-Pengantar untuk buku Genius Menulisku.
Kreatif menulis itu butuh proses. Selain butuh proses waktu, juga butuh keuletan tersendiri. Bekal utamanya ialah ketekunan, kesabaran dan kecerdasan. Tekun artinya kesanggupan untuk terus bekerja mengatasi segala kerumitan, sadar artinya sanggup untuk berproses dalam jangka waktu panjang, dan cerdas artinya harus siap menjadi pembelajar sepanjang hidup.
Ketiga hal tersebut bisa ketahui, bisa dipelajari dan bisa diwujudkan selama kita memiliki optimisme untuk berhasil. Ada banyak cara untuk menjadi manusia pembelajar terkait dengan profesi kita menjadi seorang penulis. Bisa secara otodidak, rajin ikut pelatihan, hobi diskusi dengan para senior, membaca buku karya orang lain, dan belajar hidup dan kehidupan dari para penulis senior.
Hadirnya buku Genius Menulis ini saya tulis sebagai bagian dari pemenuhan hajat belajar tersebut. Niatan saya menulis buku ini sederhana, yakni berbagi tentang pengalaman proses kreatif, mengatasi persoalan hidup penulis, dan memahami ruang lingkup kehidupan yang pasti akan dialami para penulis.
Saya mengambil bagian utama pada wilayah inspirasi dan motivasi. Dengan mengambil dua jalur tersebut saya ingin membagi pengalaman dari diri saya sendiri, dari teman-teman penulis lain, dan juga ide-ide kreatif dari beragam literatur.
Hal ini menurut saya penting karena profesi penulis, atau setidaknya kegiatan tulis-menulis, tidak melulu bekerja dalam wilayah kerajinan (craft), melainkan melibatkan wilayah seni (art) yang penuh dinamika dan kreatifitas, bahkan melibatkan sisi batiniah sang penulis.
Menjaga keseimbangan bekerja pada wilayah craft dan art sangat penting dimiliki oleh setiap penulis. Selain dituntut cerdas secara akliah, kita juga mesti peka dari sisi batiniah karena di sanalah tempatnya spiritualitas kehidupan penulis berlangsung. Dua pilar inilah yang akan banyak menolong ide/imajinasi mendarat dalam bentuk teks secara produktif.
Beberapa keseimbangan lain yang perlu dijaga, di antaranya; menyeimbangkan pikir dan batin, menyeimbangkan materi dan rohani, menyeimbangkan otak kanan dan otak kiri, menyeimbangkan gizi makanan dan gizi intelektual.
Apa yang melatarbelakangi penulisan buku ini bukan karena saya sudah cerdas dan hebat, melainkan saya sadar sepenuhnya dunia penulisan sepenuhnya “proses”. Karena ini merupakan wilayah proses, saya mengajukan pertanyaan radikal kepada diri saya sendiri; “kalau urusan menulis proses, maka sebaiknya dibagikan saja pengalaman itu, siapa tahu berguna dan bersiaplah untuk salah. Tak perlu sakit hati jika dikritik dan dicela, tak perlu bangga pula jika mendapat sanjungan.”
Saya menulis sejak remaja. Saya lakukan semata-mata karena saya ingin bisa menulis sebagaimana para penulis hebat menghasilkan karya yang saya baca. Tak terhitung jumlah penulisnya. Nama-nama besar penulis di masa remaja dulu masih mudah saya kenang. Di antaranya bisa saya disebutkan secara refleks, Koping Ho, Hamka, K.H Syaefudin Zuhri, Kuntowidjoyo, Emha Ainun Najib, Arief Budiman, Jalaludin Rakhmat, Goenawan Mohamad, Ariel Heryanto, W.S Rendra dan lain sebagainya.
Sebagian memang para intelektual dan sastrawan karena kala itu saya sangat terobsesi menjadi ilmuwan, terutama untuk urusan agama dan politik. Sayangnya, sampai sekarang keinginan itu tidak ada yang tercapai. Tetapi saya masih bersyukur karena saya masih hidup, ternyata bisa menulis rutin untuk media massa dan bahkan beberapa buku.
Bahkan lebih dari itu sekarang saya bisa membuktikan sebuah kenyataan yang unik: menjadi penulis memang tidak bisa menghasilkan kekayaan harta, tetapi saya bersyukur karena tidak menjadi gelandangan dan tetap bisa makan, bahkan berkecukupan tanpa harus memiliki jabatan mentereng, tanpa harus kerja rodi menjadi karyawan harian dan betapa syukurnya saya punya kebebasan hidup yang benar-benar membahagiakan.
Berbekal proses hidup itulah saya merasa perlu berbagi. Tentu saja maksud saya berbagi kepada orang yang minat menerima bagian secuil ilmu dan sepenggal pengalaman ini.
Buku ini saya tulis pada masa awalnya butuh waktu 3 minggu, sejak awal puasa ramadhan 2010. Seminggu sebelum Idul Fitri saya istirahat. Beberapa minggu setelah idul fitri baru saya edit dan menambahkan beberapa materi pendukung lainnya. Setelah beberapa bulan saya larut oleh kesibukan mengurus naskah penerbit Nuansa Cendekia dan urusan tetek mbengek tak karuan lainnya, akhirnya pada bulan pebruari 2011 saya anggap selesai.
Niat terbitnya pada bulan mei atau juni 2011. Tetapi kemudian terhambat oleh kerja lain, yakni menulis buku biografi Alm K.H Chudlori, Gurunya K.H Abdurrahman Wahid, seorang ulama terkemuka dari Magelang, Jawa Tengah.
Setelah melewati masa-masa itu, akhirnya naskah ini bisa terbit di awal 2012 ini. Saya bersyukur. Terimakasih kepada semua pihak yang terlibat, mulai dari editing, desain isi, desain sampul, illustrator dan para pemberi masukan terkait dengan buku ini.[] Faiz Manshur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H