Mohon tunggu...
Faiz Rahman
Faiz Rahman Mohon Tunggu... Peneliti -

Researcher Center for Digital Society, Universitas Gadjah Mada BC 202, Fisipol Bulaksumur, Yogyakarta, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kemunculan Teknologi 3D Printing: Tantangan Besar Lain Perlindungan Kekayaan Intelektual

20 April 2018   14:13 Diperbarui: 20 April 2018   15:46 1183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkah kalian membayangkan bahwa kalian bisa membuat benda apapun yang kalian inginkan hanya dengan sekali klik? Saat ini, hal tersebut bukanlah sesuatu yang mustahil untuk dilakukan. Sebagai teknologi disruptif, kemunculan teknologi 3D printing memiliki potensi yang besar untuk mengubah proses bisnis, manufaktur, bahkan masyarakat secara umum.[i] Dalam beberapa tahun terakhir, teknologi ini telah digunakan di berbagai sektor, seperti otomotif, seni, penerbangan, kesehatan, bahkan untuk membuat makanan. 

Sebagai contoh, Boeing, sebuah perusahaan penerbangan, hingga tahun 2014 telah membuat lebih dari 20.000 bagian-bagian pesawat untuk sepuluh pesawat militer dan komersial dengan menggunakan teknologi 3D printing.[ii] Di sektor kesehatan, teknologi 3D printingmenunjukan penggunaan yang berhasil dalam pembuatan implan dan prostesis, baik yang sederhana maupun yang kompleks.[iii]

Penggunaan teknologi 3D printing telah menunjukkan banyak manfaat karena dapat mengurangi biaya, mempercepat proses, serta dapat meningkatkan produktifitas. Meskipun demikian, teknologi revolusioner ini datang dengan membawa tantangan substansial lain terhadap perlindungan kekayaan intelektual, terutama di era digital seperti sekarang ini.

Sebagaimana diketahui, kekayaan intelektual dilindungi oleh hukum dalam berbagai bentuk. Hak cipta melindungi ciptaan melalui pemberian hak ekslusif kepada pencipta atas ciptaannya, yang mana hak tersebut muncul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah cipataan tersebut diwujudkan dalam bentuk nyata.[iv] Kemudian, hak paten melindungi ciptaan di bidang teknologi berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.[v] 

Lebih lanjut, hak merek melindungi tanda yang membedakan satu produk atau jasa dengan yang lainnya, sedangkan hak desain industri melindungi desain industri (baik dalam bentuk 2D atau 3D) yang dibuat agar tidak digunakan oleh orang lain yang tidak berhak.[vi] Meskipun hak cipta merupakan isu utama di era digital seperti sekarang ini, ketiga kategori hak kekayaan intelektual (HKI) sebagaimana disebutkan di atas juga dapat terpengaruh oleh adanya teknologi 3D printing, dikarenakan proses 3D printing -- pembuatan objek fisik dari model 3D digital menggunakan teknologi pencetak[vii] -- dapat menimbulkan adanya perlindungan atau pelanggaran HKI.[viii] 

Setidaknya terdapat tiga poin dalam pembuatan objek menggunakan teknologi 3D printing yang berpotensi melanggar HKI, yaitu berkas desain 3D printing dan substansi yang terkandung di dalamnya (ciptaan artistik yang hendak dicetak), objek 3D yang dicetak, serta sarana penyimpanan daring di mana desain 3D printing diunduh dan dibagikan.[ix]

Pertama, desain yang terkandung dalam berkas desain 3D printing dapat mengharuskan adanya perlindungan hak cipta sebagai karya seni. Hal ini dikarenakan karya seni (dalam bentuk data yang dapat dibaca dengan program komputer) merupakan salah satu dari 19 ciptaan yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta Indonesia.[x] Hal ini juga berlaku apabila desain yang termuat di dalam berkas digital tersebut diklasifikasikan sebagai objek paten, desain yang dilindungi oleh hak desain, atau merek yang dilindungi (meskipun bentuknya sangat kecil).[xi] 

Sehingga, penggunaan tanpa izin terhadap segala kekayaan intelektual yang dilindungi dapat dikatakan sebagai pelanggaran HKI. Kedua, objek 3D yang dicetak juga dapat mengundang perlindungan hak cipta sebagai karya artistik dalam bentuk patung, seni terapan, atau karya arsitektur. Dengan demikian, apabila objek yang dicetak atau bagian dari objek yang dicetak dilindungi oleh HKI sebagaimana disebutkan di atas, maka perbuatan mencetak tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HKI dalam bentuk penggandaan tanpa seizin pemilik HKI yang bersangkutan. 

Ketiga, 3D printing dapat juga dilanggar melalui media daring di mana desain yang dapat dicetak dengan 3D printer dapat diunduh dan dibagi. Dewasa ini, banyak sekali situs yang menyediakan desain 3D printing secara gratis seperti thingiverse.com atau pinshape.com. Meskipun situs-situs tersebut dapat menunjukkan dan memacu kreativitas masyarakat, hal tersebut dapat menjadi permasalahan bagi pemegang HKI, terutama apabila HKI melindungi desain atau sebagian dari desain yang dibagikan. Lebih lanjut lagi, perbuatan membagikan objek yang berpotensi dilindungi HKI tersebut sebenarnya sudah melanggar hak cipta, belum HKI lain yang telah disebutkan sebelumnya.

Permasalahan yang muncul berkaitan dengan kekayaan intelektual di era digital seperti sekarang ini bukanlah sesuatu yang baru. Namun demikian, dikarenakan teknologi 3D printing menjadi semakin banyak digunakan, kemungkinan pelanggaran HKI pun semakin meningkat. Saat ini, di mana masyarakat memiliki akses yang semakin mudah terhadap desain 3D printing, dan 3D printer semakin terjangkau harganya, masyarakat dapat dengan mudah membuat atau bahkan mereproduksi hampir semua benda yang mereka inginkan menggunakan teknologi 3D printing. 

Hal ini menunjukkan bahwa hanya dengan beberapa kali klik, banyak orang berpotensi untuk bisa dipidana karena dalam proses pencetakan menggunakan 3D printer, masyarakat sangat mungkin untuk melakukan pelanggaran HKI. Masalah ini seharusnya dapat menjadi perhatian tidak hanya bagi pemerintah untuk dapat secara tepat melindungi hak pencipta dan kreativitas masyarakat di era digital, tetapi juga bagi masyarakat pada umumnya untuk dapat memberikan apresiasi yang lebih kepada hasil karya yang diciptakan oleh orang lain.

Tulisan ini telah dimuat sebelumnya di situs Center for Digital Society pada 24 Februari 2018. Lihat pada tauatan berikut: http://cfds.fisipol.ugm.ac.id/article/231/kemunculan-teknologi-3d-printing-tantangan-besar-lain-terhadap-perlindungan-kekayaan-intelektual

Sumber:

[i]     Dawson, F. (2014). How Disruptive is 3D printing Really? [daring] Forbes. [Diakses 7 Feb. 2018].

[ii]    Gilpin, L. (2014). 3D printing: 10 Companies Using It in Ground-Breaking Ways. [daring] TechRepublic.  [Diakses 7 Feb. 2018].

[iii]   Ventola, L.C. (2014). Medical Applications for 3D printing: Current and Projected Uses. P&T: A Peer-Reviewed Journal for Formulary Management, 39(10), 707.

[iv]    Lihat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tenang Hak Cipta, Pasal 1 angka 1.

[v]     Lihat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, Pasal 1 angka 1 dan angka 2.

[vi]    Lihat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, Pasal 1 angka 1. Lihat juga Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, Pasal 1 angka 1.

[vii]   Rimmer, M. (2017). The Maker Movement: Copyright Law, Remix Culture and 3D printing. The University of Western Australia Law Review, 41(2), 52. Lihat juga Noorani, R. (2018). 3D printing: Technology, Applications, and Selection. New York: CRC Press, 2-3.

[viii] Lihat Daly, A. (2016). Socio-Legal Aspects of the 3D printing Revolution. London: Palgrave Macmilla, 21-22.

[ix]    Ibid., 23.

[x]     Lihat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Pasal 40.

[xi]    Lihat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, Pasal 160; Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, Pasal 83 ayat (1); dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, Pasal 9 ayat (1).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun