Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Brawijaya

I'm Only Human

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Medical Model vs Social Model dan Human Rights Model bagi Disabilitas Indonesia

26 Mei 2022   03:15 Diperbarui: 26 Mei 2022   13:39 3185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penyandang disabilitas di Indonesia berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dilangsungkan pada tahun 2019, penyandang disabilitas di Indonesia jumlahnya diketahui sebesar 9,7 persen dari jumlah total penduduk Indonesia, dengan kata lain jumlah penyandang disabilitas di Indonesia terdapat sekitar 26 juta orang.

Sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan disabilitas? Kemudian apa bedanya dengan difabel, bukankah mereka sama?

Di Indonesia sendiri, dahulu istilah yang dipakai untuk merepresentasikan disabilitas yakni dengan sebutan penyandang cacat, yang mana istilah ini diberikan kepada mereka yang memiliki perbedaan kondisi fisik maupun mental. 

Istilah disabilitas sendiri kemudian mulai diperkenalkan untuk menggantikan istilah penyandang cacat, yang mana istilah penyandang cacat ini dinilai tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman yang mensyaratkan inklusivitas.

Istilah penyandang cacat sendiri digantikan karena istilah ini dinilai memiliki nuansa kasar dan cenderung merendahkan. Hingga kemudian istilah penyandang cacat ini digantikan dengan istilah disabilitas yang mana istilah ini merupakan serapan dari kata "disability" yang memiliki arti ketidakmampuan. Lain halnya dengan istilah disabiltas, istilah difabel diambil dari akronim dari kata "diferent abbility" yang memiliki arti kemampuan yang berbeda.

Menjadi seorang difabel atau disabilitas di Indonesia bukanlah hal yang mudah, mereka dalam menjalankan kehidupan sosialnya kerap kali dihadapkan dengan paradigam berpikir masyarakat yang kerap mendiskriminasi mereka. 

Sejatinya, meskipun telah memiliki pondasi hukum yang menopang hak-hak para penyandang disabilitas, jika melihat fakta dilapangan penerapannya masih belum maksimal. Hak para penyandang disabilitas di Indonesia sendiri sebelumnya telah diatur dalam UU No. 8 Tahun 2016, akan tetapi sangat disayangkan penerapannya dinilai masih belum maksimal.

Salah satu hal yang melatarbelakangi berbagai permasalahan yang kerap diterima dan dialami oleh rekan-rekan disabilitas di Indonesia sendiri dikarenakan stigma negatif yang masih melekat pada rekan-rekan disabilitas masih cukup sulit untuk dihilangkan. 

Masyarakat Indonesia sendiri secara umum masih menerapkan konsep medical model yang melihat rekan-rekan disabilitas sebagai individu yang berbeda, memiliki kekurangan dan keterbatasan, serta pautu untuk dikasihani. 

Konsep medical model inilah yang selanjutnya menjadi salah satu faktor yang melatarbelakangi terjadinya diskriminasi terhadap rekan-rekan disabilitas di Indonesia. 

Mereka dianggap tidak mampu melakukan pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh orang normal pada umumnya karena keterbatasan yang mereka miliki hingga perlu dilakukan pengobatan atau perawatan agar mereka dapat beradaptasi dengan masyarakat normal lainnya.

Medical model selalu menekankan rekan-rekan disabilitas sebagai orang yang sakit dan perlu mendapatkan pengobatan ini secara tidak langsung telah mendefiniskan apa yang dialami oleh rekan-rekan disabilitas sebagai ketidaknormalan fungsi fisiologis dan psikologis. 

Masyarakat serta lingkungan yang menstigma rekan-rekan disabilitas sebagai orang sakit yang perlu mendapat pertolongan dan pengobatan, tanpa disadari akan berdampak pada menghilangnya fungsi sosial yang dimiliki oleh rekan-rekan disabilitas. Mereka tidak boleh bekerja, melakukan aktivitas ini itu, dianggap sebagai beban, sehingga akan berdampak pada hilangnya banyak kesempatan.

Hal seperti ini tentunya lambat laun akan membuat rekan-rekan disabilitas menjadi tidak berdaya karena stigma masyarakat dan lingkungan mereka yang tidak membantu mereka berkembang. 

Oleh karena itu terdapat konsep social model yang mana dalam konsep social model ini menilai bahwasanya permasalahan yang dialami oleh rekan-rekan disabilitas sebenarnya bukan karena apa yang ada pada diri mereka, melainkan ada pada cara pandang atau stigma masyarakat serta ada pada lingkungan sekitar rekan-rakan disabilitas.

Berdasarkan konsep social model ini, apa yang selama ini menjadi persoalan besar yang dialami oleh rekan-rekan disabilitas disebabkan oleh masyarakat beserta stigma yang dimilikinya, berbagai persoalan yang selama ini kerap dihadapi oleh rekan-rekan disabilitas sejatinya bukan menjadi persoalan mereka melainkan masyarakat dan lingkunganlah yang menjadi faktor penyebabnya. 

Seperti contoh kasus sederhana tentang seorang disabilitas pengguna kursi roda yang tengah mengalami hambatan mobilitas, dalam posisi ini dia tidak akan mengalami hambatan mobilitas jika lingkungan beserta fasilitas sekitar dapat diakses juga oleh mereka yang menggunakan kursi roda, bukan kemudian mengasihani mereka dan menyuruhnya untuk beradaptasi dengan orang normal pada umumnya.

Melalui konsep social model inilah yang selanjutnya melahirkan konsep human rights model, konsep human rights model sendiri merupakan sebuah konsep model yang berlandaskan pada prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia. 

Rekan-rekan disabilitas diakui keberadaannya sebagai bagian dari keberagaman manusia yang sama-sama harus dihargai dan dihormati kehadirnnya. 

Rekan-rekan disabilitas memiliki hak yang sama dengan semua orang, dan rekan-rekan disabilitas masih menjadi bagian dari masyarakat sosial. 

Disabilitas tidak dapat dipergunakan sebagai sebuah alasan untuk membatasi hak orang.

Referensi,

Ismandari, F. (2019). Indonesia Inklusi dan Ramah Disabilitas. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI: Pusat Data dan Informasi.

Rice, D. (2021, Oktober 1). Human Rights Model of Disability. Diambil kembali dari National Institutes of Health: Office of Equity, Diversity, and Inclusion: https://www.edi.nih.gov/blog/communities/human-rights-model-disability

Social Model VS Medical Model of Disability. (t.thn.). Diambil kembali dari Disability Nottinghamshire: http://www.disabilitynottinghamshire.org.uk/index.php/about/social-model-vs-medical-model-of-disability/

Artikel ini dibuat untuk bahan penilaian Ujian Akhir Semester pada mata kuliah Disability Studies,

Penulis merupakan seorang mahasiswa aktif semester 4 program studi sosiologi di Universitas Brawijaya.

Penulis, Fajar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun