EKONOMI DAN KEWIRAUSAHAAN DI ASIA TENGGARA
Ekonomi dan kewirausahaan di Asia Tenggara memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan regional dan global. Wilayah ini, yang mencakup negara-negara seperti Indonesia, Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Filipina, telah menunjukkan dinamika ekonomi yang kuat melalui integrasi pasar, peningkatan infrastruktur, dan kebijakan pro-investasi. Sektor kewirausahaan semakin berkembang dengan dukungan dari pemerintah, teknologi digital, dan demografi penduduk muda yang melek teknologi.
Dalam beberapa dekade terakhir, sektor UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) menjadi tulang punggung perekonomian, menyumbang sebagian besar lapangan kerja dan PDB di banyak negara Asia Tenggara. Digitalisasi dan adopsi teknologi, seperti e-commerce dan fintech, telah membuka peluang baru bagi wirausahawan lokal untuk bersaing di pasar global. Namun, tantangan seperti kesenjangan akses modal, ketimpangan infrastruktur, dan kompleksitas regulasi masih menjadi hambatan bagi perkembangan yang lebih merata.
PENDAHULUAN
Pertumbuhan ekonomi dan kewirausahaan Islam di Asia Tenggara sejalan dengan jumlah Muslim yang signifikan di wilayah tersebut. Model-model ekonomi berbasis syariah telah diterapkan di negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Brunei, dan beberapa bagian Filipina serta Thailand, dengan menitikberatkan pada perbankan syariah, bisnis halal, dan juga kegiatan filantropi seperti zakat dan wakaf. Pengembangan ini tidak hanya memperhatikan kebutuhan finansial umat Islam, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi yang adil dan inklusif.
Dasar-dasar ekonomi Islam terutama melarang riba, mendorong bagi hasil, dan memberikan prioritas pada keadilan sosial. Dalam situasi ini, zakat dan wakaf memiliki peran krusial dalam mendistribusikan kekayaan dan memberdayakan masyarakat. Negara-negara di Asia Tenggara telah memperkuat kerangka regulasi untuk mendukung ekonomi syariah, menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan sektor tersebut.
Kewirausahaan berdasarkan Syariah di Asia Tenggara mencakup berbagai sektor seperti makanan halal, kosmetik, farmasi, dan pariwisata. Negara-negara seperti Malaysia telah memimpin di tingkat global dalam sektor keuangan syariah, karena peraturan yang mendukung perbankan syariah dan sukuk. Dalam situasi ini, Malaysia tidak hanya menyediakan akses keuangan melalui lembaga syariah tetapi juga menjadi pusat global untuk industri halal yang terus berkembang.
Indonesia, yang memiliki jumlah umat Islam terbesar di dunia, juga memiliki pasar perbankan syariah yang penting, meskipun ukurannya masih lebih kecil dibandingkan dengan sistem konvensional. Pemerintah Indonesia, melalui KNKS, bertekad mempercepat pertumbuhan sektor ini, terutama dalam mendukung UMKM. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah mendukung inklusi keuangan dan pengurangan ketidaksetaraan sosial melalui kewirausahaan syariah.
Brunei menggunakan pendekatan konservatif ekonomi dengan memanfaatkan dana wakaf untuk mendukung proyek-proyek sosial, terutama di sektor pendidikan dan kesehatan. Fokus pendekatan ini adalah pada pemberdayaan masyarakat dan keadilan dalam distribusi kekayaan. Peningkatan kewirausahaan sosial di Brunei bertujuan untuk memberikan manfaat yang signifikan bagi penduduk setempat.
Di sisi lain, Singapura, meski memiliki populasi Muslim lebih kecil, telah berhasil menjadi pusat keuangan syariah regional. Negara ini menawarkan berbagai produk keuangan syariah untuk menarik investasi dari kawasan Timur Tengah dan Asia. Dalam hal yang sama, industri halal di Singapura menunjukkan prospek yang sangat menguntungkan, dengan produk makanan dan layanan yang bertujuan untuk pasar global.Â
METODOLOGI
Metodologi dalam penelitian ekonomi dan kewirausahaan bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan perkembangan wirausaha. Pendekatan ini melibatkan gabungan analisis kuantitatif dan kualitatif untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif tentang dinamika sektor ekonomi dan kewirausahaan.
Metodologi ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi yang berbasis data, relevan secara lokal, dan dapat diimplementasikan untuk mendorong pengembangan ekonomi dan kewirausahaan yang berkelanjutan.
PEMBAHASAN
Perkembangan Ekonomi Syariah Dan Bank Islam
Perkembangan Perbankan Syariah Di Indonesia
Bank syariah di Indonesia berkembang berkat pembentukan Islamic Development Bank (IDB) oleh OKI pada tahun 1975, Organisasi Konferensi Islam, yang berdampak pada perkembangan perbankan dan keuangan Islam. IDB juga turut serta dalam mendirikan bank-bank Islam di beberapa negara serta menegakkan lembaga untuk riset, penulisan, dan pelatihan di sektor perbankan dan keuangan.
Pendirian Bank Islam di Indonesia baru dikecualikan secara khusus pada tahun 1990. Pada tanggal 18-20 Agustus tahun tersebut, MUI mengadakan workshop tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil workshop tersebut kemudian didiskusikan secara rinci pada Musyawarah Nasional IV MUI di Jakarta 22-25 Agustus 1990, yang menghasilkan arahan untuk pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam di Indonesia. Tidak sama dengan tujuan bank konvensional yang hanya fokus pada mencapai keuntungan maksimal. Perbankan Syariah bertujuan untuk mendorong, menjaga, dan memperluas layanan serta produk perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah.
Bank syariah di Indonesia telah sah dengan dasar deregulasi perbankan pada tahun 1983. Ini disebabkan karena sejak saat itu diberikan fleksibilitas dalam menentukan tingkat suku bunga hingga nol persen (penghapusan bunga secara total). Namun, peluang ini masih belum dapat dimanfaatkan karena tidak diizinkan untuk membuka lembaga baru. Keadaan ini berlangsung sampai pemerintah merilis Paket Kebijakan Oktober (Pakto) 1988 yang mengizinkan pendirian bank-bank baru.
Bank Muamalat Indonesia (BMI) is the first Islamic bank established in 1991, initiated by Majelis Ulama Indonesia (MUI) and the government with support from Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) and some Muslim entrepreneurs. Tanda tangan pada akte pendiriannya dilakukan pada tanggal 1 November 1991. Pada saat tersebut, terdapat kesepakatan untuk membeli saham senilai Rp84 miliar.
Peraturan Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah melegalkan kehadiran perbankan syariah di Indonesia dengan segala karakteristiknya. Keberadaan undang-undang ini juga menjadi landasan kuat bagi peraturan Bank Indonesia yang mengatur aspek teknis perbankan syariah di Indonesia. Selain itu, banyak orang beranggapan bahwa dengan adanya undang-undang perbankan syariah akan membuka pintu bagi investasi yang akan membuat perbankan syariah dominan di dalam negeri.
Perkembangan Perbankan Syariah Di Malaysia
Asal usul perbankan syariah di Malaysia dapat dikaitkan dengan tahun 1963 di mana pemerintah mendirikan Tabung Haji. Organisasi ini didirikan untuk menjadi wadah investasi tabungan penduduk Malaysia dengan produk tanpa bunga khusus yang ingin menunaikan ibadah haji. Selanjutnya, konsep perbankan Islam dikenal di Malaysia pada awal tahun 80-an dengan tujuan mulia membantu umat Islam melalui sistem yang lebih baik daripada Tabung Haji.
Pada awal tahun 1980-an, perbankan syariah dikenalkan di Malaysia oleh Mahathir Muhammad, dengan diperkenalkannya Undang-undang Perbankan Syariah 1983 (IBA 1983) dan UU Takaful 1984. Lalu, pada tahun 1983 didirikannya Bank Syariah yang menerapkan konsep syariah secara penuh sebagai badan usaha umum. Bank Islam Berhad yang didirikan pada tanggal 1 Maret 1983. merupakan bank pertama yang secara eksklusif menyediakan produk dan layanan perbankan syariah. Akan bertahan selama 10 tahun. Pada periode ini, perbankan syariah di Malaysia masih dalam tahap awal dan mengalami cobaan serta minimnya partisipasi non-Muslim dalam perbankan syariah. Beberapa tahun sesudahnya, Bank Muamalat Malaysia Berhard Didirikan pada tahun 1999.
Dalam pengembangan perbankan syariah di Malaysia, Central Bank Act (CBA) 1958, IBA 1983, dan BAFIA 1989 memiliki peran besar dalam regulasi, pengawasan, dan pemantauan bank syariah. Pada tahun 2009, CBA memperbarui peraturan baru yang turut berkontribusi dalam pengembangan sektor perbankan syariah. Perubahan pada CBA 1958 merupakan upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan ketentuan sesuai dengan perkembangan perbankan dan keuangan.
Pada tahun 2013, Malaysia mengeluarkan undang-undang baru yang disebut Islamic Financial Services (IFSA) Act dan Financial Services Act untuk memperkuat dan mengharmonisasi aspek regulasi sistem keuangan syariah. Kedua undang-undang ini menggantikan BAFIA 1989, IBA 1983, dan UU Takaful 1984. Peraturan ini memberikan wewenang kepada BNM untuk menerapkan kebijakan yang adil, bertanggung jawab, dan profesional bagi institusi keuangan.
Sepuluh tahun kemudian, muncul anak perusahaan yang berbasis Islam setelah diperkenalkannya RHB Islamic Berhad dan Hong Leong Islamic Berhad pada tahun 2005. Perusahaan turunan ini Didirikan oleh bank komersial lokal dan disetujui sebagai bank syariah berdasarkan IBA 1983. Pada periode yang sama, bank-bank syariah asing di Malaysia diperbolehkan untuk menjalankan aktivitas perbankan syariah di negara tersebut. Bank-bank asing Islam seperti Kuwait Finance House, Bank Al-Rajhi dan Asian Finance House termasuk dalam kategori tersebut. Saat ini, sudah ada lebih dari 17 bank syariah domestik dan 5 bank Islam luar negeri yang beroperasi di Malaysia. Ada 15 bank yang terlibat dalam pengembangan skema perbankan syariah.
Perkembangan Perbankan Syariah Di Brunei Darussalam
Negara Brunei Darussalam adalah wilayah dengan pemerintahan kesultanan Islam yang merdeka yang berada di sebelah utara pulau Kalimantan. Kehidupan di Brunei sangat dipengaruhi oleh agama. Di negara ini, tidak ada club malam, alkohol tidak diizinkan di restoran dan tempat umum, dan kehalalan makanan dipastikan oleh departemen pemerintah yang berwenang. Dilihat dari cara hidup yang diamalkan seperti prinsip Melayu Islam Beraja (MIB) atau sistem kerajaan Melayu Islam akan dijaga dan dilaksanakan oleh kerajaan. Tak heran jika Sultan Brunei memutuskan untuk meluncurkan bank syariah pertama di Brunei. Bank ini memberi masyarakat Brunei peluang besar untuk hidup mengikut prinsip-prinsip syariah. Bank Islam tidak hanya menghilangkan unsur riba atau bunga tetapi juga memberikan landasan sosial ekonomi yang lebih kuat bagi negara.
Bank pertama di Brunei Didirikan pada tahun 1935 dengan nama Post Office Saving Bank sebelum kedatangan Inggris ke Brunei. Pada masa kolonialisasi Inggris berikutnya, didirikan bank lain seperti Bank Hongkong & Shanghai sekitar tahun 1940-an. Bank-bank ini sepenuhnya didukung oleh Inggris melalui penerapan sistem perbankan konvensional yang berlandaskan pada hukum Inggris (British Law). Beberapa bank lain yang didirikan termasuk Malaya Banking (1960), United Malayan Banking Corporation (1963), National Bank of Brunei (1964), Citibank (1971), Islamic Development Bank (1980), Baiduri Bank (1992), Tabung Amanah Islamic Brunei (1992), dan Bank Pembangunan Brunei (1995). Pada pertengahan dekade 1980-an, Bank Nasional Brunei bersatu dengan Bank Pembangunan Pulau menjadi Bank Internasional Brunei. Bank itu adalah satu-satunya bank tempatan yang didirikan di Brunei pada masa tersebut.
Bank-bank di Brunei Darussalam ditawarkan oleh Departemen Keuangan sesuai dengan Undang-Undang Perbankan dan Keuangan serta Undang-Undang Perusahaan. Bank nasional tidak ada di Brunei, namun pengawasan berada di bawah kewenangan Moneter Keuangan melalui Dewan Mata Uang Brunei, Departemen Layanan Keuangan, dan Badan Investasi Brunei. Hanya Bank Islam Brunei (IBB) dan Tabung Amanah Islam Brunei yang menyediakan layanan perbankan Islam di antara semua bank di Brunei, sementara yang lain menggunakan praktik perbankan konvensional dalam jasa keuangannya.
Sejak tiga belas tahun yang lalu, telah ada pendirian lembaga keuangan Islam pertama di Brunei. Selama waktu ini, perkembangan yang cepat dapat diamati melalui banyaknya cabang yang telah dibuka di semua bagian Brunei.
Perkembangan Perbankan Syariah Di Singapura
Singapura memiliki sistem ekonomi yang kombinasi antara kapitalis dan sosialis, dan untuk meningkatkan kerjasama ekonominya, negara-negara tersebut tertarik pada Foreign Direct Investment (FDI), Sovereign Wealth Fund (SWF), dan Petrodolar. Hal inilah yang membuat pemerintah Singapura semakin serius dalam memonitor perkembangan sistem ekonomi Islam.
Menteri Senior Goh Chok Tong memberikan dukungan terhadap sistem perbankan dan keuangan syariah di Singapura pada November 2004. Dia berkomitmen untuk meningkatkan reputasi Singapura sebagai pusat layanan keuangan Islam. Kemudian, pada bulan Maret 2005, Perdana Menteri Singapura mengumumkan rencana amandemen undang-undang untuk memfasilitasi pengenalan produk dan layanan keuangan syariah oleh setiap bank. Pemerintah akan merevisi peraturan yang menghalangi bank menawarkan produk syariah.
Secara keseluruhan, regulasi di Singapura terhadap industri perbankan dan keuangan syariah setara dengan industri perbankan dan keuangan konvensional. Kerangka regulasi yang fleksibel ini disebabkan oleh kurangnya dominasi jumlah penduduk muslim dan perbankan syariah di Singapura. Semua aktivitas bisnis perbankan, baik konvensional maupun syariah, diatur oleh undang-undang perbankan (Banking Act) di bawah pengawasan Monetary Authority of Singapore (MAS). Dengan kemajuan sistem keuangan syariah di Singapura, peraturan yang mengatur hal-hal tersebut diperlukan selain dari hukum yang telah ada. Pada tahun 2008, MAS mengeluarkan sebuah panduan bernama Panduan Penerapan Regulasi Perbankan pada Perbankan Syariah. Panduan ini dimaksudkan untuk memberikan petunjuk kepada bank mengenai regulasi perbankan syariah di Singapura, khususnya mengenai kerangka panduan bagi lembaga keuangan yang ingin menyediakan produk dan layanan keuangan syariah.
Implementasi sistem ekonomi Islam oleh Singapura terbukti berhasil melalui pembentukan Islamic Bank of Asia pada tahun 2007. Kemajuan perbankan syariah terus terjadi dengan munculnya cabang cabang internasional dan konvensional seperti DBS, Maybank, HSBC Amanah, OCBC Bank, dan Noor Islamic Bank. Arcapita dan Al-Salam Bank-Bahrain adalah lembaga keuangan Islam lainnya yang telah membuka kantor di Singapura.
Perkembangan Perbankan Syariah Di Filipina
Filipina, yang menjadi anggota ASEAN, memiliki mayoritas penduduk Kristen, melebihi 80% populasi, sementara umat Islam hanya sekitar 8,5% dari total 6 juta penduduk. Orang-orang Muslim di Filipina, yang dikenal sebagai Moros atau tegalan, muncul selama Spanyol menguasai Filipina pada tahun 1565. Dan pada tahun 1898, Spanyol menyerahkan Filipina kepada Amerika Serikat melalui perjanjian Paris. Pemerintah Filipina sedang memikirkan kemungkinan memperkenalkan bank berbasis Islam untuk memberikan layanan perbankan kepada umat Muslim, khususnya di wilayah Mindanao.
Pada tahun 1974, AAIIBP diminta untuk mengadopsi sistem perbankan dan pembiayaan Islam yang menggunakan prinsip "tanpa bunga" dan mekanisme kemitraan. Kemudian, pada tahun 1990, PAB bertransformasi menjadi bank syariah universal setelah penandatanganan Republic Act No. 6848 yang dikenal sebagai Chartered of Al-Amanah Islamic Investment Bank of The Philippines (AAIIBP). Kemudian AAIIBP mengganti nama menjadi AIB, Tujuan AIB adalah memajukan dan mempercepat pembangunan sosial-ekonomi wilayah otonomi Muslim Mindanau melalui sistem perbankan, pembiayaan, dan keterlibatan dalam pertanian, perdagangan, dan industri berdasarkan prinsip perbankan syariah. Pada tahun 1989, AAIIBP digunakan kembali dan dijadikan modal ulang sesuai Undang- undang Republik No. 6848, dengan jumlah modal 1 miliar peso. Pada tahun 2000, Pemerintah Filipina berupaya menjadikan AIB swasta setelah mengalami kerugian di pertengahan tahun 1990-an.
Bagaimanapun Bank Islam ini tidak beroperasi penuh sebagai bank syariah yang mana disaat yang bersamaan masih mempraktekkan kepentingan sistem perbankan. Mereka juga memiliki pertimbangan bahwa perbankan Islam dalam preposisi perbankan yang sangat beresiko.
F.Perkembangan Perbankan Syariah Di Thailand
Keuangan syariah telah diperkenalkan di Thailand sejak tahun 1984 melalui koperasi tabungan yang dikenal dengan nama Pattani Saving Cooperative, untuk menghimpun dana dari masyarakat di wilayah selatan Thailand. Koperasi ini Didirikan berdasarkan Corporative Act, Thailand Muamalat Law 1968 di klasifikasi Tabungan Koperasi dan berada di bawah pengawasan Dewan Islam di Pattani. Kemudian pada tahun 2004, 4 koperasi tabungan syariah didirikan di daerah muslim itu, antara lain Tabungan Ibnu Affan, Tabungan As-Siddiq, Tabungan Saqaffah, dan Tabungan Al-Islamiah.
Pada tahun 2001, Khrung Thai Bank menjadi bank pertama yang mendirikan cabang Syariah. Bank ini telah berhasil mengembangkan layanan perbankan Syariah yang disebut Krung Thai Syariah di wilayah dengan mayoritas pemeluk agama Islam. Beberapa layanan yang tersedia meliputi tabungan, pembiayaan, pinjaman Murobahah, Mudhorobah, Bae' Bit Tsaman, serta pembiayaan tabung haji dan umroh. Setelah berhasil dalam Bank Krung Thai, institusi tersebut berubah nama menjadi Bank Islam Thailand pada November 2005.
Thailand dan berlokasi di Klongton. Bank ini terus memperluas jaringan cabangnya terutama di Bangkok dan provinsi selatan dan pada akhir tahun 2005 memiliki total 9 kantor. Perluasan operasi perbankan Islam di Thailand terus dilakukan melalui pembelian layanan perbankan syariah bank Krung Thai pada bulan November 2005. Sekarang, Bank Islam Thailand (IBank) sebagai bank pemerintah telah memiliki 130 cabang di Thailand.
Keuangan Islam di Asia Tenggara dicirikan oleh dinamisme, pertumbuhan, dan komitmen terhadap praktik keuangan yang etis. Namun, perusahaan ini menghadapi serangkaian tantangan yang kompleks, termasuk permasalahan terkait standarisasi, manajemen risiko, likuiditas, dan kesadaran. Selain itu, kritik dan perdebatan seputar produk keuangan Islam tertentu menggarisbawahi perlunya penyempurnaan dan kepatuhan etika yang berkelanjutan. Badan pengatur di wilayah ini memainkan peran penting dalam membentuk dan mengatur keuangan Islam. Mereka memprioritaskan transparansi, perlindungan konsumen, dan kepatuhan syariah. Evolusi kerangka peraturan mencerminkan kematangan industri. Namun demikian, evaluasi berkelanjutan dan peningkatan kerangka kerja ini sangat penting untuk mengatasi tantangan yang muncul dan memastikan keberlanjutan jangka panjang dan integritas etika keuangan Islam di Asia Tenggara.
Studi Kasus: Model Kewirausahaan Dan Ekonomi Islam Asia Tenggara
Momen krusial dalam sejarah perkembangan keuangan Islam di Asia Tenggara mencakup penciptaan badan-badan pengatur seperti Undang-Undang Perbankan Islam Malaysia tahun 1983 dan pembentukan Bank Pembangunan Islam (IDB) tahun 1974. Pilar sejarah ini berperan penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung untuk pertumbuhan keuangan Islam dengan menyediakan kerangka peraturan, pedoman, dan infrastruktur yang krusial. IFSA Malaysia 2013 merupakan tonggak penting dalam perkembangan regulasi keuangan Islam, menyangkut lisensi, tata kelola, risiko, dan perlindungan konsumen.
Secara global, Organisasi Akuntansi dan Audit untuk Lembaga Keuangan Islam AAOIFI dan Dewan Jasa Keuangan Islam IFSB telah berperan penting dalam perkembangan standar keuangan Islam. Entitas-entitas ini telah berperan dalam menetapkan standar internasional dan m
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H