diimbangi dengan ketersediaan transportasi dan infrastruktur yang cukup. Jauhnya jarak antara pelabuhan dan perkebunan. 

Apalagi, perkebunan tersebut berada di daerah bukit-bukit, dengan kondisi jalan yang ada saat itu adalah jalan bertanah, jika musim hujan tiba, jalan itu pun jadi menyulitkan karena berlumpur. 

Alat transportasi pun terbatas untuk memindahkan hasil bumi hanya mengandalkan tenaga manusia akibatnya prosesnya jadi lambat dan kapasitasnya terbatas.

Tanam Paksa Yang Kejam

Tanam paksa atau cultuur stelsel menjadi cikal bakal lahirnya ide pembangunan jalur kereta api. Dilakukan oleh Gubernur Jenderal van den Bosch, saat diperkenalkan kepada masyarakat, sistem ini sangatlah mudah dijalankan. Tetapi tidak pada kenyataannya, justru malah memberatkan masyarakat karena tidak sesuai pada awalnya. 

Tanam paksa sangat berarti bagi kolonialis Belanda karena berguna untuk mengisi kembali kas negara yang kosong, sedangkan bagi Indonesia tanam paksa menyebabkan kemelaratan serta penderitaan. Sistem ini mengakibatkan kematian masyarakat karena kelaparan di Cirebon (1848), serta Grobogan (1849).

Mulai Beroperasi

Jalur kereta pertama di Indonesia resmi dioperasikan pada 10 Agustus 1867. Jalur kereta api ini menghubungkan Semarang dengan Grobogan. 

Peresmian jalur yang sangatlah sepi dan sunyi itu dilakukan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Ary Prins. Sejak itu, kereta api mengubah wajah kolonialis Belanda dengan terpacunya ekonomi dan pertumbuhan fisik daerah-daerah yang dilewatinya.

Jalur-Jalur Lainnya di Jawa

Setelah beroperasinya jalur kereta api dari Semarang menuju Grobogan, pada 10 Februari 1870 dibuka lah jalur sampai ke Solo. 

Dari Solo, pembangunan jalur kereta juga diteruskan sampai ke Yogyakarta. Pada 21 Mei 1873, jalur kereta dari Semarang ke Surakarta sampai Yogyakarta diresmikan. Tepat pada tahun itu juga jalur kereta dari Batavia ke Buitenzorg selesai.

Pemerintah terpaksa turun tangan karena kesulitan keuangan dalam membangun jalur kereta. Kemudian pemerintah mendirikan perusahaan Staat Spoorwagen (SS). 

Pada 16 Mei 1878, jalur kereta utama yang didirikan SS terbentang antara Surabaya sampai Pasuruan yang panjangnya 115 kilometer diresmikan. 

Setelah itu, muncullah perusahaan kereta api swasta lainnya. Kemunculan perusahaan lain karena melihat keuntungan yang besar dalam bidang perkeretaapian.

Pada 1867, baru 25 kilometer jalur kereta yang dibuka. Kemudian, pada 1870 bertambah menjadi 110 kilometer. Sementara, pada 1900 menjadi 3.338 kilometer.

Jalur Kereta Masa Kini

Total panjang jalur kereta di Pulau Jawa saat ini adalah 3.327 kilometer panjang jalur aktif dan 1.480 panjang jalur non-aktif. Dari jalur yang beroperasi tersebut, sekitar kurang lebih 400 kilometer sudah dielektrifikasi untuk layanan commuter lokal di Jabodetabek.

Panjang jalur sekitar 4.807 kilometer tersebut, sebagian besar adalah peninggalan dari masa penjajahan Belanda. Sampai saat ini, pemerintah sedang membangun infrastruktur berupa jalur baru, namun sebagian besar adalah jalur ganda atau merevitalisasi kembali jalur yang sudah ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun