Lalu kenapa saya bisa mengingat semua kejadian-kejadian itu? Kenangan-kenangan indah di hari lebaran berkelebat di sudut-sudut memori saya. Bukan tentang uang THR, ataupun takbir oncor keliling yang gemerlapnya sudah di ganti oleh lampu gadget. Juga bukan soal masak-masak bareng bersama keluarga dirumah. Jawabannya sederhana; karena, itu adalah romantisme hari lebaran. Hal-hal yang membekas sudah pasti menjadi sesuatu yang istimewa yang akan tersimpan dalam ingatan.Â
Saat saya mengetik paragraf ini, istri saya sedang bolak-balik ke kamar mandi. Tiba-tiba saya terpikir, bagaimana nasib si jabang bayi yang masih dalam kandungan itu. Bagaimana ia akan menghargai masa kecilnya ketika ia sudah lahir nanti, jika tidak pernah merasakan serunya konvoi malam takbiran, tidak merasakan senangnya take profit dari amplop-amplop lebaran?  Sebab, di Australia, suasana menjelang dan setelah lebaran cenderung sepi dan monoton.
Tidak banyak hal yang bisa dilakukan disini, selain mengunjungi situs-situs halal bi halal yang trah nya hanya segelintir orang. Tidak ada bagi-bagi THR, tidak ada konvoi takbiran, tidak ada tawuran petasan. Bagaimana anak saya nanti mendapati kenangan romantisme lebaran jika lebaran di Australia tidak se lues dan se menarik di Indonesia? Duh kasihan sekali..Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H