Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Supir - PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

menulis jika ada waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cerita Perbatasan: Apa Jadinya Ketika Masyarakat Desa Tidak Dijadikan Objek Pembangunan

16 September 2011   04:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:55 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_135241" align="aligncenter" width="640" caption="Masyarakat Mampu Membangun Diri Mereka Sendiri asalkan Difasilitasi"][/caption]

Negara yang kuat dan bermartabat ditentukan oleh kemampuannya mendidik rakyatnya untuk mandiri. Rakyatnya diberdayakan untuk menjadi subjek pembangunan di atas sumber daya yang mereka miliki. Tugas negara hanyalah memfasilitasi dan bukannya mengambil alih sepenuhnya apa yang bisa dilakukan oleh rakyatnya.

Spirit inilah yang saya amati sangat kental ada di dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM MP). Hal ini terlihat dalam aneka program pemberdayaan masyarakat desa di Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, KALBAR, yang oleh masyarakat dirasakan sangat menyentuh kebutuhan mereka: jembatan gantung, gang beton pedesaan, MCK umum, Balai Bina Budaya, Polindes, Pipanisasi, dll. Fasilitas publik yang dahulunya sangat sulit dibangun masyarakat pedesaan menjadi mudah dibangun berkat adanya PNPM MP.

Mekanismenya: pendataan kebutuhan urgen masyarakat di suatu desa, diajukan, disetujui, dananya dikeluarkan berdasarkan bistik yang diajukan, diserahkan kepada masyarakat desa untuk dikelola secara swadaya. Tugas fasilitor hanyalah memfasilitasi dan memonitoring karena masyarakat bersangkutanlah yang mengelolah dana dengan cara bergotong-royong membangun apa yang mereka perlukan.

Dengan demikian, masyarakat dididik untuk bertanggung jawab atas pembangunan di desanya masing-masing, sehingga ada rasa memiliki terhadap fasilitas publik yang mereka kerjakan bersama. Masyarakat juga dididik untuk bersatu: besar-kecil, tua-muda, lelaki-perempuan, untuk berpartisipasi aktif mencermati apa yang paling mereka butuhkan, mengajukannya, dan mengerjakannya secara bergotong-royong. Semangatnya sangat Pancasilais.

Salah satu contoh adalah program pengadaan air minum bersih (pipanisasi) bagi 300 jiwa masyarakat di Dusun Pulan, Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh Hulu beberapa waktu lalu. Dari awal pengerjaannya, seluruh elemen masyarakat dilibatkan: mulai dari merumuskan apa yang paling mereka perlukan, pengerjaannya, dan pengawasannya.

Setelah melalui beberapa kali rapat bersama, semuanya sepakat bahwa pengadaan air minum bersih penting bagi mereka, mengingat selama ini mereka mandi, mencuci pakaian, dan minum di Sungai yang tidak terlalu bersih. Akibatnya, mereka sering mengalami wabah disentri dan muntaber. Untuk mengurangi wabah ini, maka perlu air minum bersih dari sungai kecil melalui pipanisasi.

Kerinduan mereka ini kemudian diajukan oleh fasilitator ke Kabupaten, sehingga tahun ini mereka mendapatkan subsidi dari program PNPM MP sebesar Rp 250 juta. Dana ini dikatakan berupa subsidi karena dengan kondisi jarak tempuh melewati beberapa pegunungan sejauh 5 km dari kampung dengan sungainya yang harus dibendung terlebih dahulu, maka tidak cukup dana sebesar itu. Karena itu, masyarakat bergotong-royong menyediakan pasir, kayu, dan bahan-bahan lain yang tersedia di lingkungan mereka. Dana yang ada benar-benar digunakan untuk membeli semen, beton, dan pipa, yang didatangkan dari kota.

Rencana dimatangkan sehingga dimulailah pengerjaan tahap pertama yakni membuat bendungan di sumber air pada 12 September silam. Semuanya menuju lokasi sumber air untuk mulai pengerjaan bendungan. Yang tinggal di betang atau rumah panjang khas suku iban hanya anak-anak dan orang tua yang sakit dan jompo. Pekerjaannya dibagi-bagi: ada yang mengangkut semen, ada yang merintis jalur pipa, ada yang memasak, ada yang mengangkut pasir, ada yang mencampur pasir-semen dan air, ada yang mulai membangun bendungan.

Semuanya dilaksanakan dalam suasana ceria, bekerja sambil bergurau. Kental sekali suasana kekeluargaannya, sehingga pekerjaan yang sebenarnya berat dengan medan yang sulit terasa ringan, mudah, dan cepat selesai. Meskipun dengan kualitas yang tetap terkontrol agar apa yang dibangun tetap bertahan lama untuk beberapa generasi ke depan.

Hal ini bisa dilihat dalam foto-foto yang sempat diabadikan penulis ketika diundang untuk ikut serta pada hari pembukaan pengerjaan bendungan di bawah ini:

1. Sumber Air :

[caption id="attachment_130353" align="aligncenter" width="448" caption="Sumber Air Bersih"][/caption] 2. Memikul Semen: [caption id="attachment_130355" align="aligncenter" width="448" caption="Semen seberat 50 kg dipanggul dengan keranjang khas Iban"][/caption] 4. Mengangkut Pasir:

[caption id="attachment_130356" align="aligncenter" width="448" caption="Pria Menyekop Pasir, Para Wanita Mengangkut dengan Ember Ke Lokasi Bendungan"][/caption] 4. Mencampur Pasir, semen dan air Menggunakan Teknik Sederhana di Lokasi Sulit (pengganti mesin molen): [caption id="attachment_130357" align="aligncenter" width="448" caption="Tiada Molen, Potongan Terpal pun Dijadikan Penggantinya"][/caption] 5. Memasak untuk Makan Bersama dengan Bahan Makanan yang Dikumpulkan Per Kepala Keluarga [caption id="attachment_130359" align="aligncenter" width="448" caption="Urusan Perut Tidak Kenal Gender: Lelaki pun Memasak"][/caption] 6. Wanita Ambil Peranan dalam Pembangunan [caption id="attachment_130360" align="aligncenter" width="448" caption="Wanita Pun Terlibat dengan Kemampuan Mereka"][/caption] 7. Semuanya dalam Semangat Gotong-Royong Penuh Rasa Kekeluargaan: [caption id="attachment_130361" align="aligncenter" width="448" caption="Pembangunan Fisik Hanyalah Media Pembinaan Semangat Pancasila"][/caption] 8. Istirahat Sejenak Menghilangkan Dahaga Meminum dari Sumber Air yang Jernih [caption id="attachment_130362" align="aligncenter" width="448" caption="Adegan ini Jangan Ditiru Jika Perut Belum Terbiasa"][/caption] 9. Kepala Suku sekaligus Kepala Dusun (Tuai Rumah) Memberikan Pengarahan di sela Waktu Istirahat: [caption id="attachment_130363" align="aligncenter" width="448" caption="Suara Kepala Suku (Kadus) Pasti Ditaati"][/caption] 10. Beristirahatlah Jika Lelah [caption id="attachment_130365" align="aligncenter" width="448" caption="Rehat Sejenak setelah Memikul Pasir dari Bukit ke Lembah"][/caption]

Potret di atas mau mengatakan: masyarakat sederhana jangan pernah dijadikan sebagai objek dalam pembangunan. Mereka harus dijadikan subjek pembangunan itu sendiri, sebab merekalah yang paling tahu apa yang paling mereka perlukan, bagaimana mewujudkannya sesuai dengan kapasitas dan sumber daya yang mereka miliki.

Hanya dengan cara ini, bangsa ini dididik untuk mandiri menentukan masa depannya sendiri tanpa intervensi dominan dari pihak mana pun, yang malah kemudian melumpuhkan kreativitas dan daya juang yang mereka miliki. Pembangunan fisik hanyalah alat untuk membangun jiwa, semangat, spirit. Makanya, jiwanyalah yang harus dibangun melalui pembangunan badan seperti salah satu frase lagu Indonesia Raya: "Bangunlah Jiwanya....Bangunlah badannya.."

Salam Membangun Diri Sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun