Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Supir - PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

menulis jika ada waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Nature

Frekuensi Banjir Kapuas Hulu Meningkat: Peringatan untuk Selamatkan Hutan Kapuas Hulu

6 Desember 2011   04:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:46 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua, dengan luas kawasan lindung yang ada sekarang ini (56,51% dari seluruh luas wilayah) mengakibatkan tugas dan tanggung jawab yang diemban dirasakan cukup berat. Pengamanan kawasan lindung (taman nasional dan hutan lindung) pada prinsipnya masih berada di tangan Pemerintah Pusat, dalam hal ini, Departemen Kehutanan. Pada kenyataannya, aparat yang ada di daerah tidak mampu melakukan tugas secara optimal, akibat kekurangan personal, peralatan serta dana. Untuk seluruh kawasan lindung yang ada, baru Taman Nasional Betung Kerihun yang memiliki unit pengelola yang berkedudukan di Kapuas Hulu, meskipun dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki. Sedangkan kawasan lainnya masih dikelola langsung oleh BKSDA dengan kedudukan di Pontianak (Ibukota Propinsi Kalimantan Barat).

Ketiga, luas Areal hutan yang ada meruapakan pabrik raksasa pengolah sejumlah gas-gas buangan (utamanya CO2) menjadi Oksigen (O2) yang sangat diperlukan bagi kehidupan seluruh mahluk di dunia. Dari sebab itu, Kalimantan Barat secara umum dengan luas areal hutan yang ada sering dijuluki sebagai paru-paru dunia. Karena dipercaya bahwa tumbuhan mampu menyerap CO2 yang merupakan zat yang sangat diperlukan untuk kehidupan. Semakin pesatnya industri yang berkembang di seluruh belahan bumi mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah gas-gas buangan sebagai penyebab lebih lanjut efek gas  rumah kaca(grk). Peran hutan dalam hal ini untuk mengonversinya tidak dapat tergantikan. Oleh karena itu, melalui Protokol Kyoto (Pemerintah Indonesia hingga saat ini belum meratifikasinya), mewajibkan negara-negara maju (yang tergabung dalam Annex 1 Protokol Kyoto) menginvestasikan  sebagian keuntungan untuk penyelamatan lingkungan. Adapun negara-negara tujuannya adalah negara-negara berkembang, yang masih memiliki areal hutan cukup luas.

Kempat, pemberian kewenangan yang lebih luas kepada Daerah, melalui UU Nomor 22 Tahun 1999, memberikan konsekuensi tanggung jawab yang tinggi,termasuk dalam upaya penyelamatan hutan dan lingkungan hidup.Kewenangan yang diberikan meliputi seluruh urusan pemerintah, kecuali pertahanan dan keamanan, politik hubungan luar negeri,moneter,peradilan dan agama.Hal ini tidak jarang berdampak pada sumberdaya yang dimilik. Sebab sebagian Konsekuensi pemberian kewenangan tersebut, kepada Daerah diwajibkan untuk mengembangkan sumber-sumber pendapatan yang berasal dari sumberdaya yang dimiliki sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pemanfaatan sumberdaya  alam langsung atau tidak langsung akan berdampak pada perubahan lingkungan. Pemanfaatan hasil hutan, kegiatan mengkonversi hutan untuk kepentingan lain, pemanfatan kekayaan bahan tambang, serta sejumlah aktivitas lainnya, akan berdampak pada hilangnya sejumlah habitat yang dimiliki serta berkurangnya kemampuan untuk mengkonversi gas-gas bungan menjadi oksigen. Selain itu dapat menyebabkan menurunnya fungsi hutan sebagai  tempat resapan air hujan, sehingga banjir tidak perlu terjadi.

Itulah beberapa dasar, permohonan dan penetapan Bupati Kapuas Hulu pada tahun 2003 agar menjadikan Kabupaten Kapuas Hulu sebagai Kabupaten Konservasi mengingat luas hutan serta secara geografis sangat strategis di Uncak Sungai Kapuas dan menjadi penentu stabilitas sungai, alam di bagian hilir Sungai Kapuas


[caption id="attachment_146875" align="aligncenter" width="648" caption="Suasana Kota Putussibau (Ibu Kota Kab Kapuas Hulu) yang Terendam Banjir (dok. pribadi)"][/caption]

Kenyataan yang Dialami: Apakah Sesuai dengan Wacana?

Pemerintah Kapuas Hulu memang mempunyai niat baik untuk menjadikan Kabupaten ini sebagai Kabupaten Konservasi karena letak dan luas hutannya dijuluki sebagai “The heart of Borneo.” Akan tetapi, pemerintah Kapuas Hulu sepertinya dihadapkan pada situasi dilematis sehingga terkesan tidak konsisten menjadikan Kabupaten ini sebagai Kabupaten Konservasi. Mengapa hal ini bisa terjadi? Di satu sisi, otonomi daerah menuntut PEMDA untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan pengelolaan alam dan hasil bumi daerah setempat.

Tuntutan pengingkatan PAD ini membuat PEMDA Kapuas Hulu harus berupaya maksimal mencari jalan keluarnya. Jika mengharapkan kompensasi jasa lingkungan dengan dijadikannya Kabupaten Kapuas Hulu sebagai Kabupaten Konservasi, maka hal ini akan berlangsung lama dan hasilnya tidak cepat  dan perlu waktu lama, karena kompensasi langsung dari hutan yang dikonservasi untuk kepentingan masyarakat dunia untuk pemerintah Kapuas Hulu belum ada. Jika ada, maka kompensasi dan pemanfaatan jasa hutan tersebut bisa dijadikan sumber PAD untuk membangun masyarakat Kapuas Hulu. Kenyataannya, untuk ide yang satu ini sepertinya belum menjadi sebuah kenyataan. Lalu apa yang dilakukan untuk meningkatkan PAD Kapuas Hulu?

HPH, HTI, dan Pertambangan tetap Menjadi Jalan Pilihan untuk Mendongkrak PAD

Tuntutan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah membuat PEMDA Kapuas Hulu menempuh jalan pintas dengan mendatangkan investor untuk menjadikan lahan-lahan kosong, hutan alam yang ada di Kabupaten Kapuas Hulu untuk ditebang dan dimanfaatkan kayu-kayunya. Berdasarkan Data dan Informasi Kehutanan di Seluruh Indonesia, ada 24 perusahaan yang mengantongi izin resmi Hak Pengelolaan Hutan di Kabupaten Kapuas Hulu dengan luas area sebesar 1.194.855 Ha.  Duapuluh dari 24 unit perusahaan dinyatakan aktif beroperasi dengan luas areal hutan yang digarap 1.003.315 Ha. Dari antara 24 unit perusahaan ini, beberapa di antaranya beroperasi di wilayah sekitar Sungai Kapuas dan anak-anak Sungai Kapuas seperti Sungai Sibau, Sungai Mendalam, Sungai Kapuas, Sungai Mandai, dll.

Selain itu, demam perkebunan kelapa sawit skala besar juga terjadi di Kabupaten Konservasi ini. Beberapa kecamatan di Kabupaten Kapuas Hulu telah dimasuki oleh perkebunan sawit skala besar terutama di Silat, Kalis, Putusibau Utara, Putussibau Selatan, Batang Lupar, Badau, Nanga Kantuk dan Puring Kencana. Berapa luas areal hutan yang telah dikonversi menjadi lahan perkebunan sawit? Konsistenkan Pemerintah dengan wacana untuk menjadi Kabupaten Kapuas Hulu sebagai Kabupaten Konservasi? Belum lagi izin pertambangan Batu Bara, Emas, dll, yang sudah mulai dan sedang dalam taraf penjajakan untuk direalisasikan.

Semuanya ini menjadi bahan refleksi bagi kita bersama: pemerintah maupun rakyatnya. Sudahkan kita komit untuk menjadikan kabupaten ini sebagai Kabupaten Kapuas Hulu?

Sekedar Penutup: Kabupaten Konservasi dalam Tindakan adalah Solusi Mengurangi Banjir di Kapuas Hulu

Salah satu cara untuk mengantisipasi dampak banjir badang ke depan di Kabupaten Kapuas Hulu dan Kota-kota di Kalbar yang dilalui Sungai Kapuas tidak lain dengan cara berusaha serius dengan tindakan nyata menjadikan Kabupaten Kapuas Hulu sebagai Kabupaten Konservasi di hari ini, besok, dan di masa yang akan datang. Wacana ini tidak akan menjadi sekedar wacana, jika tidak ada usaha untuk menjadikan jasa lingkungan non pemanfaatan kayu sebagai salah satu sumber PAD bagi pemerintah dan masyarakat Kabupaten Kapuas Hulu. Optimalkan pemanfaatan ekowisata di kedua kawasan Taman Nasional yang ada untuk peningkatan ekonomi, jika alasan ekonomi menjadi satu-satunya alasan mendasar alih fungsi hutan demi peningkatan PAD.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun