Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Supir - PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

menulis jika ada waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kampanye Pilpres 2014: Gambaran Kotornya Politik Indonesia

21 Juni 2014   02:32 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:56 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1403270204748563998

Tidak mengherankan jika sekarang ini lahir tren baru dalam masyarakat bahwa Pemilu (pesta demokrasi) adalah pestanya rakyat. Saatnya rakyat memeras habis partai-partai maupun caleg-caleg. Tentu dengan kesadaran bahwa setelah Pemilu mereka (rakyat) bukanlah apa-apa lagi. Momen  selanjutnya adalah dunianya kaum terpilih untuk ganti meraup keuntungan sebesar-besarnya. Maka dapat dibayangkan bahwa dalam konteks demikian visi-misi partai dan para caleg hanyalah slogan kosong.

Kedua, terjadi justifikasi pandangan "politik itu kotor" menjadi semacam paham umum dalam kalangan elit di dalam lapangan kehidupan politik. Paham tersebut lantas diartikan dan dimanfaatkan sebagai legalisasi moral terhadap praktik-praktik individual maupun kelompok yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur kehidupan bersama.

Dalam kasus ini terjadi penyangkalan atas keterpautan erat politik dan etika untuk mewujudkan "kebaikan tertinggi" bagi komunitas negara sebagaimana digagas oleh Aristoteles. Segala aktivitas politik lalu menjadi "kebal" terhadap kaidah-kaidah moral etis yang ada. Politik menjadi lapangan bebas nilai. Setiap orang atau kelompok bebas mengejar kepentingan dan hasrat sendiri.

Jika demikian arti politik telah terlempar jauh dari hakikatnya yang sejati, yaitu untuk membidani sistem kenegaraan menuju kebaikan tertinggi dalam kehidupan bersama (negara) dengan berpijak pada nilai-nilai etika sebagai elemen konstitutifnya.

Maka dalam rangka mewujudkan tujuan negara kita--sebagaimana tercetus dalam alinea keempat UUD 1945--hal pertama yang harus dilakukan adalah "merevisi" pemahaman kita tentang politik atau mengembalikan citra politik bangsa kita ke wajah politik yang ideal. Kebaikan tertinggi dalam suatu negara hanya mungkin tercapai dalam penataan kehidupan bersama (politik) yang mengindahkan nilai-nilai etika. Karena itu segala bentuk pemisahan etika dari wilayah politik hendaknya dihindari karena terbukti membuka ruang bagi praktik-praktik kotor yang sekaligus melahirkan label "kotor"pada politik.

Untuk memulihkan citra politik bangsa kita, mutlak diperlukan kesadaran dan pemahaman baru dalam berpolitik. Siapapun yang berniat menceburkan diri dalam aktivitas politik harus "sadar" sepenuhnya bahwa ia hendak memasukan diri ke dalam suatu wilayah yang sarat akan tanggung jawab etis. Dengan melibatkan diri dalam aktivitas politik, seseorang bukan sedang bertualang dalam suatu dunia bebas nilai dengan bertameng pada pemeo "politik itu kotor", melainkan ia tengah mengemban visi misi bersama untuk mewujudkan bonum commune.

Politik dapat diibaratkan sebagai "mesin" dalam instalasi pemerintahan sebuah negara yang berdaulat dan sadar akan eksistensi diri. Citra politik bangsa kita selanjutnya akan tampak dari produk hukum yang ditelorkannya. Bila politik tidak diimbangi dengan nilai-nilai etika sebagai roh pengendali, barangkali kita tidak akan pernah menikmati demokrasi Indonesia yang ideal yang menjadi cita-cita bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun