Para penghuni rumah singgah yang berprofesi seperti itu menjadikan kota Rantauprapat memiliki belasan pengemis yang kerap terlihat melakoni hidup dengan berharap derma dan belas kasihan para warga lainnya..
Mereka, dari beragam usia meminta-minta kepada warga di tempat-tempat publik.. Misalkan, di sejumlah warung dan rumah makan di kota Rantauprapat..
Terlepas apakah aktivitas itu berindikasi dikordinir ataupun dimobilisasi oknum-oknum tertentu, menjadi fokus dalam coretan sederhana ini adalah hadirnya kanak-kanak masih usia dini..
Anak-anak tersebut harus rela menggadaikan masa kecilnya yang ceria. Jika anak lain di usia masa pendidikan sekolah dasar dapat bermain dengan teman seusia, tidak dengan anak yang tinggal di rumah singgah Labuhan..
Beberapa anak yang menghuni rumah singgah itu, harus menantang waktu demi uang recehan para penderma..
Kepada penulis, salahseorang diantaranya, dalam hal ini kita sebut saja, udan yang diperkirakan masih berusia 11 tahun..
Dia ketika bersama seorang rekan seprofesinya yang setahun lebih tua, menyebut jika dia pendatang dari daerah Batubara..
Kegagalan rumah tangga yang berujung pada perceraian kedua orangtuanya, membuat dia menjadi korban.. "Ayah sama emak bercerai," ujarnya..
Dia mengaku jika Emaknya masih di salahsatu sudut daerah Kabupaten Batubara. Sedangkan Bapaknya, tidak diketahui keberadaannya. "Emak masih di Batubara," imbuhnya dengan mengenakan kopiah lusuhnya..
Sampainya dia di kota Rantauprapat, tuturnya karena dibawa seseorang. Mereka menyebutnya "Atok". "Atok yang membawa kami ke sini," katanya..
Tapi, cerita dengan para bocah ini tak berlangsung lama. Mereka harus buru-buru meninggalkan penulis untuk selanjutnya mendatangi sejumlah warga lainnya..