Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan penegasan ulang terkait integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada KTP sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) tidak berarti bahwa semua pemilik kartu tanda penduduk (KTP) harus membayar pajak.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), besar PTKP saat ini adalah Rp54 juta per tahun untuk status belum menikah dan tidak ada tanggungan (TK/0) atau penghasilan per bulan minimal Rp4,5 juta.
Seperti yang telah di sampaikan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Neilmaldrin Noor
mengatakan bahwa ketika penghasilan seseorang tersebut belum sebesar PTKP,tidak perlu membayar pajak.
Neilmaldrin pun memberikan penegasan bahwa kebijakan ini adalah rencana implementasi NIK sebagai NPWP pada tahun 2023 mendatang.
Integrasi KTP dan NPWP menjadi bentuk transformasi dan reformasi administrasi perpajakan. Dalam praktiknya tidak jauh berbeda bahwa hanya wajib pajak dengan pendapatan di atas threshold penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang harus membayar pajak.
Banyak yang memberikan asumsi keliru bahwa dampak dari pembaruan NIK menjadi NPWP adalah membayar pajak kepada setiap yang sudah memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP),dan asumsi tersebut pun membuat suatu pemahaman yang keliru di masyarakat.
Sehingga banyak yang tidak setuju dengan kebijakan baru tersebut.
Semua pehamanan keliru tersebut pun pernah di bantah oleh Mentri Keuangan,Sri Mulyani.
"Seolah-olah semua yang punya NIK harus membayar pajak. Itu salah, sangat salah. Jadi itu hoaks,"Ucapnya.
Seperti yang di jelaskan oleh Sri Mulyani bahwa Integrasi NIK sebagai NPWP akan menyederhanakan pajak di Indonesia.Dengan begitu,wajib pajak dapat melaksanakan pemenuhan hak dan kewajibannya dengan lebih mudah.