Mohon tunggu...
Fajar Prasetyo
Fajar Prasetyo Mohon Tunggu... Koki - calon chef

merantau di australia. sudah 4 tahun, sudah punya istri, hampir punya anak. bentar lagi

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Romantisme Lebaran yang Kian Samar

10 April 2024   18:34 Diperbarui: 10 April 2024   19:03 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini berlangsung sama seperti di tahun-tahun sebelumnya, hanya saja kami melaksanakan sholat id di tempat yang berbeda. Saya dan istri memutuskan pergi ke Function centre Campsie, atas ajakan pak Agis, sebuah gedung serbaguna yang di sulap menjadi tempat ibadah sementara untuk umat muslim di Sydney.

Usai shalat, pun seperti yang sudah-sudah, pulang kerumah masing-masing, sungkeman dengan istri dan bermaaf-maafan. Setelah itu, kami berdua lanjut berangkat ke situs-situs halal bi halal, seperti Ashabul Kahfi Islamic Centre, Iqro Foundation, hingga KJRI Sydney. 

Dalam perjalanan, mulai teringat kembali segenap ragam seremonial suasana sebelum hari H lebaran 5 tahun lalu, sebelum saya merantau ke Sydney, Australia. 

Dulu, biasanya, saya, ibu, bapak, adek, simbah, bude dan yang lain ngumpul di rumah h-1 lebaran untuk masak-masak bersama, ada juga yang bertugas beres-beres rumah. 

Disitulah ruang dialektika mewadahi perdebatan-perdebatan dan guyonan yang kerap terjadi, dari yang penting hingga yang tidak penting. Ibu, tengah sibuk meracik rendang kesukaan bapak, saya sedang multitasking, mengaduk opor sembari membaca Lupa Endonesa milik sujiwo tejo, sementara lainnya bertugas sebagai Kitchen hand dan all rounder. 

Simbah wedok, datang dimik-dimik dengan wajah sedikit galau, beliau sudah 67 tahun, berjalan menuju dapur. Simbah pucat, bukan karena sakit, lebih karena tahu fakta mengejutkan, yakni uang THR lebaran dari anaknya yang bernama Cemung belum cair, lebih panik lagi karena mengetahui yang lainnya sudah mendapati uang THR. 

Cemung, anak dari simbah saya, sosok yang sangat menyayangi keluarga dan sanak saudara. Diantara yang lainnya, Cemung adalah ibu-ibu yang sangat niat dalam bagi-bagi THR, hingga setiap tahun, target price saya dalam menentukan jumlah THR dari Cemung bisa mencapai 300ribuan per lembar amplop, belum dari bapak, dan om-om yang lain. 

" mbah, lha kan lebarannya masih besok, mosok uang THR nya sekarang?" saya lupa siapa yang nyeletuk begitu. Mungkin Bude, mungkin Ibu. 

Simbah sudah panik sekujur badan. Dengan wajah kecewa, beliau gagal menjawab pertanyaan itu. Sampai akhirnya "sebenarnya, jika mengikuti aturan kementerian ketenagakerjaan uang THR itu diberikan paling lambat 7 hari sebelum hari H lebaran." 

Fatwa bapak yang sedikit bijak itu sepertinya membuat simbah wedok sedikit lebih cerah dan optimis. Lantas, simbah pun bercerita, sebenarnya Cemung sudah telpon simbah, ia menyampaikan bahwa tidak ada uang THR tahun ini. Simbah merasa cemas, bagaimana tidak, THR tidak cair sama dengan ia tidak bisa menyisihkan uang untuk di bagi-bagi ke cucu-cucunya. Simbah wedok, memiliki banyak cucu, salah satunya saya, adik saya Epeng, juga Didot. Kemudian beberapa perbocilan seperti Jelo, Aldan, Ryan dan yang lainnya.

Saya menyimak adegan itu sambil mem plating opor ayam yang sudah siap di simpan untuk lebaran besok. Simbah, betapa tampak diam, langit mendung menggantung di hari H-1 lebarannya. Sementara, bude, ibuk, bapak dan Ncan (anak laki-laki simbah) masih saja saling melontarkan diskursus tentang per THRan sembari melanjutkan guyonan mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun